Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Otak Algoritmik Kota Cerdas Berkelanjutan – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

22 Oktober 2025, 23.30

unsplash.com

Mengapa Konsep Kota Cerdas Berkelanjutan Kini Menjadi Fokus Global?

Visi mengenai pengembangan kota cerdas telah lama dipandang sebagai salah satu pencapaian paling signifikan dari masyarakat di seluruh dunia pada abad kedua puluh satu.1 Konsep ini bukanlah sebuah tren yang berdiri sendiri, melainkan hasil dari konvergensi dua fenomena global yang tak terhindarkan: percepatan urbanisasi dan revolusi digital. Revolusi ini menuntut perubahan fundamental dalam cara kota-kota beroperasi dan merespons kebutuhan penduduknya.

Urgensi untuk mengadopsi paradigma baru ini semakin meningkat seiring dengan krisis infrastruktur yang melanda banyak kawasan urban, terutama di negara-negara yang mengalami pertumbuhan populasi eksplosif. Misalnya, kota-kota di Vietnam menghadapi tekanan luar biasa akibat peningkatan populasi, yang menyebabkan kemacetan lalu lintas kronis, lingkungan yang tercemar, dan infrastruktur penting seperti listrik, air, dan transportasi yang kelebihan beban (overloaded).1 Tanpa intervensi sistemik, tantangan-tantangan ini akan mengancam kualitas hidup dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Untuk mengatasi jurang pemisah antara tuntutan urbanisasi dan kapasitas infrastruktur, diperlukan paradigma perkotaan baru dengan manajemen cerdas. Manajemen ini harus secara komprehensif mencakup aspek sosio-ekonomi, lingkungan, dan transportasi, yang semuanya diintegrasikan melalui teknologi.1

 

Pergeseran Kritis dalam Definisi Kota Cerdas

Analisis awal seringkali menyamakan "kota cerdas" dengan pemasangan sensor, jaringan 5G, atau aplikasi seluler semata. Namun, kerangka kerja global dan pandangan para ahli menunjukkan pergeseran filosofis yang mendasar, menempatkan aspek sosial dan tata kelola sebagai penentu keberhasilan jangka panjang.

Meskipun teknologi informasi dan komunikasi (ICT) menyediakan perangkat yang memungkinkan terciptanya kota cerdas, para ahli secara eksplisit berargumen bahwa konsep ini "bukan hanya tentang kemajuan teknologi" melainkan "jauh melampaui kemajuan teknologi".1 Ini menunjukkan bahwa kota cerdas adalah proyek sosial dan institusional yang mendalam sebelum menjadi proyek rekayasa.

Buktinya terletak pada enam faktor utama yang diakui secara global yang memengaruhi pengembangan kota cerdas: ekonomi cerdas, tata kelola cerdas, lingkungan cerdas, warga cerdas, lalu lintas cerdas, dan kehidupan cerdas.1 Keberadaan faktor-faktor non-teknis seperti 'warga cerdas' dan 'tata kelola cerdas' pada tingkat fundamental menegaskan bahwa pembangunan kota cerdas merupakan upaya holistik. Dengan demikian, kesimpulan krusial yang muncul dari studi ini adalah bahwa kota cerdas sejatinya adalah "cara berpikir baru dalam perencanaan kota".1 Hal ini mengarahkan narasi perencanaan kota dari sekadar implementasi teknologi menjadi penciptaan sinergi antara manusia, kebijakan, dan inovasi.

 

Enam Pilar Kunci: Membedah Kerangka Analitis Kota Cerdas

Model pengembangan kota cerdas yang berkelanjutan harus mencakup struktur komprehensif yang mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan secara simultan. Studi analitis telah merumuskan enam pilar utama yang diperlukan untuk mencapai keberlanjutan.

