Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Kinerja IPAL Komunal Bitung – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

20 November 2025, 02.44

pu.go.id

Pendahuluan: Ketika Infrastruktur Sanitasi Menjadi Sorotan Utama

Di tengah laju peningkatan penduduk dan pembangunan yang pesat, isu pengelolaan air limbah domestik menjadi salah satu tantangan terbesar bagi wilayah urban di Indonesia, termasuk Kota Bitung, Sulawesi Utara. Pemerintah setempat telah merespons kebutuhan mendesak ini melalui pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal, khususnya di Kelurahan Girian Indah. Wilayah ini, dengan populasi yang mendekati 9.000 jiwa 1, sangat bergantung pada fasilitas ini untuk menangani limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan sehari-hari, baik itu black water (limbah WC) maupun grey water (limbah mandi dan cuci).1

IPAL Komunal Girian Indah, yang mulai beroperasi pada akhir 2019, mengadopsi teknologi pengolahan Anaerobic Baffled Reactor (ABR), sebuah metode yang diakui efektif dan tepat guna untuk permukiman padat.1 Fasilitas ini dirancang untuk melayani sekelompok rumah tangga yang terhubung melalui jaringan perpipaan. Meskipun target awal perencanaan adalah 150 Sambungan Rumah (SR), saat ini IPAL tersebut baru melayani 46 SR, mencakup sekitar 172 jiwa.1

Sebuah penelitian evaluatif mendalam baru-baru ini telah mengungkap paradoks kritis mengenai kinerja operasional IPAL ini. Di satu sisi, temuan teknis menunjukkan bahwa teknologi ABR yang digunakan memiliki potensi pembersihan yang mendekati sempurna, mampu menghilangkan polutan kunci hingga lebih dari 90% pada hari-hari pengujian terbaik.1 Namun, di sisi lain, infrastruktur vital ini ternyata sangat rentan, mudah lumpuh oleh gangguan operasional non-teknis, termasuk kriminalitas dan masalah perilaku pengguna. Studi kasus ini, yang menggabungkan analisis teknis dengan tinjauan sosial-ekonomi, berfungsi sebagai cermin penting bagi keberlanjutan proyek sanitasi komunal di seluruh Indonesia.

 

Mengapa IPAL Komunal Girian Indah Menjadi Cermin Sanitasi Nasional?

Beban Pencemaran Ekstrem di Pintu Masuk Instalasi

Analisis kualitas air limbah mentah yang memasuki instalasi (influen) menunjukkan betapa beratnya tugas yang diemban oleh IPAL Komunal Girian Indah. Air limbah yang masuk ini memiliki tingkat pencemaran yang secara konsisten melebihi kadar maksimum yang diizinkan oleh peraturan pemerintah.1

Secara kuantitatif, rata-rata konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) yang masuk mencapai 433 mg/L, sementara Biologycal Oxygen Demand (BOD) berada di angka 234 mg/L.1 Kedua parameter ini mengukur kandungan organik yang sangat tinggi, sebuah indikasi beban polutan domestik yang berat. Meskipun demikian, rasio BOD terhadap COD (0.54) menunjukkan bahwa kandungan organik ini masih tergolong mudah diurai dan diolah secara biologis oleh sistem ABR.1

Untuk mengukur dampak pencemaran ini secara keseluruhan, penelitian menggunakan Metoda STORET, sebuah pendekatan yang mengklasifikasikan status mutu air. Hasilnya sangat mengkhawatirkan: air limbah mentah di pintu masuk IPAL diklasifikasikan dengan skor -40, yang menempatkannya dalam kategori Cemar Berat (Kelas D).1 Klasifikasi ini menegaskan betapa krusialnya keberadaan IPAL sebagai benteng pertama perlindungan lingkungan.

Peran Vital IPAL dalam Mengubah Status Air

Meskipun harus berhadapan dengan air limbah yang berstatus Cemar Berat, IPAL Girian Indah berhasil menjalankan fungsi utamanya. Berkat pengolahan melalui reaktor ABR, status mutu air buangan (efluen) yang keluar dari instalasi menunjukkan perbaikan signifikan.

