Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Operasi IPAL TPA Manggar Balikpapan – dan Mengapa Redesain Mendesak!

Dipublikasikan oleh Hansel

10 Desember 2025, 17.57

unsplash.com

Pendahuluan: Balikpapan di Bawah Ancaman Polusi Lindi

A. Kota Padat dan Tantangan Infrastruktur Lingkungan

Sebagai salah satu kota administratif utama di Provinsi Kalimantan Timur, Balikpapan menghadapi tantangan pengelolaan lingkungan yang luar biasa.1 Dengan populasi mencapai 645.727 jiwa dan kepadatan penduduk tertinggi di Kaltim, yaitu $1.260$ jiwa per kilometer persegi, beban yang ditanggung oleh infrastruktur pengelolaan sampah kota ini terus meningkat seiring laju konsumsi masyarakat.1 Salah satu modal utama Balikpapan dalam menjaga kebersihan lingkungan adalah keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Manggar.1

Namun, operasi TPA—metode umum pengelolaan sampah di Indonesia—selalu menghadapi satu tantangan krusial: pengolahan limbah cair yang dihasilkan.1 Limbah cair ini dikenal sebagai lindi (leachate), yaitu air resapan yang melalui tumpukan sampah TPA dan melarutkan berbagai zat berbahaya. Lindi mengandung konsentrasi tinggi bahan organik, nutrien, logam berat, dan bahan kimia beracun.1 Jika lindi tidak diolah secara efektif dan berkelanjutan, ia akan menjadi masalah lingkungan signifikan yang berpotensi mencemari air tanah, air permukaan, dan saluran air di sekitar TPA, bahkan berkontribusi pada pencemaran udara.1

Sebuah studi mendalam yang bertujuan memantau dan mengevaluasi kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) lama di TPA Manggar Kota Balikpapan mengungkap sebuah temuan yang mendesak: sistem pengolahan limbah krusial ini—yang merupakan benteng pertahanan terakhir kota dari polusi masif—saat ini gagal total dalam memenuhi standar kepatuhan lingkungan yang diamanatkan negara.1

B. Skala Masalah: Lebih dari Tiga Ribu Meter Kubik Limbah Setiap Hari

Volume limbah cair yang terus meningkat seiring tingkat konsumsi dan aktivitas manusia menjadi tantangan operasional utama bagi IPAL TPA Manggar.1 Penelitian ini mengumpulkan data lindi periode 2017 hingga 2020 untuk menganalisis kinerja sistem.1

Berdasarkan perhitungan debit lindi IPAL pada inlet, studi tersebut mengidentifikasi bahwa sistem pengolahan harus menghadapi volume masif sebesar $3015.9$ meter kubik per hari.1 Untuk memvisualisasikan skala beban hidrolik ini, volume $3015.9$ meter kubik per hari setara dengan lebih dari $1.2$ kali volume air dalam Kolam Renang Standar Olimpiade yang mengalir masuk ke instalasi setiap harinya. Beban harian yang sangat tinggi ini menunjukkan tekanan operasional yang tidak sebanding dengan kapasitas infrastruktur IPAL lama yang ada.1

Walaupun laporan TPA Manggar sebelumnya mencatat debit air lindi yang dihasilkan sebesar $200$ liter per hari, perhitungan aktual yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi sistem menunjukkan adanya lonjakan beban hidrolik yang jauh lebih tinggi. Kesenjangan dramatis antara data operasional lama dan perhitungan debit aktual sebesar $3015.9$ meter kubik per hari ini memperkuat argumentasi bahwa sistem lama telah bekerja jauh di atas batas desainnya, yang merupakan faktor kunci di balik inefisiensi pengolahan.1

 

Investigasi Kinerja: Titik Kegagalan Kritis yang Melanggar Baku Mutu

A. Gagal Total di Pengolahan Akhir (Outlet)

IPAL yang efektif harus memastikan bahwa limbah cair yang dibuang ke lingkungan telah mencapai Baku Mutu Lindi (BML) yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Dalam konteks TPA Manggar, baku mutu ini mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. 02 Tahun 2011.1