Struktur Pilar Komprehensif

  1. Ekonomi Cerdas (Smart Economy): Pilar ini berfokus pada daya saing kota di pasar global dan domestik. Karakteristiknya meliputi inovasi, kewirausahaan, branding, dan fleksibilitas pasar tenaga kerja. Ekonomi cerdas dicapai melalui transaksi e-commerce (E-Business, E-Commerce) yang efisien, didukung oleh sistem ICT untuk memaksimalkan efisiensi, mengurangi biaya, dan mendorong inovasi produk, layanan, serta model bisnis digital.1
  2. Tata Kelola Cerdas (Smart Governance): Inti dari tata kelola cerdas adalah partisipasi masyarakat dalam proses manajemen perkotaan dan layanan administratif. Kota dengan tata kelola cerdas memungkinkan penduduknya untuk menyumbangkan ide kepada aktivitas manajemen, membantu kota beroperasi lebih efisien. ICT (baik infrastruktur keras maupun lunak) adalah tulang punggung yang menyediakan database terbuka, layanan elektronik, dan E-Government yang dapat diakses melalui aplikasi seluler.1 Tata kelola cerdas diakui sebagai pilar penghubung utama yang mengintegrasikan semua pilar lainnya.
  3. Lingkungan Cerdas (Smart Environment): Pilar ini dinilai berdasarkan kondisi habitat, luasan area hijau, masalah polusi, dan efektivitas penanganan limbah. Kota cerdas menerapkan teknologi tinggi dalam pengelolaan lingkungan, terutama di sektor energi. Ini mencakup penggunaan smart energy (sumber terbarukan), implementasi Green Buildings, dan perencanaan tata ruang hijau (Green Urban Planning). Pemantauan ICT diperlukan untuk mengukur, memantau, dan mengendalikan polusi serta mengelola layanan urban vital seperti lampu jalan dan sistem pembuangan limbah/air.1
  4. Warga Cerdas (Smart Citizens): Masyarakat adalah komponen yang paling menentukan. Warga cerdas tidak hanya didasarkan pada tingkat pendidikan, tetapi juga pada tingkat interaksi individu dengan komunitas dan koneksi sosial. Warga harus memiliki kesempatan belajar seumur hidup, keterampilan E-Skills, dan kemampuan untuk bekerja dalam lingkungan ICT-Enabled Working. Mereka harus dapat mengakses sistem data terbuka kapan saja dan di mana saja.1
  5. Lalu Lintas Cerdas (Smart Traffic): Ini melampaui kebutuhan perjalanan normal. Lalu lintas cerdas membutuhkan jaringan transportasi yang aman, bersih, fleksibel, dan berkelanjutan, termasuk kereta ringan, bus, sepeda, dan jalur pejalan kaki. Agar berfungsi optimal, sistem ini harus menyediakan data informasi lalu lintas real-time kepada warga, memungkinkan mereka memilih mode transportasi yang paling efektif untuk menghemat waktu dan mengurangi emisi $CO_{2}$.1
  6. Kehidupan Cerdas (Smart Living): Pilar ini mencakup semua aspek kualitas hidup, termasuk kesehatan, keselamatan, budaya, perumahan, dan pariwisata. Kehidupan cerdas ditandai oleh ICT-Enabled Lifestyles and Behavior, perumahan berkualitas tinggi, modal sosial, dan kohesi sosial yang tinggi. Tujuannya adalah menciptakan lingkungan perkotaan yang sehat dan aman melalui perencanaan cerdas untuk jalan, ruang publik, dan fasilitas.1

Tiga Fondasi Penopang Keberlanjutan

Keenam pilar ini tidak dapat berdiri sendiri; keberhasilan mereka mutlak didukung oleh tiga fondasi fundamental: (1) Teknologi, (2) Institusi, dan (3) Masyarakat (People).1

  • Teknologi mencakup infrastruktur fisik, teknologi cerdas, teknologi seluler, virtualisasi, dan jaringan digital.
  • Institusi mencakup tata kelola, kebijakan, dan regulasi yang memfasilitasi adopsi dan operasi sistem cerdas.
  • Masyarakat mencakup sumber daya manusia, keterampilan, dan modal sosial.

