KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 belum juga usai. Pelajar dan mahasiswa masih harus mengikuti kebijakan dari pemerintah untuk melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau sekolah daring.
Meski sudah didukung dengan berbagai teknologi selama menjalani PJJ, masih ada celah yang menyebabkan pembelajaran di rumah ini menjadi kurang efektif.
Salah satu hal yang dikhawatirkan jika pembelajaran di rumah ini berlangsung dalam waktu cukup lama dapat mengakibatkan adanya learning loss atau berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis.
Menurut Pengamat Pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Budi Santoso Wignyosukarto, ada perbedaan signifikan ketika pembelajaran dilakukan secara tatap muka dan sekarang harus dilakukan secara daring.
Prof. Budi menerangkan, proses pembelajaran yang lama mempunyai waktu komunikasi intens dengan mahasiswa. Selain itu juga ada waktu bagi mahasiswa melakukan kegiatan praktikum untuk memahami kenyataan suatu teori.
Namun dengan adanya sekolah daring, semuanya dilakukan dengan media video dan komunikasi virtual.
"Kalau ketemu mahasiswa yang haus ilmu, akan dihasilkan produk yang relatif sama. Tapi kalau ketemu dengan mahasiswa yang hanya menginginkan ijazah, hasilnya jelas berbeda," kata Prof Budi kepada Kompas.com, Jumat (12/2/2021).
Prof. Budi mengungkapkan, selama pandemi ini, pengajar tidak dapat melihat dari nilai ujian yang diperoleh mahasiswa saja. Selama PJJ ini hampir jarang ditemukan mahasiswa dengan nilai C.
Metode pemberian ujian dengan cara sebelum ada pandemi tidak dapat serta merta diterapkan pada saat ini. Pasalnya mahasiswa bisa mengupload jawaban ujian yang sama dengan temannya yang pandai. Walaupun pengajar sudah membatasi waktu ujian daring.
"Jadi harus ada cara pembelajaran yang sesuai dengan pola pembelajaran daring ini. Kalau di Luar Negeri jumlah mahasiswa di kelas hanya 20-an. Mudah untuk membuat cara penilaian, karena dosen mempunyai waktu lebih banyak," papar mantan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2Dikti) Wilayah V ini.
Prof. Budi mengungkapkan, salah satu tanda yang menunjukkan mahasiswa mengalami learning loss selama mengikuti pembelajaran jarak jauh yakni saat menulis skripsi atau Tugas Akhir (TA) tidak bisa merangkai dan menjelaskan problema dari sisi ilmu yang dipelajarinya.
Demikian pula saat bekerja nanti, mahasiswa tersebut akan menemui kesulitan berhadapan dengan problema yang harus diselesaikan.
"Kalau sekolah lanjut akan frustasi karena ilmunya tidak sampai. Kasus anak-anak jalanan yang putus sekolah adalah contoh mereka yang mengalami learning loss. Mereka menganggap sekolah itu hanya formalitas mendapatkan ijazah sebagai kunci pembuka untuk jenjang berikutnya. Bukan sebagai aset atau bekal bagi masa depannya," ungkap Prof. Budi.
Prof Budi menekankan, di masa pandemi ini bisa saja menghasilkan mahasiswa yang menganut sistem 'yang penting lulus'. Tapi pengajar juga mempunyai kesulitan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran.
Kalau dari ujian satu mata kuliah biasanya bisa diperoleh 10 persen terbaik, sekarang bisa mencapai 80 persen. Dan pasti ada mahasiswa yang masuk klasifikasi haus ilmu, karena ada pekerjaan ujian yang betul-betul baik dan benar jawabannya.
Prof. Budi memberi contoh, dalam 2 tahun lagi berapa jumlah wisudawan yang mendapat predikat cumlaude. Jika jumlahnya lebih banyak hal tersebut belum tentu berarti sistem PJJ yang diterapkan saat ini berhasil.
"Perlu pembuktian lapangan apakah produk mereka nanti juga akan lebih baik. Yang perlu diusahakan untuk mahasiswa adalah keseriusan mereka dalam mengikuti proses pembelajaran. Mereka harus menunjukkan kesuksesan nilai yang didapat juga mencerminkan kesuksesan mereka menambah ilmu pengetahuan," imbuh Prof. Budi.
Namun bagi anak-anak yang sudah dapat menyesuaikan dengan cara daring ini, mungkin akan bisa lebih cepat dan lebih maju daripada ilmu di tempat kuliah. Karena dia akan 'mengeruk' ilmu yang banyak dan terbuka di dunia digital.
Prof. Budi berharap, pemerintah dapat memperkuat jaringan komunikasi untuk mengantisipasi adanya learning loss. Dengan cara ini diharapkan bisa mempermudah masyarakat untuk mendapatkan sarana komunikasi yang terjangkau.
Sumber: kompas.com