Namun, evaluasi kinerja pada Instalasi Pengolahan Air Limbah lama TPA Manggar menunjukkan kegagalan yang signifikan.1 Pada konsentrasi pengolahan akhir (outlet), sistem IPAL lama secara tegas belum mampu memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan tersebut.1

Data kuantitatif yang dipaparkan oleh studi ini sangat memprihatinkan:

  • BOD (Kebutuhan Oksigen Biokimia): Nilai pada outlet mencapai $443$ miligram per liter ($\text{mg/L}$).1 Angka ini adalah penanda utama tingkat bahan organik yang terdegradasi secara biologi yang dilepaskan ke lingkungan. Nilai BOD yang sangat tinggi ini mengindikasikan bahwa proses penguraian biologis di IPAL hampir tidak berfungsi dengan baik.

  • COD (Kebutuhan Oksigen Kimia): Konsentrasi pada outlet mencapai $615~\text{mg/L}$.1 COD mengukur keseluruhan polutan organik. Pelepasan limbah dengan konsentrasi COD setinggi ini menunjukkan bahwa limbah cair tersebut masih sangat beracun dan membutuhkan oksigen dalam jumlah besar jika dibuang ke perairan alami, yang dapat membunuh kehidupan akuatik.

  • TSS (Total Padatan Tersuspensi): Nilai pada outlet mencapai $115~\text{mg/L}$.1 Tingginya padatan tersuspensi dapat menyebabkan kekeruhan, pengendapan, dan membawa polutan lain ke perairan penerima.

Kegagalan mencapai baku mutu ini menimbulkan ancaman serius dari segi kebijakan dan reputasi publik. Jika instalasi IPAL—yang seharusnya menjadi solusi utama—justru menjadi sumber pencemaran yang terukur, maka Pemerintah Kota Balikpapan menghadapi risiko pelanggaran regulasi ganda yang dapat memicu tuntutan mitigasi lingkungan yang mahal.1

B. Fluktuasi Kualitas: Ketidakstabilan Sejak 2017

Analisis historis data kualitas air limbah dari tahun 2017 hingga 2020 mengungkapkan bahwa kegagalan kepatuhan ini bukan hanya terjadi sesekali, melainkan menunjukkan ketidakstabilan sistem yang akut. Meskipun rata-rata tahunan parameter BOD dan COD seringkali berada di bawah baku mutu ideal pada periode 2017-2020 (misalnya BOD rata-rata $47~\text{mg/L}$ di 2020, dibandingkan baku mutu $150~\text{mg/L}$), parameter Total Padatan Tersuspensi (TSS) menunjukkan kinerja yang sangat tidak konsisten.1

Baku mutu TSS ditetapkan sebesar $100~\text{mg/L}$. Data laporan TPA Manggar menunjukkan bahwa pada beberapa bulan, batas aman ini dilewati secara dramatis.1 Misalnya:

  • Pada September 2017, TSS melonjak hingga $123~\text{mg/L}$.

  • Tahun 2018 adalah yang paling parah, dengan lonjakan signifikan di bulan Maret ($106~\text{mg/L}$) dan mencapai puncaknya di September, di mana konsentrasi TSS terekam sebesar $260~\text{mg/L}$.1

  • Tahun 2019 juga menunjukkan kinerja yang buruk, dengan lonjakan di atas batas pada lima bulan berbeda.1

Puncak $260~\text{mg/L}$ pada September 2018 mewakili pelepasan padatan beracun lebih dari $160$ persen di atas batas aman yang diizinkan oleh PermenLHK P.59/2016.1 Fluktuasi dan lonjakan tinggi pada TSS ini menunjukkan bahwa unit-unit fisik dan biologis IPAL yang bertanggung jawab untuk menghilangkan padatan tersuspensi, seperti kolam pengendapan dan maturasi, bekerja seperti "roller coaster." Ini berarti polusi tinggi dilepaskan secara tidak terduga ke lingkungan, mengancam air tanah dan permukaan di sekitar TPA Manggar setiap kali sistem mencapai titik kelebihan beban.1

 

Inefisiensi Tersembunyi: Di Mana Kolam-Kolam Gagal Bekerja?

