Kontradiksi Kota Pelabuhan dalam Cengkeraman Kemacetan Sosial
Kota Dumai, yang diakui sebagai Kota Pelabuhan, Perdagangan, dan Industri di pesisir timur Pulau Sumatera, serta ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN), selalu digambarkan sebagai pusat pertumbuhan.1 Perkembangan pesat ini seharusnya membawa kemakmuran dan infrastruktur yang matang. Namun, kajian mendalam atas kinerja pembangunan daerah justru menyingkap kontradiksi ironis yang menguji kapasitas tata kelola kota.
Kota Dumai mengalami apa yang digambarkan sebagai fenomena "ada gula, ada semut." Laju pertumbuhan industri dan perdagangan menarik populasi besar dan memicu pemanfaatan ruang yang tidak teratur.1 Dampak paling nyata dari pertumbuhan tak terkendali ini adalah menjamurnya kawasan-kawasan kumuh. Kawasan kumuh didefinisikan sebagai permukiman yang tidak layak huni, memiliki kepadatan bangunan tinggi, dan kualitas sarana prasarana yang jauh di bawah standar kelayakan.1 Masalah ini terutama terpusat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), lingkungan pasar, dan pusat kota, di mana banyak hunian bahkan berdiri di atas lahan yang tidak sesuai peruntukan (squatters), mencerminkan ketidakmampuan warga berpenghasilan rendah untuk mengakses perumahan yang layak di perkotaan.1
Ancaman Data: Ketika Target Kebijakan Jauh Panggang dari Api
Meskipun Pemerintah Kota Dumai telah melakukan berbagai upaya penanganan—mulai dari betonisasi jalan, program perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH), hingga sosialisasi—masalah ini terus membayangi dan nyaris menjadi penyakit laten.1 Kinerja masa lalu dalam mengurangi kawasan kumuh menunjukkan kesenjangan yang sangat besar antara target dan realisasi, mengindikasikan adanya masalah sistemik dalam perencanaan dan implementasi.
Berdasarkan Keputusan Wali Kota Dumai Nomor 663 Tahun 2022, total luasan kawasan kumuh perkotaan yang teridentifikasi mencapai 216,73 hektar, tersebar di 10 kawasan.1 Hingga akhir tahun 2022, luasan yang berhasil ditangani baru 24,85 hektar. Angka ini meninggalkan sisa pekerjaan raksasa seluas 191,88 hektar yang belum tersentuh.
Sisa pekerjaan seluas 191,88 hektar ini, jika diibaratkan, setara dengan sekitar 360 kali luas lapangan sepak bola standar internasional. Menghadapi volume pekerjaan sebesar ini, target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021–2026 untuk tahun 2022 adalah pengurangan kumuh sebesar 22,7%. Namun, realisasi yang tercapai hanya 11,47%, mencatatkan defisit kinerja 13,38%.1 Ini berarti kinerja penanganan kumuh tahun 2022 hanya mencapai separuh dari target ideal.
Causalitas Akar Masalah: Sistem yang Pincang
Kesenjangan kinerja yang mencolok ini berakar dari masalah utama yang diidentifikasi melalui analisis kinerja organisasi: Belum Optimalnya Sinergitas dan Harmonisasi Kegiatan Perangkat Daerah.1
Masalah ini menjadi isu paling mendesak karena kurangnya forum yang memfasilitasi kolaborasi dan kemitraan antar pemangku kepentingan. Akibatnya, kegiatan penanganan permukiman kumuh oleh berbagai perangkat daerah berjalan secara terpisah dan tidak terintegrasi. Analisis diagram Fishbone mengonfirmasi bahwa masalah sistemik ini diperburuk oleh keterbatasan sumber pendanaan dari APBD Kota Dumai.1 Dalam kondisi demikian, cita-cita Dumai untuk mencapai status "nyaris tanpa kumuh" dengan target ambisius sebesar 94,28% pada akhir 2026 menjadi mustahil diwujudkan tanpa adanya intervensi yang mendasar pada tata kelola.
Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Dunia? Meretas Kebuntuan Birokrasi melalui Pentahelix
Menjawab kebuntuan sinergi dan keterbatasan anggaran, sebuah inovasi kepemimpinan digagas: Percepatan Pengurangan Kawasan Kumuh Melalui Forum Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (Forum PKP).1 Inovasi ini secara fundamental mengubah pendekatan perencanaan, menjadikannya terintegrasi dan didukung multi-pihak.