Analisis Metoda STORET pada air buangan menunjukkan skor -12. Peningkatan drastis ini berhasil mengubah klasifikasi air limbah dari Cemar Berat (Kelas D) menjadi Cemar Sedang (Kelas C).1 Perbedaan skor 28 poin (dari -40 ke -12) merupakan lompatan besar dalam mitigasi risiko pencemaran, yang menunjukkan pengurangan tingkat polutan keseluruhan sekitar 70%.

Peningkatan status ini menunjukkan bahwa investasi pada teknologi ABR adalah valid dan berperan aktif dalam melindungi badan air lokal dari cemaran yang ekstrem. Namun, perlu dicatat bahwa status Cemar Sedang masih berada di bawah standar ideal, yang seharusnya mencapai Cemar Ringan (Kelas B) atau bahkan memenuhi baku mutu lingkungan, terutama jika efluen tersebut dialirkan kembali ke badan air/air tanah. Kondisi ini mengindikasikan perlunya intervensi teknis yang ditargetkan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi dan konsisten, memastikan sistem ini dapat berfungsi secara optimal dalam jangka panjang.

 

Lonjakan Efisiensi yang Mencengangkan—Dan Kerentanan di Balik Data

Potensi Maksimal Teknologi ABR

Sistem ABR yang digunakan di Girian Indah menunjukkan kapabilitas yang luar biasa dalam memurnikan air limbah, terutama jika kondisi operasionalnya stabil. Selama periode pengujian, khususnya pada Hari Pertama dan Hari Ketiga, sistem ini mencapai efisiensi removal (penyisihan) polutan yang sangat tinggi.1

  • Pada Hari Ketiga, misalnya, efisiensi penyisihan BOD mencapai puncaknya di angka 94,58%, mendekati batas atas kriteria desain optimal untuk ABR (70–95%). Efisiensi penyisihan COD juga mencapai angka impresif 90,34%.1 Pencapaian efisiensi BOD hingga lebih dari 94% ini ibarat sebuah proses pemurnian yang nyaris sempurna, mengubah air yang sangat kotor menjadi jauh lebih bersih dalam satu siklus.
  • Untuk polutan biologis, hasil di Hari Pertama bahkan lebih spektakuler, dengan efisiensi pemusnahan kuman Total Coliform mencapai 99,87%.1

Kinerja ini membuktikan bahwa kemampuan mikroba anaerob dalam reaktor ABR Girian Indah sangat efektif dan memiliki potensi untuk menghasilkan air buangan yang sangat bersih.

Misteri Anjloknya Kinerja di Hari Kedua

Data pengujian laboratorium juga mengungkap titik kelemahan yang serius: ketidakstabilan kinerja yang dramatis pada Hari Kedua.1 Dalam rentang 24 jam, IPAL mengalami kemerosotan kemampuan pemurnian yang mengejutkan, sebuah bukti nyata betapa rapuhnya sistem ini terhadap gangguan operasional minor.

Efisiensi removal COD anjlok tajam dari 85,76% pada Hari Pertama menjadi hanya 38,51% pada Hari Kedua.1 Penurunan efisiensi COD sebesar lebih dari 50% dalam sehari ini setara dengan kehilangan lebih dari setengah daya bersih pemurnian instalasi. Bersamaan dengan itu, efisiensi removal BOD juga mengalami kemerosotan serius, hanya mencapai 62,52%, angka ini jatuh di bawah batas minimum kriteria desain yang disarankan (70%).1

Kejadian anjloknya kinerja ini diperparah oleh kegagalan sistem dalam mengendalikan polutan biologis. Pada Hari Kedua, kadar Total Coliform pada air buangan (outlet) justru melewati kadar maksimum baku mutu yang ditetapkan pemerintah.1

Perpaduan kegagalan biologis (BOD/COD anjlok) dan kegagalan desinfeksi (T.Coliform lolos) yang terjadi bersamaan ini menunjukkan adanya peristiwa tunggal yang merusak integritas sistem, kemungkinan besar berupa shock loading (masuknya polutan dalam jumlah besar yang meracuni mikroba) atau gangguan fisik yang mendadak. Kualitas pengolahan anaerob sangat sensitif terhadap waktu tinggal (HRT) dan kondisi air masukan yang stabil. Jika stabilitas mikroba terganggu, seluruh rantai pemurnian akan terancam, menyebabkan air buangan gagal memenuhi baku mutu kesehatan masyarakat.