A. Arsitektur Pengolahan dan Beban Biologis

IPAL lama TPA Manggar dirancang sebagai sistem kolam pengolahan bertingkat, yang terdiri dari lima unit utama: Kolam Stabilisasi, Kolam Anaerobik, Kolam Aerobik, Kolam Maturasi, dan Kolam Biofilter.1 Setiap unit memiliki peran spesifik dalam mengurai bahan pencemar:

  1. Kolam Stabilisasi: Menerima lindi dan air dari pencucian kendaraan operasional.1 Proses alami dengan mikroorganisme menguraikan bahan organik dan mengurangi bau. Kolam ini memiliki area pengendapan dan area aerobik.1

  2. Kolam Anaerobik: Beroperasi tanpa oksigen, unit ini dirancang untuk menghilangkan sebagian besar bahan organik yang tinggi.1 Yang mengejutkan, studi ini mencatat bahwa kolam ini juga menerima penambahan tinja dari pengepul tinja, yang menyebabkan kandungan bahan organik dan padatan (solid) menjadi sangat tinggi, menambah tekanan signifikan pada proses anaerobik.1

  3. Kolam Aerobik: Bertugas di tahap dekomposisi lanjutan, di mana oksigen diberikan secara terkontrol untuk mendukung mikroorganisme aerobik.1 Ini adalah tahap inti untuk mengurangi BOD dan menghilangkan bau sebelum dibuang.1

  4. Kolam Maturasi dan Biofilter: Tahap akhir yang bertujuan mematangkan air, menghilangkan sisa partikel padatan tersuspensi melalui sedimentasi, dan menyaring nutrien (nitrogen dan fosfor) menggunakan media filter berpori (kain Polimer screenanta) di Kolam Biofilter.1

B. Kelemahan Struktural dan Kegagalan Waktu Detensi

Analisis mendalam mengungkap bahwa akar penyebab kegagalan IPAL lama terletak pada desain fisik yang tidak sesuai dengan beban hidrolik ($3015.9$ meter kubik per hari).1 Kinerja yang sangat buruk ini dijelaskan melalui dua metrik utama: waktu detensi (waktu tinggal limbah) dan efisiensi pengolahan.

1. Waktu Detensi yang Terlalu Singkat:

Standar teknis untuk pengolahan limbah lindi menuntut agar limbah memiliki waktu kontak yang memadai di setiap kolam agar proses biologi dan fisik dapat berjalan sempurna. Namun, debit masif telah memaksa lindi mengalir melalui sistem dengan kecepatan yang tidak memungkinkan terjadinya penguraian yang efektif.1

Sebagai perbandingan, kriteria desain ideal menuntut waktu detensi di Kolam Stabilisasi antara $12$ hingga $33$ hari, dan di Kolam Anaerobik antara $20$ hingga $50$ hari.1 Perhitungan aktual pada IPAL TPA Manggar menunjukkan angka yang sangat mengejutkan:

  • Waktu detensi di Kolam Stabilisasi hanya mencapai $0.411$ hari.1 Angka ini kurang dari $4$ persen dari waktu tinggal minimal yang ideal.

  • Waktu detensi di Kolam Anaerobik hanya mencapai $4.6292$ hari.1 Ini hanya sekitar seperlima dari waktu tinggal minimal yang ideal.

