Penelitian Ini Ungkap Rahasia di Balik Pembelajaran Sesama Siswa Teknik – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

26 September 2025, 02.28

unsplash.com

Ketika Dosen Bukan Lagi Satu-satunya Pusat Pengetahuan

Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi telah mengubah lanskap industri secara fundamental. Di era ini, tuntutan terhadap lulusan teknik tidak lagi terbatas pada penguasaan teori dan keahlian teknis semata. Mereka kini diharapkan memiliki spektrum keterampilan yang lebih luas, termasuk pemikiran kritis, kemampuan memecahkan masalah, dan, yang terpenting, keterampilan komunikasi dan kerja tim yang efektif. Pergeseran ini menjadi tantangan besar bagi institusi pendidikan tinggi yang masih berpegang pada metode tradisional—yang didominasi oleh ceramah dan demonstrasi—yang cenderung berpusat pada profesor dan tidak lagi memadai untuk membentuk kompetensi abad ke-21 yang dibutuhkan oleh dunia kerja modern.1

Untuk menjawab tantangan ini, banyak institusi pendidikan tinggi di seluruh dunia mulai mengadaptasi kurikulum dan metode pengajaran mereka. Di tengah upaya adaptasi tersebut, sebuah penelitian mendalam dilakukan oleh para peneliti dari "Gheorghe Asachi" Technical University of Iaşi, Rumania. Studi ini menguji efektivitas sebuah metode pembelajaran aktif, yakni pengajaran sesama (peer teaching), dalam konteks Laboratorium Hydropneumatics Drives. Metode ini bukan sekadar sebuah eksperimen akademik; ia adalah respons langsung terhadap kebutuhan untuk menggeser paradigma dari pembelajaran pasif menjadi partisipasi aktif, di mana mahasiswa tidak hanya menerima informasi, tetapi juga secara aktif terlibat dalam setiap tahapan proses pembelajaran.1 Lantas, apakah metode "siswa mengajar siswa" ini benar-benar efektif dan dapat dipertahankan? Laporan ini akan membawa Anda ke cerita di balik data untuk menemukan jawabannya.

 

Mengapa Temuan Ini Mengubah Dunia: Cerita di Balik Angka yang Mengejutkan

Studi ini melibatkan total 96 mahasiswa ilmu komputer yang mengikuti mata kuliah pilihan di Laboratorium Hydropneumatics Drives selama dua tahun akademik, yaitu tahun 2021 dan 2022. Untuk mengumpulkan data mengenai persepsi mereka, para peneliti menggunakan dua kuesioner daring yang diisi oleh partisipan di akhir semester, satu dari perspektif mahasiswa yang menjadi pembelajar dan satu lagi dari perspektif mahasiswa yang menjadi pengajar.1

Tingkat partisipasi dalam kuesioner ini menunjukkan adanya keterlibatan yang signifikan dari para subjek. Dari total partisipan, 59 mahasiswa mengisi kuesioner sebagai pembelajar, menghasilkan tingkat respons 61%, sementara 62 mahasiswa mengisi kuesioner sebagai pengajar, dengan tingkat respons 65%.1 Angka-angka ini bukanlah sekadar statistik. Tingkat respons yang mencapai lebih dari 60% menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa cukup tergerak—entah itu karena pengalaman yang sangat positif atau sangat negatif—untuk meluangkan waktu memberikan masukan mereka. Hal ini menambah bobot signifikan pada kredibilitas temuan, menegaskan bahwa hasilnya mewakili sentimen mayoritas, bukan hanya segelintir suara ekstrem. Dengan demikian, laporan ini dapat diandalkan sebagai cerminan pandangan mahasiswa secara umum terhadap metode pengajaran sesama.

Secara kumulatif, temuan kuantitatif menunjukkan bahwa metode ini diterima dengan sangat baik. Tingkat respons positif kumulatif (CPRR) untuk semua pertanyaan tertutup (close-ended questions) dalam kuesioner melebihi 60%.1 Namun, yang paling mencolok adalah hasil dari analisis kualitatif yang menunjukkan bahwa 87% responden memandang pengalaman pengajaran sesama sebagai sesuatu yang "positif dan berharga".1 Angka ini bagaikan mayoritas yang hampir mutlak, seolah 9 dari 10 mahasiswa yang diajak berinteraksi dengan metode ini memberikan ‘jempol’ positif. Ini secara efektif menepis keraguan awal tentang apakah mahasiswa akan serius mengambil peran sebagai guru bagi rekan-rekan mereka.

