Pendahuluan: Di Balik Peningkatan Sengketa yang Mengejutkan
Di sektor konstruksi Inggris, di mana proyek-proyek bernilai jutaan hingga miliaran pound sterling menjadi tulang punggung ekonomi, penyelesaian sengketa yang cepat dan efisien bukanlah sekadar kemewahan, melainkan sebuah keharusan. Adjudikasi konstruksi, sebuah mekanisme yang diamanatkan undang-undang untuk menjaga arus kas tetap mengalir, telah lama menjadi pilar vital dalam industri ini. Namun, laporan terbaru dari King's College London, "2024 Construction Adjudication in the United Kingdom: Tracing trends and guiding reform," menyajikan sebuah paradoks yang mengejutkan. Data empiris paling komprehensif yang pernah dikumpulkan menunjukkan bahwa jumlah sengketa yang diajukan ke adjudikasi telah mencapai rekor tertinggi dalam sejarah.
Secara intuitif, lonjakan sengketa mungkin tampak sebagai pertanda buruk bagi kesehatan industri. Namun, laporan ini justru menyajikan narasi yang berlawanan. Ini adalah sebuah jendela unik ke dalam dinamika industri konstruksi Inggris, di mana lonjakan kasus justru dapat diinterpretasikan sebagai bukti kuat dari efektivitas, vitalitas, dan kepercayaan yang terus tumbuh pada sistem adjudikasi. Laporan ini mengungkap cerita di balik data, membahas tren-tren penting, fenomena biaya dan keragaman, serta mengarahkan kita pada sebuah pemahaman yang lebih dalam tentang mengapa sistem ini menjadi solusi yang begitu dominan.
Lonjakan Kasus Adjudikasi: Sebuah Tanda Keberhasilan, Bukan Kegagalan
- Peningkatan ke Rekor Tertinggi
Laporan ini menyajikan fakta yang mencolok: jumlah rujukan adjudikasi yang diterima oleh Adjudicator Nominating Bodies (ANB) yang berpartisipasi mencapai angka tertinggi dalam sejarah, yaitu 2.264 kasus, pada periode Mei 2023 hingga April 2024. Angka ini mewakili lonjakan sebesar 9% dari tahun sebelumnya.1 Ini adalah puncak dari tren yang terus naik selama lebih dari satu dekade, menunjukkan bahwa adjudikasi telah mengukuhkan posisinya sebagai mekanisme penyelesaian sengketa pilihan utama di Inggris.
Untuk memberikan konteks, angka 2.264 rujukan adjudikasi jauh melampaui jumlah klaim yang diajukan di pengadilan khusus konstruksi (Technology and Construction Court/TCC) yang hanya menerima 467 klaim antara Oktober 2022 hingga September 2023. Angka ini bahkan lebih tinggi dari total 1.352 klaim yang diterima oleh semua subdivisi Pengadilan Komersial Inggris dalam periode yang sama.1 Perbandingan ini secara jelas menunjukkan dominasi adjudikasi sebagai jalur penyelesaian sengketa.
Sejak diberlakukannya undang-undang adjudikasi pada tahun 1998, tren rujukan kasus menunjukkan pola perkembangan yang dinamis selama lebih dari dua dekade. Pada tahun pertama (Mei 1998–April 1999), tercatat sebanyak 187 rujukan. Jumlah ini melonjak drastis pada tahun kedua menjadi 1.309 rujukan, yang merepresentasikan peningkatan sebesar 600%. Tren pertumbuhan masih berlanjut pada tahun ketiga dengan 1.999 rujukan atau naik 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Memasuki tahun keempat, pertumbuhan melambat menjadi hanya 1% dengan total 2.027 rujukan, kemudian mengalami penurunan berturut-turut pada tahun kelima hingga kedelapan, dengan angka penurunan terbesar mencapai –15% pada tahun 2005–2006.
Meskipun sempat meningkat kembali sebesar 5% pada tahun kesembilan (2006–2007), tren rujukan kembali mengalami fluktuasi pada periode berikutnya. Tahun ke-11 (2008–2009) mencatat peningkatan 21%, namun segera diikuti penurunan signifikan pada tahun ke-13 (2010–2011) sebesar –31%. Setelah itu, jumlah rujukan berangsur pulih dengan pertumbuhan positif, seperti pada tahun ke-15 (2012–2013) yang mencatat kenaikan 24% dan tahun ke-17 (2014–2015) dengan kenaikan 12%.