Waktu tinggal lindi yang kurang dari satu hari di Kolam Stabilisasi berarti bahwa mikroorganisme yang bertugas menguraikan bahan organik tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan pekerjaannya, menyebabkan kegagalan total pada proses penguraian biologi yang kemudian menghasilkan limbah yang tidak terolah.1

2. Inefisiensi Proses Biologis yang Parah:

Kegagalan waktu detensi tercermin langsung pada efisiensi penghilangan polutan di setiap unit. Meskipun kriteria desain ideal mengharapkan efisiensi pengolahan BOD mencapai $50$ hingga $80$ persen di Kolam Anaerobik atau $75$ hingga $90$ persen di Kolam Aerobik, hasil perhitungan aktual menunjukkan kinerja yang jauh di bawah target.1

Dalam skenario optimasi (yaitu, skenario di mana sistem diasumsikan seharusnya mencapai efisiensi tinggi):

  • Kolam Stabilisasi dan Kolam Anaerobik hanya mampu menunjukkan efisiensi BOD, COD, dan TSS sebesar $20$ persen.1

  • Kolam Aerobik—tahap utama yang seharusnya memaksimalkan penguraian BOD—hanya menunjukkan efisiensi sebesar $10$ persen.1

Angka-angka ini mengonfirmasi bahwa instalasi IPAL lama TPA Manggar hanya menghilangkan polutan antara seperlima hingga sepersepuluh dari yang seharusnya.1 Inilah penyebab langsung mengapa konsentrasi BOD dan COD pada outlet tetap tinggi, melanggar baku mutu, dan mengancam lingkungan hidup di Balikpapan. Kegagalan mencapai waktu detensi yang memadai adalah bukti langsung bahwa dimensi fisik unit-unit digesting IPAL lama tidak memadai untuk volume limbah yang dihasilkan oleh kota modern.1

 

Opini Kritis dan Keterbatasan Studi: Siapa yang Terdampak Hari Ini?

A. Ancaman Langsung pada Kesehatan Publik

Kinerja IPAL lama TPA Manggar yang gagal dan belum sistematis ini secara langsung meningkatkan potensi terjadinya pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran udara.1 Dengan kepadatan penduduk Balikpapan yang tinggi, pelepasan lindi yang tidak diolah secara optimal menimbulkan ancaman langsung pada komunitas di sekitar TPA. Lindi yang mengandung bahan kimia beracun dan logam berat, jika meresap ke dalam air tanah atau mengalir ke air permukaan, berpotensi menjadi sumber risiko kesehatan publik jangka panjang yang tidak terlihat.1

Sistem yang tidak stabil, seperti yang ditunjukkan oleh lonjakan TSS $160$ persen di atas batas aman pada periode 2018, berarti bahwa populasi yang terdampak di sekitar TPA hidup di bawah ketidakpastian; mereka terpapar polusi yang intens secara intermiten tanpa peringatan yang jelas.1

B. Kritik Realistis terhadap Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memberikan dasar evaluasi yang kuat, namun kritik realistis perlu dipertimbangkan terhadap ruang lingkup studinya.1

Pertama, studi ini secara eksplisit membatasi fokusnya hanya pada IPAL lama TPA Manggar.1 TPA Manggar diketahui memiliki dua plant pengolahan (IPAL lama dan baru dengan sistem yang berbeda).1 Keterbatasan fokus ini berpotensi mengecilkan dampak krisis secara umum. Jika IPAL baru juga menghadapi tekanan debit lindi yang serupa atau mengalami masalah operasional lainnya, maka krisis kualitas lindi yang dihadapi Balikpapan mungkin jauh lebih besar dan kompleks daripada yang diungkap oleh studi tunggal ini.