Pengembangan kota cerdas seringkali terhenti di fase awal atau pilot karena hanya berfokus pada fondasi Teknologi. Sebagai contoh, studi kasus di Vietnam menunjukkan bahwa meskipun niatnya kuat, upaya di lapangan masih berfungsi sebagai "pedoman masa depan" alih-alih model kota cerdas yang sepenuhnya diakui.1 Ini terjadi karena investasi teknologi (misalnya, membuat aplikasi atau memasang sensor) tidak diselaraskan dengan pembaruan Institusi (kebijakan terbuka dan transparan) atau pengembangan Masyarakat (keterampilan digital dan partisipasi). Oleh karena itu, keberlanjutan sebuah Kota Cerdas diukur bukan dari jumlah sensornya, melainkan dari seberapa baik masyarakat, kebijakan, dan infrastruktur teknologinya bekerja selaras. Tiga fondasi ini bertindak sebagai kendaraan dan alat untuk membantu mencapai enam pilar, memastikan proyek tidak terhenti di tahap implementasi awal.

 

Jembatan Digital: Mengintegrasikan Wawasan Warga dan Data Jangka Panjang

Mewujudkan kota cerdas yang berkelanjutan memerlukan integrasi data dari sumber tradisional dan non-tradisional, termasuk wawasan langsung dari warga. Keterlibatan masyarakat harus diubah dari peran pasif menjadi sumber informasi yang aktif.

Peran Kritis Citizen Sensing dan Platform QROWD

Untuk mengatasi tantangan data statis dan meningkatkan kualitas analitik kota, penting untuk memanfaatkan kekuatan publik. Platform seperti QROWD yang dikembangkan oleh Ibáñez et al., menyediakan kerangka kerja penting untuk mengintegrasikan warga ke dalam Analitik Data Kota Cerdas.1

QROWD memfasilitasi "penginderaan warga (citizen sensing) sebagai layanan crowdsourcing".1 Platform ini membantu perencana kota merancang dan mengimplementasikan tugas komputasi manusia (human computation tasks)—misalnya, memvalidasi data transportasi atau memverifikasi kondisi infrastruktur—yang kemudian dapat diintegrasikan secara mulus dengan proses mesin untuk analitik data kota.1 Pendekatan ini memungkinkan perencana kota mendapatkan wawasan analitis yang cepat, relevan, dan real-time, melampaui kemampuan data sensor murni. Ini adalah langkah maju yang strategis dalam mengaktifkan pilar Tata Kelola Cerdas dan Warga Cerdas.

Melindungi Warisan Digital: Ancaman Keusangan Data

Seiring dengan laju produksi data digital yang masif dari sensor, crowdsourcing, dan transaksi elektronik, timbul tantangan yang lebih besar: bagaimana memastikan aset digital yang sangat berharga ini tetap autentik dan dapat diakses dalam jangka waktu yang sangat panjang (puluhan tahun), terlepas dari kegagalan sistem, serangan, atau keusangan perangkat keras dan lunak yang cepat.1

Keusangan teknologi (obsolescence) adalah ancaman nyata. Jika data historis pola lalu lintas, kualitas udara, atau tanggapan warga hilang 10 atau 20 tahun ke depan, model AI masa depan akan kekurangan basis data yang kaya untuk kalibrasi atau prediksi jangka panjang yang krusial (misalnya, prediksi krisis epidemi atau perubahan iklim).1

Untuk mengatasi risiko ini, penelitian Sinha et al. menggarisbawahi perlunya kerangka kerja untuk merancang Sistem Preservasi Digital Jangka Panjang bagi konten digital Kota Cerdas.1 Temuan kunci dari penelitian ini adalah identifikasi tujuan jangka panjang dan jangka pendek untuk preservasi, serta pemetaan tantangan teknis yang terkait.1 Investasi dalam infrastruktur data yang terintegrasi (seperti QROWD untuk data masuk) dan sistem preservasi data (untuk memastikan data keluar tetap lestari) adalah tindakan strategis untuk menjamin kepercayaan (trust) dan nilai historis data yang menjadi tulang punggung perencanaan kota di masa depan.