 

Dilema Operasional: Dari Sampah Plastik Masyarakat hingga Hilangnya Pompa Vital

Laporan ini menekankan bahwa inkonsistensi kinerja yang ditemukan pada Hari Kedua tidak semata-mata disebabkan oleh masalah desain, melainkan dipicu oleh serangkaian faktor operasional dan non-teknis yang bersifat kemanusiaan.

Kerentanan Terhadap Kriminalitas Infrastruktur

Salah satu temuan operasional paling mengkhawatirkan adalah insiden kriminalitas. Peneliti menemukan bahwa pompa ring blower yang sangat penting untuk proses aerasi (bagian dari pengolahan pasca-ABR) di stasiun pompa IPAL telah hilang karena diambil orang yang tidak bertanggung jawab, meskipun stasiun pompa tersebut sudah dilengkapi dengan pintu besi dan digembok.1

Pegawai Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Dinas Perkim) Kota Bitung mengonfirmasi bahwa insiden pencurian fasilitas selalu terjadi.1 Hilangnya pompa ini secara langsung menghambat fungsi IPAL. Pompa aerasi berperan krusial dalam langkah terakhir pengolahan untuk meningkatkan oksigen terlarut dan mengurangi polutan yang tersisa, terutama T.Coliform. Oleh karena itu, kegagalan sistem untuk mengendalikan T.Coliform pada Hari Kedua kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan mekanis akibat pencurian pompa vital ini.

Ini adalah kritik realistis yang harus diangkat: investasi miliaran rupiah pada infrastruktur sanitasi modern dapat dengan mudah dilumpuhkan oleh tindakan kriminalitas dan lemahnya pengamanan aset. Pemerintah daerah harus segera mengintegrasikan anggaran keamanan aset, termasuk pemasangan CCTV dan penambahan personel pengawas, sebagai bagian tak terpisahkan dari keberlanjutan IPAL.1 Keberhasilan teknologi akan sia-sia jika faktor keamanan dasar tidak terpenuhi.

 

Tantangan Perilaku Pengguna

Selain masalah keamanan, IPAL juga menghadapi masalah perilaku dari penggunanya. Meskipun secara umum kondisi fisik IPAL Komunal di Girian Indah terawat dengan baik dan tidak ada keluhan luapan air limbah 1, peneliti menemukan adanya sampah plastik di bak pengendapan.1

Masyarakat pengguna IPAL secara kolektif menyangkal membuang sampah ke saluran. Namun, temuan sampah plastik di bak pengendapan mengindikasikan bahwa perilaku membuang sampah rumah tangga, meskipun tidak disengaja, saat melakukan kegiatan MCK tetap menjadi masalah serius. Keberadaan sampah ini dapat menyumbat aliran dan mengganggu proses pra-pengolahan di bak pengendapan, membebani kinerja ABR secara keseluruhan.1

Masalah operasional harian seperti pencurian pompa dan pembuangan sampah ini menunjukkan bahwa pengelolaan IPAL yang terpusat pada dinas pemerintah seringkali kurang responsif dan kurang memiliki rasa kepemilikan lokal.

 

Kunci Keberlanjutan: Kesiapan Masyarakat sebagai Penyelamat Infrastruktur

Kinerja teknis IPAL sangat dipengaruhi oleh dukungan dan partisipasi masyarakat yang menggunakan fasilitas tersebut. Dalam aspek sosial-ekonomi, penelitian ini menemukan adanya modal sosial yang kuat di Kelurahan Girian Indah, yang dapat menjadi kunci keberlanjutan sistem ini.