Dalam periode lebih baru, yakni tahun ke-20 hingga ke-26 (2017–2024), jumlah rujukan konsisten berada di atas 1.500 kasus per tahun, dengan tren pertumbuhan yang relatif stabil. Pertumbuhan tertinggi dalam periode ini tercatat pada tahun ke-23 (2020–2021) sebesar 12% dengan total 2.171 rujukan. Pada akhir periode pengamatan, yakni tahun ke-26 (2023–2024), jumlah rujukan mencapai 2.264 dengan tingkat pertumbuhan 9% dibandingkan tahun sebelumnya. Data ini menunjukkan bahwa meskipun tren rujukan adjudikasi mengalami fluktuasi, secara keseluruhan terjadi peningkatan signifikan dibandingkan dengan awal penerapan undang-undang, menandakan keberlanjutan peran adjudikasi dalam penyelesaian sengketa konstruksi di Inggris.
- Inovasi Menanggapi Pasar: Munculnya Jalur "Low-Value"
Laporan ini juga menyoroti bagaimana adjudikasi telah beradaptasi secara dinamis terhadap tuntutan pasar. Salah satu temuan penting adalah lonjakan signifikan dalam "adjudikasi bernilai rendah" (klaim di bawah £125.000), yang turut menyumbang rekor rujukan.1 Proses ini kini menyumbang 51% dari total rujukan yang diterima oleh The Chartered Institute of Arbitrators (CIArb) dan 35% dari rujukan The Institution of Civil Engineers (ICE).1
Pertumbuhan ini adalah respons langsung terhadap kritik yang sebelumnya muncul dalam laporan tahun 2022, di mana biaya dan kompleksitas prosedur adjudikasi dianggap tidak cocok untuk sengketa yang lebih kecil.1 Namun, alih-alih menunggu regulasi pemerintah, ANB telah berinovasi. Mereka menciptakan prosedur khusus yang lebih cepat dan lebih murah, membuktikan fleksibilitas sistem yang digerakkan oleh pasar. Adopsi masif oleh ANB besar ini berarti adjudikasi kini lebih mudah diakses oleh kontraktor dan subkontraktor kecil, memastikan arus kas yang lebih lancar di seluruh rantai pasokan. Hal ini secara langsung sejalan dengan kebijakan utama di balik Undang-Undang Konstruksi, yaitu menjaga aliran dana dalam industri. Fleksibilitas ini telah mengubah adjudikasi menjadi solusi yang lebih inklusif dan demokratis bagi semua pihak, besar maupun kecil.
Kisah di Balik Data: Mengapa Sengketa Terjadi?
Laporan ini tidak hanya fokus pada statistik, tetapi juga mencoba memahami akar penyebab sengketa yang terjadi. Mengutip Hon Mr Justice David Waksman, laporan ini sangat berharga karena "memungkinkan kita untuk mendapatkan wawasan nyata tentang bagaimana adjudikasi bekerja dalam praktik" dengan mengidentifikasi penyebab-penyebab mendasar di balik sengketa, bukan sekadar terminologi hukum.1 Data survei menunjukkan bahwa penyebab utama sengketa yang diajukan ke adjudikasi adalah:
- Administrasi kontrak yang tidak memadai: Diidentifikasi oleh 50% responden.1
- Kurangnya kompetensi dari para partisipan proyek: Dinyatakan oleh 42% responden.1
- Klaim yang berlebihan dan perubahan yang dibuat oleh klien: Masing-masing diidentifikasi oleh 30% responden.1
Fenomena yang paling mencolok adalah dominasi klaim "smash-and-grab" atau klaim pembayaran teknis, yang merupakan kategori sengketa paling umum. Kategori ini dipilih oleh 63% responden, jauh melampaui klaim "true value" (nilai sebenarnya) yang berada di angka 38%.1 Seorang konsultan yang berpartisipasi dalam survei memberikan pandangan kualitatif yang menjelaskan fenomena ini: "Alasan kurangnya administrasi kontrak adalah bahwa rantai pasokan takut untuk menyajikan pemberitahuan kontrak yang tepat atau mengelola efek perubahan dengan cepat karena mereka takut merusak hubungan dan kehilangan pekerjaan.".1
Tingginya angka klaim "smash-and-grab" mencerminkan lebih dari sekadar ketidakpatuhan prosedural; ini sering kali merupakan konsekuensi dari sebuah strategi bisnis yang rapuh. Banyak pihak, terutama di tingkat subkontraktor, menahan diri untuk mengeluarkan pemberitahuan yang tepat waktu karena takut merusak hubungan dengan klien atau kontraktor utama. Ketika pembayaran yang dinanti-nanti tidak kunjung tiba, mereka terpaksa menggunakan adjudikasi sebagai alat "smash-and-grab" untuk menuntut pembayaran yang seharusnya mereka terima sesuai prosedur kontrak. Hal ini menciptakan sebuah siklus yang destruktif, di mana keengganan untuk bersikap formal di awal justru menciptakan sengketa hukum yang mahal di akhir. Data ini memperkuat kebutuhan mendesak untuk perubahan budaya dalam industri—dari prioritas hubungan jangka pendek yang ambigu menjadi kepatuhan prosedural yang ketat dan terbuka.