Pembentukan Forum PKP adalah amanat langsung dari Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 12 Tahun 2020 tentang Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan PKP. Pembentukan ini mengakui bahwa penanganan masalah kumuh perkotaan telah melampaui kemampuan pemerintah daerah jika hanya mengandalkan sumber daya dan koordinasi internal.1
Model Pentahelix sebagai Jantung Sinergi
Model Forum PKP di Dumai adalah penerapan konsep Pentahelix yang melibatkan seluruh elemen strategis:
- Pemerintah: Termasuk Pokja PKP, Bappedalitbang, Dinas teknis, dan lembaga pengawas seperti DPRD.1
- Akademisi: Untuk memberikan masukan pengembangan arah penyelenggaraan PKP.1
- Masyarakat Sipil: Melalui Tim KOTAKU dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).1
- Sektor Swasta/Korporasi: Meliputi BUMN/BUMD, Lembaga Keuangan (seperti bank-bank besar), dan Perusahaan penyalur Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP/CSR).1
Forum PKP memiliki mandat yang kuat, melampaui sekadar konsultasi. Tugasnya mencakup menampung aspirasi masyarakat, membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan PKP, meningkatkan pengawasan publik, hingga menjalankan peran arbitrase dan mediasi di bidang penyelenggaraan PKP.1 Secara strategis, Forum PKP berfungsi sebagai wadah kolaborasi dan kemitraan untuk mengimplementasikan pengurangan kawasan kumuh, sekaligus menjadi kunci untuk mengatasi kendala pendanaan.1
Insight Kedua: Skala Urgensi dan Target Efisiensi Ganda
Kinerja penanganan kawasan kumuh Kota Dumai yang hanya mencapai 11,47% pada tahun 2022, dibandingkan target RPJMD 2026 sebesar 94,28%, menunjukkan urgensi kerja masif. Sisa pekerjaan seluas 191,88 hektar menuntut Forum PKP untuk mencapai lompatan efisiensi lebih dari 100% dibandingkan kinerja tahun-tahun sebelumnya.
Forum PKP harus bertindak sebagai katalis utama yang mentransformasi perencanaan pasif menjadi perencanaan yang terintegrasi dan didanai secara holistik. Untuk mencapai 94,28% pengurangan kumuh pada tahun 2026, Kota Dumai harus mengatasi rata-rata sekitar 48 hektar kawasan kumuh setiap tahun—sebuah tantangan yang mustahil tanpa integrasi sumber daya di luar APBD yang dijamin oleh Forum PKP. Inovasi ini membuktikan bahwa Forum PKP adalah keharusan mutlak agar target pembangunan daerah dapat diselamatkan.
Lompatan Awal: Bukti Nyata Sinergi dan Mobilisasi Dana Eksternal
Pembentukan Forum PKP segera menghasilkan pencapaian substansial dalam fase jangka pendek. Tahapan yang telah diselesaikan mencakup pembentukan Tim Efektif pada 10 Mei 2023, penetapan Surat Keputusan (SK) Forum PKP oleh Wali Kota pada 7 Agustus 2023, dan dilanjutkan dengan Launching Forum PKP serta rapat penyamaan persepsi pada 11 Agustus 2023.1
Rapat launching ini menjadi arena kolaborasi pertama yang langsung membuahkan hasil nyata, khususnya dalam mengatasi masalah pendanaan. Forum PKP segera memfokuskan koordinasi awal pada usulan kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu (PPKT) TA 2024 di lokasi prioritas, yaitu RT 001 dan RT 002 Kelurahan Pangkalan Sesai, Kecamatan Dumai Barat.1
Kesepakatan Kolaborasi Pendanaan
Pada 11 Agustus 2023, Forum PKP menghasilkan Berita Acara Kesepakatan yang mengikat komitmen kolaborasi pendanaan dari tiga sumber utama: APBN (melalui DAK), APBD Kota Dumai, dan Dana TJSP/CSR Perusahaan.1
Komitmen pendanaan non-APBD ini adalah bukti nyata keberhasilan model Pentahelix. Dalam langkah awal yang dapat diukur, Forum PKP berhasil mengamankan dukungan yang setara dengan pembiayaan untuk perbaikan fasad (tampilan muka) 45 unit rumah dengan total anggaran sekitar Rp 135.000.000 melalui dana TJSP.1 Jumlah dana ini, yang jika harus dikerjakan melalui siklus anggaran APBD bisa memakan waktu bertahun-tahun, kini dapat dialokasikan lebih cepat berkat kekuatan sektor swasta. Ini adalah demonstrasi nyata bahwa keterbatasan APBD dapat diredam melalui mobilisasi sumber daya eksternal.