Kapasitas dan Komitmen Komunitas

Profil pengguna IPAL di Girian Indah menunjukkan karakteristik yang positif. Mayoritas kepala keluarga tercatat berprofesi sebagai pekerja swasta (89,1%), dan hampir seluruhnya (97,8%) memiliki riwayat pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA).1 Kombinasi profesi yang mandiri dan tingkat pendidikan yang memadai menunjukkan bahwa komunitas ini memiliki kapasitas untuk mengelola fasilitas teknis secara mandiri.

Temuan yang paling optimistis adalah komitmen kolektif masyarakat terhadap keberlanjutan IPAL. Meskipun saat ini IPAL masih dikelola oleh Dinas Perkim Kota Bitung, seratus persen (100%) masyarakat pengguna menyatakan kesiapan mereka untuk membentuk Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).1

Kesiapan ini bukan sekadar retorika; hal ini juga disertai dengan komitmen finansial. Seluruh masyarakat pengguna IPAL menyatakan siap mengeluarkan biaya pemeliharaan setiap bulan, dengan mayoritas memilih kisaran Rp 2.000 per bulan sebagai biaya yang wajar.1 Keterlibatan masyarakat secara langsung, seperti yang diwujudkan melalui pembentukan KPP/KSM, dapat menciptakan mekanisme pengawasan internal yang jauh lebih efektif terhadap isu-isu harian seperti pencurian dan perilaku pembuangan sampah.

Transisi Menuju Manajemen Mandiri

Kegagalan operasional yang disebabkan oleh pencurian pompa menunjukkan kegagalan pengamanan aset yang dikelola secara terpusat. Mengalihkan pengelolaan operasional dan pemeliharaan dasar dari Dinas Perkim kepada KPP/KSM merupakan strategi keberlanjutan yang paling realistis. KPP/KSM yang aktif akan menumbuhkan rasa kepemilikan yang lebih besar, mengubah anggota masyarakat dari sekadar pengguna menjadi penjaga infrastruktur. Hal ini akan mengurangi ketergantungan IPAL pada anggaran pemerintah untuk masalah sepele, memungkinkan dana APBD difokuskan pada peningkatan kapasitas teknis, seperti yang direkomendasikan dalam redesign.

 

Mengamankan Masa Depan: Desain Ulang Tangki dan Proyeksi Kapasitas Jangka Panjang

Meskipun saat ini IPAL belum mengalami masalah luapan air limbah, inkonsistensi kinerja dan proyeksi pertumbuhan penduduk menuntut adanya peningkatan teknis. Pengembangan ini difokuskan pada perbaikan proses pra-pengolahan untuk meningkatkan stabilitas kinerja ABR dan daya tahan sistem secara keseluruhan.1

Redesign Krusial pada Zona Tangki Pengendapan

Rekomendasi teknis utama yang diajukan dalam penelitian ini adalah melakukan redesign dramatis pada bak atau tangki pengendapan. Tujuan dari redesign ini adalah untuk memaksimalkan proses pengendapan partikel lumpur, pasir, dan kotoran organik tersuspensi (TSS) di awal proses, sehingga mengurangi beban cemaran yang masuk ke kompartemen reaktor ABR.1

Peningkatan dimensi yang diusulkan sangat signifikan. Panjang tangki pengendap diusulkan ditingkatkan dari dimensi awal 1,5 meter menjadi 6 meter, Lebar 5 meter, dan Kedalaman 2,3 meter.1 Peningkatan panjang hingga 400% ini dirancang untuk memaksimalkan Waktu Detensi Hidrolik (Hydraulic Retention Time, HRT), memberikan waktu yang jauh lebih lama bagi padatan untuk mengendap sebelum memasuki proses biologis ABR yang sensitif.