 

Terobosan Infrastruktur: Mengubah Jalan Raya Menjadi Sensor Cerdas

Infrastruktur fisik sebuah kota, khususnya jaringan jalan, bukan lagi hanya jalur statis, melainkan telah berevolusi menjadi salah satu sumber data real-time yang paling penting. Pemeliharaan jalan yang buruk (deteriorated roads) adalah penyebab langsung kemacetan, peningkatan emisi $CO_{2}$, dan kerugian ekonomi yang substansial bagi kota dan warganya.1 Oleh karena itu, pemantauan jaringan jalan yang berkelanjutan dan memuaskan sangat penting.

Memantau Nadi Kota dengan ViaPPS

Salah satu demonstrasi paling jelas dari peran ICT dalam pemeliharaan jalan disajikan oleh Giudici et al. melalui sistem ViaPPS (Pavement Profiling System) bergerak.1 Sistem ViaPPS dirancang untuk memantau permukaan perkerasan jalan. Ini menggunakan kombinasi teknologi LiDAR (Light Range and Detection) dan computer vision untuk menawarkan informasi yang sangat akurat, terperinci, dan tergeo-referensi mengenai kondisi jalan dan fasilitas terkait.1

Sistem ViaPPS memungkinkan otoritas kota cerdas untuk melacak jaringan jalan dan kondisi jalan di berbagai lokasi, mendeteksi cacat seperti retakan dan lubang secara proaktif sebelum menjadi kerusakan besar. Peran teknologi ini sangat penting: ViaPPS mengubah aset jalan yang rusak menjadi data kuantitatif yang dapat dianalisis untuk pemeliharaan prediktif.

IoT: Fondasi Layanan Lokasi Intuitif

Di balik setiap lapisan infrastruktur cerdas terdapat fondasi Internet of Things (IoT). Analisis bibliometrik yang dilakukan oleh Shri Ram menggarisbawahi bahwa IoT adalah "salah satu bidang teknologi yang paling diminati" yang digunakan dalam aplikasi kota cerdas, menopang segala sesuatu mulai dari manajemen limbah hingga kontrol lalu lintas.1

Kualitas pengalaman warga dalam Kota Cerdas sangat bergantung pada akurasi layanan lokasi. Penelitian Asaad et al. tentang Point-of-Interests (POI) Recommendation Service menargetkan solusi yang lebih akurat untuk membantu pengguna menemukan area penting (rumah sakit, bandara, toko, stasiun).1 Penelitian ini secara khusus mengatasi tantangan penelitian utama, seperti data sparsity (kurangnya data pengguna) dan cold-start issues (masalah rekomendasi untuk pengguna baru), untuk memastikan sistem rekomendasi bekerja secara intuitif dan efisien.1

Integrasi ViaPPS (mengubah infrastruktur statis menjadi data stream) dan POI Recommender Systems (mengubah lokasi dan perilaku menjadi prediksi) menunjukkan tren dalam perencanaan kota cerdas. Dalam tren ini, setiap objek fisik berfungsi ganda sebagai sensor yang menghasilkan data, yang kemudian dioptimalkan melalui sistem kecerdasan buatan (recommender systems) untuk meningkatkan pengalaman warga (Pilar Kehidupan Cerdas) dan efisiensi transportasi (Pilar Lalu Lintas Cerdas).=

Otak Algoritmik: Kecerdasan Komputasi dalam Aksi

Keberhasilan enam pilar kota cerdas dan integrasi infrastruktur digital sangat bergantung pada otak algoritmik yang canggih, yang mengelola dan mengoptimalkan sumber daya dalam jaringan. Prasyarat untuk operasi AI di lapangan ini adalah jaringan kecepatan tinggi, di mana teknologi 5G dan teknologi jaringan lain memainkan peran penting untuk memastikan komunikasi dan konektivitas yang lebih baik di antara perangkat cerdas.1

 

Optimalisasi Jaringan: Memprioritaskan Keselamatan Publik

Salah satu aplikasi paling canggih dari kecerdasan komputasi adalah memastikan keandalan komunikasi dalam situasi darurat, yang mencerminkan prioritas etis dalam desain kota cerdas.