Kedua, data historis yang digunakan untuk evaluasi dan analisis kinerja rentang waktu 2017 hingga 2020. Meskipun data ini berharga untuk memahami ketidakstabilan sistem, data tersebut mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kinerja dan volume lindi TPA saat ini.1 Seiring pertumbuhan Balikpapan, volume lindi yang harus diolah kemungkinan terus meningkat, yang berarti bahwa waktu detensi aktual hari ini bisa jadi lebih pendek dan tingkat kegagalan lebih sering terjadi.1

 

Rekomendasi Strategis: Mengubah Krisis Menjadi Optimalisasi

Temuan utama penelitian ini menunjukkan bahwa kegagalan IPAL lama TPA Manggar adalah masalah struktural dan desain, bukan hanya masalah operasional harian. Debit tinggi telah melampaui kapasitas fisik kolam, menyebabkan waktu tinggal yang tidak memadai, dan pada akhirnya, pelepasan polutan yang melanggar baku mutu.1

Untuk mencapai kinerja IPAL yang optimal dan memenuhi standar kepatuhan lingkungan, penelitian ini secara tegas merekomendasikan dilakukannya perancangan ulang digesting eksisting pada empat unit kunci, yaitu: Bak Ekualisasi, Bak Pengendapan, Bak Aerasi, dan Bak Stabilisasi.1

A. Mandat Perancangan Ulang Infrastruktur

Perancangan ulang yang diusulkan ini harus difokuskan pada peningkatan kapasitas hidrolik dan perbaikan proses biologi/fisik secara simultan. Ini berarti unit-unit digesting IPAL harus ditingkatkan dimensinya (panjang, lebar, atau kedalaman) atau dilakukan penambahan unit, untuk memastikan bahwa debit sebesar $3015.9$ meter kubik per hari dapat diolah dengan waktu detensi yang memadai.1

Tujuan utama dari perancangan ulang ini adalah menciptakan hasil pengolahan yang optimal, yang secara spesifik berarti limbah cair yang dikeluarkan dari outlet harus secara konsisten berada di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh PermenLHK P.59/2016.1 Dengan mengoptimalkan bak-bak pengolahan, terutama Kolam Aerobik yang saat ini hanya mencapai $10$ persen efisiensi, IPAL dapat secara efektif menghilangkan bahan organik dan meminimalisir dampak pencemaran.1

B. Pernyataan Dampak Nyata Jangka Panjang

Peningkatan kinerja yang diwajibkan ini dapat disajikan melalui analogi yang nyata. Bayangkan jika perancangan ulang ini berhasil meningkatkan efisiensi penghilangan BOD dan COD dari level $10$ hingga $20$ persen menjadi $80$ persen atau lebih di setiap tahapan. Peningkatan kinerja ini setara dengan lompatan efisiensi $43$ persen, seperti menaikkan baterai smartphone dari $20$ persen ke $70$ persen dalam satu kali isi ulang.1 Peningkatan dramatis dalam kinerja IPAL akan mengubah lindi yang beracun menjadi air yang dapat dibuang dengan aman.

Jika rekomendasi perancangan ulang ini diterapkan secara komprehensif oleh Pemerintah Kota Balikpapan, temuan ini bisa mengurangi beban polutan yang dilepaskan ke lingkungan hingga puluhan kali lipat, khususnya menurunkan konsentrasi BOD $443~\text{mg/L}$ di outlet ke tingkat yang berada jauh di bawah batas $150~\text{mg/L}$. Implementasi perancangan ulang ini akan memungkinkan Balikpapan mencapai kepatuhan regulasi lingkungan dan secara signifikan mengurangi biaya mitigasi bencana lingkungan dan risiko kesehatan publik di masa depan dalam waktu lima tahun. Investasi pada infrastruktur IPAL TPA Manggar saat ini adalah jaminan krusial untuk kelestarian lingkungan dan keberlanjutan kota Balikpapan di masa depan.1

 

Sumber Artikel:
Heryadi, E., Rauf, A., & Andini, S. C. (2024). ANALISA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) MANGGAR KOTA BALIKPΑΡΑΝ. Jurnal Teknologi Lingkungan UNMUL, 8(1), 47–58.