Untuk menggambarkan temuan ini lebih hidup, mari kita lihat data yang lebih rinci tanpa menggunakan tabel. Dari perspektif mahasiswa-pembelajar, persepsi positif terhadap ruangan laboratorium mencapai 100%, sementara peralatan yang digunakan mendapatkan nilai positif 98,3%.1 Ini menunjukkan bahwa pondasi fisik pembelajaran sudah sangat kokoh. Lebih lanjut, 86,4% responden merasa bahwa konten laboratorium sudah sesuai dengan level mereka, dan 83% menganggap metode yang digunakan oleh pengajar sebaya sangat membantu.1

Analisis korelasi pun memperkuat narasi ini. Penelitian ini menemukan adanya hubungan positif sedang di antara beberapa variabel penting. Misalnya, hubungan yang erat teridentifikasi antara kepercayaan diri (Q1) dan kinerja akademik (Q2) dengan koefisien Pearson (r=0.580), serta antara manfaat yang dirasakan (Q6) dan aktivitas mengajar (Q7) dengan koefisien Pearson (r=0.642).1 Korelasi ini mengisyaratkan bahwa metode pengajaran sesama berfungsi layaknya sebuah mesin yang saling menguatkan. Peningkatan kepercayaan diri yang diperoleh dari pengalaman mengajar tidak hanya membuat mahasiswa merasa lebih baik secara personal, tetapi juga secara nyata terhubung dengan peningkatan performa akademis mereka.

 

Ketika Siswa Menjadi Guru: Mengapa Mereka Belajar Lebih Baik?

Tingkat penerimaan yang tinggi terhadap metode ini sebagian besar berasal dari manfaat yang dirasakan oleh para mahasiswa-pembelajar. Analisis kualitatif menunjukkan empat keuntungan utama yang paling sering disebut 1:

  • Komunikasi yang Lebih Baik: Mahasiswa merasa lebih nyaman dan terhubung saat bertanya kepada rekan sebaya. Bahasa yang digunakan oleh teman sebaya cenderung lebih "membumi," menghilangkan hambatan kaku yang sering muncul saat berinteraksi dengan figur otoritas.
  • Mengatasi "Kecemasan Siswa-Guru": Ini adalah poin krusial. Rasa takut untuk mengajukan pertanyaan, takut membuat kesalahan, atau takut merasa bodoh di hadapan dosen merupakan hambatan psikologis yang umum. Interaksi dengan rekan sebaya secara efektif menghilangkan hambatan ini, menciptakan lingkungan belajar yang lebih terbuka dan rileks.
  • Peningkatan Perhatian dan Interaksi: Metode ini mendorong mahasiswa untuk menjadi lebih aktif. Mereka tidak lagi hanya duduk pasif mencatat, tetapi didorong untuk berinteraksi, berdiskusi, dan terlibat secara langsung dalam proses.
  • Sifat Praktis: Para mahasiswa merasa mereka belajar dari pengalaman langsung rekan mereka, yang seringkali dianggap lebih relevan dan mudah dipahami.

Manfaat seperti komunikasi yang lebih baik dan kemampuan mengatasi kecemasan bukanlah sekadar "tambahan" yang menyenangkan. Ini adalah inti dari keterampilan abad ke-21 yang seringkali sulit diajarkan dalam kurikulum tradisional. Metode pengajaran sesama secara organik menumbuhkan keterampilan-keterampilan ini tanpa perlu adanya mata kuliah atau kurikulum terpisah, secara tidak langsung mengisi celah besar dalam pendidikan teknik konvensional.

Fakta bahwa 71,2% responden menyatakan mereka memahami materi lebih baik ketika dijelaskan oleh seorang teman sekelas 1 mengungkap sebuah kebenaran mendasar tentang proses belajar. Seorang mahasiswa-pengajar yang baru saja melewati proses belajar yang sama, kemungkinan besar masih mengingat dengan jelas poin-poin sulit, konsep yang membingungkan, dan jebakan yang sering ditemui. Dengan pemahaman yang "segar" ini, mereka dapat menjelaskan konsep dengan bahasa dan analogi yang lebih relevan dan mudah dicerna oleh rekan-rekan mereka. Hal ini seringkali membuat penjelasan mereka jauh lebih efektif daripada penjelasan dari seorang profesor yang, karena pengalamannya, mungkin sudah menganggap konsep-konsep dasar sebagai hal yang sepele dan mudah.