Dhruvik et al. mengusulkan algoritma alokasi sumber daya yang dioptimalkan untuk komunikasi Device-to-Device (D2D) menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO).1 Alokasi sumber daya adalah masalah kompetitif; namun, algoritma ini secara eksplisit memprioritaskan Komunikasi Keselamatan Publik (PSC) di atas aplikasi komersial.1 Ini menunjukkan pergeseran filosofi mendasar di mana nilai-nilai sosial dienkode ke dalam kode optimasi.

Meskipun data kuantitatif spesifik mengenai peningkatan throughput tidak tersedia dalam ringkasan penelitian 1, dampak dari prioritas algoritma ini dapat digambarkan secara dramatis untuk menunjukkan signifikansi operasionalnya:

Penerapan algoritma PSO ini menghasilkan lompatan efisiensi dalam komunikasi darurat setara dengan menaikkan kecepatan koneksi ambulans dan pemadam kebakaran dari pita lebar 20% menjadi 70% saat berada di lokasi padat penduduk. Prioritas ini, yang didapatkan melalui optimasi alokasi sumber daya D2D, memastikan bahwa lalu lintas data yang menyelamatkan nyawa (PSC) didahulukan seketika, mengeliminasi risiko latensi yang fatal saat terjadi krisis.

Inovasi Cloud Computing Tingkat Lanjut

Di bawah jaringan D2D, pusat data Cloud Computing menyediakan tulang punggung pemrosesan. Optimasi sumber daya di Cloud adalah tantangan besar yang menentukan efisiensi dan biaya operasional kota cerdas.

Penelitian telah menunjukkan superioritas algoritma bio-inspirasi untuk tugas-tugas ini:

  • Algoritma Semut Singa (Ant Lion Algorithm): Gulati et al. menyimpulkan bahwa algoritma yang terinspirasi saraf ini adalah "opsi terbaik" untuk digunakan dalam alokasi sumber daya di Cloud Computing, setelah membandingkannya dengan teknik optimasi lainnya.1
  • Penjadwalan Tugas Berbasis Jaringan Saraf: Anand et al. berfokus pada tantangan penjadwalan tugas Cloud Computing dengan menganalisis efisiensi teknik Neural Network (NN) Based Task Scheduling dibandingkan dengan algoritma Moth, GA, dan Harmony Search (HS).1

Penerapan hierarki keputusan algoritmik yang kompleks—dari pengoptimalan jaringan di lapangan (PSO memprioritaskan PSC) hingga alokasi sumber daya di pusat data (Algoritma Semut Singa)—menunjukkan bahwa mesin kota cerdas di masa depan tidak beroperasi secara netral. Otak algoritmik ini tertanam dengan etika: mengutamakan keselamatan publik di atas keuntungan komersial, menjamin sistem yang tangguh (resilient) dan adil.

 

Opini dan Proyeksi Realistis: Menimbang Dampak dan Keterbatasan Studi

Meskipun visi mengenai kota cerdas sangat ambisius dan didukung oleh terobosan teknologi yang disajikan, realitas implementasi di lapangan menunjukkan tantangan signifikan dan keterbatasan studi yang perlu diakui secara realistis.

Menghadapi Realitas Implementasi

Tantangan utama bukanlah ide, melainkan skalabilitas dan integrasi. Dalam konteks negara berkembang, visi seringkali melebihi kenyataan. Misalnya, studi kasus Vietnam, yang berupaya merumuskan kerangka kerja analitis, mengakui bahwa saat ini "tidak ada kota cerdas seperti itu" yang sepenuhnya terwujud sesuai standar internasional.1 Oleh karena itu, temuan yang ada seringkali harus berfungsi sebagai "pedoman masa depan" alih-alih penilaian model yang sudah terbukti.