Kecepatan Kilat dan Kekuatan Hukum: Bukti Efektivitas Adjudikasi
- Durasi yang Efisien dan Prediktif
Salah satu alasan utama di balik popularitas adjudikasi adalah kecepatannya. Laporan ini menunjukkan bahwa 48% dari responden menyatakan bahwa adjudikasi biasanya selesai dalam 29 hingga 42 hari sejak diterimanya rujukan.1 Ini adalah periode yang luar biasa singkat dibandingkan dengan litigasi di pengadilan. Kecepatan ini sangat penting untuk menjaga arus kas tetap lancar. Dalam banyak kasus, adjudikasi yang cepat dan prediktif adalah kunci untuk menjaga kelangsungan hidup bisnis.
Meski demikian, laporan ini juga menyoroti adanya beberapa tantangan. Perilaku pihak yang bersengketa menjadi faktor yang memperlama proses dalam 24% kasus. Namun, dengan kompleksitas kasus yang diidentifikasi sebagai faktor utama yang memengaruhi durasi, fakta bahwa adjudikator berhasil menyelesaikan sebagian besar sengketa dalam waktu yang terbatas adalah "penghargaan untuk para adjudikator," seperti yang dinyatakan oleh Mr Justice Waksman.1
- Penegakan Keputusan yang Kuat
Kredibilitas adjudikasi sangat bergantung pada kemampuannya untuk menegakkan keputusan. Laporan ini memberikan gambaran yang sangat meyakinkan dalam hal ini. Tingkat kepatuhan para pihak terhadap keputusan adjudikator sangat tinggi. Sebanyak 52% responden menyatakan bahwa tidak satu pun sengketa yang mereka tangani dirujuk ke litigasi atau arbitrase setelah adjudikasi.1 Hal ini menunjukkan bahwa begitu sebuah keputusan dibuat, para pihak cenderung mematuhinya.
Bahkan ketika keputusan tersebut ditantang di pengadilan, tingkat penegakannya tetap sangat kuat. Analisis terhadap 219 kasus yang dilaporkan di TCC sejak 2011 menunjukkan bahwa pengadilan secara penuh menegakkan 77% dari keputusan adjudikasi.1 Di sisi lain, TCC menolak penegakan sepenuhnya dalam 20% kasus dan menolak sebagian dalam 3% kasus. Hal ini bukan tanda kegagalan sistem, melainkan bukti bahwa kerangka hukumnya terus berkembang dan menyesuaikan diri. Alasan penolakan penegakan yang paling umum adalah "kurangnya yurisdiksi" (15%) dan "pelanggaran keadilan alami" (10%).1 Kasus-kasus penting seperti
Henry Construction dan Lidl menunjukkan bahwa pengadilan secara aktif memperjelas batasan-batasan ini, memastikan bahwa adjudikasi tetap berada dalam batasan hukum yang kuat dan tidak menjadi "kotak hitam" yang tidak dapat dipertanyakan. Interaksi antara adjudikasi dan pengadilan bukanlah konfrontasi, melainkan simbiosis yang saling menguatkan.
Sebuah Industri di Persimpangan Jalan: Tantangan Keragaman dan Biaya
- Tantangan Keragaman yang Persisten
Meskipun sistem adjudikasi berkembang pesat, laporan ini juga menyajikan data yang memprihatinkan terkait keragaman. Statistik menunjukkan bahwa wanita hanya menyumbang 8,9% dari total adjudikator di panel ANB yang menyimpan catatan.1 Angka ini adalah refleksi dari masalah yang lebih besar di industri konstruksi secara keseluruhan.
Menanggapi hal ini, upaya telah dilakukan. Tujuh dari 10 ANB yang berpartisipasi telah menandatangani "The Equal Representation in Adjudication Pledge" yang dipublikasikan oleh The Adjudication Society.1 Selain itu, 80% dari responden individu menyatakan bahwa mereka menyadari adanya janji ini.1 Namun, laporan juga mencatat "sedikit skeptisisme" di antara peserta survei terkait upaya-upaya ini, dan Ketua The Adjudication Society, Susan Francombe, mengklarifikasi bahwa janji tersebut tidak dimaksudkan untuk memberlakukan kuota, melainkan untuk mendorong representasi yang lebih seimbang.1
Kesenjangan antara niat baik dan hasil yang ada menunjukkan adanya hambatan sistemik. Laporan ini menyoroti dua hambatan utama. Pertama, kurangnya transparansi data: enam dari sepuluh ANB tidak menerbitkan komposisi panel mereka secara daring, mempersulit pemantauan keragaman.1 Kedua, masalah ketersediaan: RICS mengamati bahwa banyak wanita yang diundang menolak penunjukan karena alasan beban kerja, menunjukkan bahwa masalahnya lebih dari sekadar "membuat panel yang beragam," melainkan juga "menciptakan jalur karier yang menarik dan berkelanjutan" bagi para profesional wanita di bidang ini.1 Upaya keragaman harus bergeser dari sekadar "mengajak bergabung" menjadi "mengatasi hambatan sistemik" seperti kurangnya transparansi dan tuntutan beban kerja yang tidak seimbang.