 

Menilik Sisi Lain: Keuntungan dan Kendala Bagi Sang Pengajar Muda

Beralih ke sisi pengajar, manfaat yang mereka rasakan juga tidak kalah signifikan. Analisis kualitatif dan kuantitatif menunjukkan bahwa peran sebagai pengajar sesama membawa dampak positif yang besar. Manfaat utamanya adalah konsolidasi pengetahuan, di mana 95,1% responden menyatakan mereka memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang materi dengan cara mengajarkannya kepada orang lain.1 Selain itu, peran ini secara langsung meningkatkan kepercayaan diri dan mengasah keterampilan komunikasi dan presentasi mereka.1

Namun, di balik semua manfaat yang jelas ini, terdapat sebuah temuan yang paradoks: meskipun keuntungan yang dirasakan begitu nyata, hanya 34% mahasiswa yang secara sukarela memilih untuk mengajar lebih dari satu kali.1 Kontradiksi ini mengungkapkan "biaya tersembunyi" dari metode ini. Mahasiswa yang tidak melanjutkan umumnya beralasan karena jadwal akademik yang padat, "kurangnya insentif yang dirasakan," dan "tidak menikmati aktivitas mengajar".1

Temuan ini menyiratkan bahwa, meskipun secara pedagogis metode ini sangat efektif, keberlanjutannya tidak bisa hanya mengandalkan inisiatif individu. Beban kerja yang signifikan dan komitmen waktu untuk persiapan yang dibutuhkan oleh mahasiswa-pengajar perlu diakui secara formal. Jika institusi ingin mengimplementasikan metode ini secara lebih luas, mereka harus mengakui dan memberikan kompensasi—entah dalam bentuk kredit akademik, pengakuan khusus, atau insentif lainnya—atas "biaya" tersembunyi yang ditanggung oleh para mahasiswa-pengajar ini.

 

Kritik Terbuka dan Dampak Jangka Panjang yang Terungkap

Meskipun hasilnya menjanjikan, penting untuk menyajikan kritik realistis dan mengakui keterbatasan studi ini. Penelitian ini dilakukan di satu universitas, pada satu laboratorium spesifik, dan dengan jumlah sampel yang terbatas.1 Oleh karena itu, hasilnya mungkin tidak dapat digeneralisasi ke semua bidang teknik atau institusi lainnya.

Selain itu, analisis kualitatif juga menyoroti kerugian utama yang dirasakan oleh mahasiswa-pembelajar: "kurangnya struktur" dan "kurangnya pengalaman" dari mahasiswa-pengajar.1 Hal ini menunjukkan bahwa metode pengajaran sesama bukanlah "solusi instan." Keberhasilan metode ini sangat bergantung pada persiapan dan dukungan intensif dari profesor. Profesor harus bertransformasi dari "pemberi ilmu" menjadi "fasilitator" dan "pelatih" bagi mahasiswa-pengajar mereka.

Terlepas dari tantangan tersebut, dampak jangka panjang yang terungkap dari penelitian ini sangat menjanjikan. Salah satu manfaat yang sangat relevan adalah potensi metode ini dalam meningkatkan minat mahasiswa terhadap karier akademis.1 Hal ini sangat krusial, mengingat bahwa industri sering kali dianggap sebagai pilihan yang lebih menarik, terutama bagi lulusan ilmu komputer, sehingga membuat jalur karier sebagai profesor kurang diminati.

Jika metode pengajaran sesama ini diterapkan secara sistematis dan dengan dukungan yang tepat, ia dapat mengubah cara perguruan tinggi melatih para insinyur masa depan. Dengan melatih keterampilan komunikasi dan kepemimpinan secara organik, metode ini berpotensi secara signifikan mengurangi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan keterampilan lunak ini di luar kurikulum formal, membuka jalan bagi lulusan yang lebih siap dan holistik dalam waktu lima hingga sepuluh tahun ke depan.

 

Baca selengkapnya di sini

(https://doi.org/10.1057/s41599-024-03349-y)