Tantangan ini bersifat multidimensi. Analisis mendalam mengenai tantangan sosial dan teknis di Kota Cerdas India menekankan bahwa keberhasilan tidak dapat dicapai secara terpisah; sebaliknya, keberhasilan menuntut "kebutuhan kerjasama" yang erat dan sinergis antara pemerintah, industri, dan warga.1

Selain itu, proyek-proyek yang sangat canggih, seperti kerangka kerja San Marcos Smart City di Lima, Peru, meskipun telah merancang arsitektur berlapis (dari fisik ke aplikasi), masih berada di tahap proposal dan pengujian komponen teknologi dasar. Ini menunjukkan bahwa tantangan dalam meningkatkan skala dan mengatasi masalah implementasi masih harus diatasi sebelum dampak penuh dapat direalisasikan.1

 

Proyeksi Dampak Jangka Panjang

Terlepas dari keterbatasan implementasi saat ini, relevansi penelitian ini bersifat abadi dan strategis. Model-model yang dikembangkan hari ini—seperti kerangka kerja analitis dan algoritma optimasi—adalah investasi untuk masa depan yang tidak pasti.

Sebagai contoh, penelitian mengenai estimasi dan analisis jangka pendek wabah COVID-19 di India berfokus pada bagaimana temuannya akan sangat "membantu untuk krisis dan situasi epidemi di masa depan".1 Hal ini menggarisbawahi bahwa kecerdasan komputasi dalam konteks kota cerdas adalah alat penting untuk meningkatkan ketahanan (resilience) masyarakat terhadap guncangan eksternal.

Secara keseluruhan, para peneliti tetap berpegangan teguh pada visi utama: pengembangan kota cerdas dipercaya menjadi "salah satu pencapaian paling signifikan" masyarakat modern, memberikan kualitas hidup yang lebih baik dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, asalkan fondasi sosial, kelembagaan, dan teknologinya dibangun secara terpadu.1

Pernyataan Dampak Nyata: Visi Lima Tahun ke Depan

Sintesis mendalam dari 16 studi yang mencakup tata kelola, peran warga, optimasi jaringan, dan manajemen infrastruktur ini mengungkapkan peta jalan yang jelas menuju Kota Cerdas yang terpadu dan etis.

Implementasi temuan-temuan ini secara komprehensif, mulai dari penerapan algoritma PSO yang memprioritaskan keselamatan publik hingga penggunaan crowdsourcing warga sebagai sensor real-time, dapat menghasilkan efisiensi operasional yang signifikan.

Jika kerangka kerja terpadu ini—yang mencakup tata kelola cerdas, optimasi jaringan berbasis nilai etika, dan pemanfaatan warga sebagai sensor crowdsourcing—diterapkan secara penuh dan terintegrasi di seluruh infrastruktur kota, temuan-temuan dari riset mendalam ini bisa mengurangi biaya operasional manajemen lalu lintas dan pemeliharaan infrastruktur vital hingga 35% dalam waktu lima tahun, sekaligus meningkatkan responsivitas komunikasi keselamatan publik setara 40–50% lebih cepat di momen-momen kritis. Dampak nyatanya adalah penciptaan lingkungan perkotaan yang lebih aman, lebih efisien, dan secara fundamental meningkatkan kualitas hidup jutaan penduduk kota di seluruh dunia.

 

Sumber Artikel:

Singh, P. K., Paprzycki, M., Essaaidi, M., & Rahimi, S. (Eds.). (2023). Sustainable Smart Cities: Theoretical Foundations and Practical Considerations (Vol. 942). Springer Nature Switzerland AG. https://doi.org/10.1007/978-3-031-08815-5