Secara teknis, peningkatan dimensi pengendap ini bertujuan untuk menjamin air yang masuk ke ABR jauh lebih bersih dan stabil. Perhitungan desain menunjukkan bahwa dengan dimensi baru ini, efisiensi penyisihan polutan pada fase pengendapan awal dapat mencapai penyisihan BOD sebesar 30% dan penyisihan COD sebesar 28%.1 Dengan memindahkan hampir sepertiga beban organik di tahap awal, IPAL akan menjadi jauh lebih tangguh terhadap shock loading dan inkonsistensi yang menyebabkan kegagalan mendadak seperti yang terlihat pada Hari Kedua pengujian.

Proyeksi Kapasitas Hingga Tahun 2032

Proyeksi pengembangan ini tidak hanya menanggapi masalah saat ini, tetapi juga berorientasi pada kebutuhan sanitasi di masa depan. Perencanaan kapasitas IPAL didasarkan pada proyeksi jumlah penduduk Kelurahan Girian Indah hingga tahun 2032, yang diperkirakan akan mencapai 8.258 jiwa.1

Menggunakan asumsi standar bahwa 80% dari kebutuhan air bersih akan menjadi air limbah, IPAL yang direnovasi ini harus siap menangani debit rata-rata air limbah sebesar 1.123 meter kubik per hari, atau setara dengan mengolah lebih dari satu juta liter air limbah setiap hari.1 Kebutuhan ini menunjukkan bahwa IPAL Girian Indah harus bertransformasi dari fasilitas kecil menjadi instalasi yang sangat andal untuk mendukung kesehatan lingkungan kota.

 

Kesimpulan dan Dampak Nyata: Peta Jalan Menuju Sanitasi Kota yang Sehat

Studi kasus evaluasi kinerja dan operasional IPAL Komunal di Kelurahan Girian Indah, Bitung, adalah sebuah pelajaran berharga tentang pengelolaan infrastruktur sanitasi di daerah perkotaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknologi ABR memiliki potensi teknis yang sangat besar, terbukti mampu mengubah status mutu air dari Cemar Berat (skor -40) menjadi Cemar Sedang (skor -12) dan mencapai efisiensi removal polutan hingga di atas 90% pada kondisi optimal.1

Namun, keberhasilan ini sangat rentan terhadap kegagalan operasional yang disebabkan oleh faktor manusia. Inkonsistensi kinerja yang tajam—terutama kegagalan T.Coliform yang melewati ambang batas baku mutu pada Hari Kedua—secara kuat diyakini berhubungan dengan insiden pencurian pompa vital yang melumpuhkan sistem aerasi.1 Selain itu, perilaku membuang sampah plastik yang menyumbat bak pengendapan juga turut mengancam stabilitas proses biologis.

Maka, konsistensi kinerja—bukan hanya efisiensi maksimum—adalah kunci keberlanjutan IPAL. Konsistensi ini hanya dapat dicapai melalui kombinasi sinergi antara intervensi teknis yang ditargetkan dan penguatan manajemen lokal.

Pernyataan Dampak Nyata

Jika rekomendasi teknis berupa redesign tangki pengendapan diimplementasikan (meningkatkan panjang dari 1,5 meter menjadi 6 meter), yang menjamin stabilitas air masukan ke reaktor ABR, dan jika transisi manajemen operasional kepada Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP/KSM) dipercepat, IPAL Komunal Girian Indah memiliki peta jalan yang jelas menuju keberlanjutan penuh.

Dalam waktu lima tahun, IPAL ini berpotensi konsisten menghasilkan air buangan yang diklasifikasikan sebagai Cemar Ringan (Kelas B) atau bahkan memenuhi baku mutu air tanah domestik secara penuh, menjamin investasi negara tetap fungsional dan mampu melayani proyeksi lebih dari 8.000 jiwa di masa depan. Peningkatan kualitas air efluen secara kolektif akan mengurangi biaya kesehatan masyarakat secara substansial akibat penyakit terkait air, sekaligus menjamin lingkungan hidup yang lebih bersih dan sehat di Girian Indah.

 

Sumber Artikel:

Duma, A. T., Mangangka, I. R., & Legrans, R. R. I. (2022). Evaluasi Kinerja Dan Operasional Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal Di Kelurahan Girian Indah Kecamatan Girian Kota Bitung. TEKNO, 20(82).