- Biaya dan Efisiensi: Sebuah Keseimbangan yang Sulit
Selain keragaman, biaya adjudikasi juga menjadi faktor penting. Laporan ini mengungkapkan bahwa sebagian besar tarif per jam adjudikator berada di kisaran £301 hingga £350, dengan total biaya khas antara £20.001 hingga £30.000.1 Tentu saja, biaya ini sangat bervariasi tergantung pada sifat sengketa, durasi, dan tarif per jam adjudikator. Struktur biaya adjudikasi menunjukkan variasi yang signifikan, baik dari sisi tarif per jam adjudikator maupun total biaya keseluruhan. Berdasarkan 158 responden, mayoritas adjudikator mengenakan tarif pada kisaran £301–£350 per jam (39%), diikuti oleh kisaran £251–£300 (25%) dan £351–£400 (16%). Sebaliknya, tarif yang sangat rendah (<£100) sama sekali tidak dilaporkan, sementara tarif ekstrem di atas £600 per jam hanya muncul pada 1% responden, sehingga dapat disimpulkan bahwa kisaran tarif paling umum berada antara £251 hingga £400 per jam.
Sementara itu, total biaya adjudikator yang dilaporkan oleh 155 responden juga memperlihatkan distribusi yang bervariasi. Proporsi terbesar tercatat pada kisaran £20.001–£30.000 (26%), diikuti oleh £30.001–£50.000 (22%) dan £16.001–£20.000 (16%). Biaya yang lebih rendah, seperti <£2.000, tidak dilaporkan sama sekali, sedangkan biaya sangat tinggi lebih dari £50.000 hanya dialami oleh 5% responden. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun terdapat variasi dalam struktur biaya, sebagian besar kasus adjudikasi berada dalam rentang menengah hingga tinggi, baik dalam tarif per jam adjudikator maupun total biaya yang dikeluarkan.
Masa Depan Adjudikasi: Antara AI dan Transformasi Industri
Laporan ini juga melihat ke depan, mempertimbangkan tren yang akan membentuk adjudikasi di masa depan. RICS, misalnya, menyarankan eksplorasi penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk "menyederhanakan manajemen kasus, pengajuan bukti, dan komunikasi".1 Gagasan ini menunjukkan bahwa digitalisasi yang lebih besar adalah tren yang tidak terhindarkan, yang berpotensi meningkatkan efisiensi lebih lanjut.
Selain itu, laporan ini mengangkat pertanyaan-pertanyaan strategis tentang masa depan adjudikasi di luar sektor konstruksi. Seperti yang diajukan oleh Profesor Renato Nazzini, mungkin adjudikasi akan menyebar ke industri lain.1 Pertanyaan-pertanyaan penting juga diajukan oleh Susan Francombe, Ketua The Adjudication Society, tentang peran yang akan dimainkan oleh mediasi yang meningkat atau apakah adjudikasi akan berkembang menjadi bentuk resolusi sengketa alternatif yang diamanatkan oleh pengadilan.1
Kesimpulan: Adjudikasi sebagai Solusi Jangka Panjang
Secara keseluruhan, laporan "2024 Construction Adjudication in the United Kingdom" melukiskan gambaran sebuah sistem yang berkembang pesat, terbukti efektif, dan tangguh, meskipun memiliki tantangan dalam hal budaya industri dan keragaman. Lonjakan kasus adjudikasi ke rekor tertinggi bukanlah pertanda industri yang sakit, melainkan cerminan dari meningkatnya kepercayaan dan adopsi terhadap mekanisme penyelesaian sengketa yang cepat, efisien, dan didukung oleh kerangka hukum yang kuat.
Jika tren adopsi jalur "low-value" terus berlanjut dan upaya keragaman membuahkan hasil, adjudikasi akan semakin mengukuhkan posisinya sebagai pilar utama penyelesaian sengketa, secara signifikan mengurangi biaya litigasi dan mempercepat penyelesaian sengketa untuk semua pihak, besar maupun kecil.
Sumber Artikel:
Nazzini, R., & Godhe, A. (2024). 2024 construction adjudication in the United Kingdom: Tracing trends and guiding reform. Centre of Construction Law & Dispute Resolution, King’s College London.