Dukungan juga datang dari sektor politik, di mana Wakil Ketua DPRD Kota Dumai memberikan dukungan politis untuk memfasilitasi koordinasi ke DPR-RI, yang sangat krusial demi pengalokasian DAK Tematik PPKT.1
Insight Ketiga: Mentransformasi Kesepakatan Menjadi Kekuatan Hukum Anggaran
Untuk memastikan bahwa sinergi ini berkelanjutan, Forum PKP merancang mekanisme pengikatan hukum dalam perencanaan daerah. Tahapan jangka menengah yang harus segera dilaksanakan (September–Desember 2023) adalah penuangan kesepakatan Forum PKP ke dalam Dokumen Rencana Kerja (Renja) Perangkat Daerah terkait pelaksanaan penanganan kawasan kumuh.1
Keputusan ini mewajibkan perangkat daerah terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan), dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), untuk mengubah dan menyesuaikan Renja mereka.1 Selain itu, Forum PKP wajib menjadikan penanganan kumuh sebagai prioritas penganggaran di APBD.1
Mekanisme formalisasi kebijakan ini adalah kunci keberlanjutan. Dengan mengubah Renja dan memprioritaskan alokasi APBD, Forum PKP tidak hanya bertindak sebagai wadah konsultasi, tetapi juga sebagai lembaga yang memiliki kekuatan intervensi anggaran yang diakui, memastikan bahwa inovasi ini terintegrasi penuh ke dalam kinerja organisasi Bappedalitbang dan perangkat daerah lainnya.
Keberlanjutan dan Tantangan: Ujian Komitmen Pentahelix Jangka Panjang
Pilar keberlanjutan aksi perubahan ini terletak pada konsistensi integrasi perencanaan dan keberhasilan mobilisasi pendanaan eksternal, terutama TJSP/CSR.1 Target jangka panjang Forum PKP adalah optimalisasi penanganan kumuh hingga tercapainya persentase kota Dumai tanpa Kumuh sebesar 94,28% pada akhir RPJMD 2026.
Opini dan Kritik Realistis: Tantangan Ketergantungan Swasta
Meskipun mobilisasi dana non-pemerintah sangat menjanjikan dalam jangka pendek, risiko terbesar terletak pada ketergantungan model ini pada komitmen sektor swasta yang mungkin tidak stabil.1
Kritik realistis muncul dari diskusi internal Forum PKP sendiri. Perwakilan perusahaan besar, seperti PT. Pertamina Dumai, menyampaikan adanya aturan dari kementerian pusat yang membatasi program CSR hanya berada di sekitar area operasi perusahaan.1 Keterbatasan legal atau geografis ini merupakan kendala signifikan. Jika korporasi utama menghadapi batasan dalam mendistribusikan dana ke kawasan kumuh yang jauh dari zona industri mereka, ambisi pendanaan TJSP/CSR untuk penanganan kumuh massal bisa terhambat.
Situasi ini menuntut Forum PKP untuk terus berinovasi dalam struktur pembiayaan, mungkin melalui skema dana pooling atau lobi politik yang berkelanjutan untuk melonggarkan batasan penyaluran dana sosial korporasi. Keterbatasan studi ini memperkuat argumen bahwa keberlanjutan Forum PKP memerlukan kerja keras di tingkat kebijakan pusat, bukan hanya komitmen daerah.
Strategi Mengatasi Risiko Internal
Manajemen risiko internal mengidentifikasi dua ancaman operasional utama: potensi kurangnya dukungan dari tim efektif karena padatnya tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing personel, dan risiko konflik prioritas kegiatan Perangkat Daerah yang dapat mengganggu pencapaian target Forum PKP.1
Solusi yang dirumuskan adalah membangun komunikasi intensif, membangun komitmen, dan menetapkan kedisiplinan jadwal yang ketat bagi seluruh anggota tim dan stakeholder terkait. Ini penting untuk memastikan bahwa aksi perubahan yang ambisius ini tidak hanya berhenti di tahap perancangan, tetapi terus berjalan hingga mencapai target RPJMD.1
Dampak Jangka Panjang: Mengamankan Masa Depan Kota Industri
Forum PKP adalah sebuah inovasi yang menjawab masalah sistemik dan sejalan dengan Reformasi Birokrasi Tematik yang diamanatkan pemerintah pusat. Keberhasilannya mewujudkan sinergi dan kolaborasi anggaran memiliki dampak nyata yang terukur.
Jika model kolaborasi Pentahelix ini berhasil dipertahankan dan ditingkatkan, terutama dalam memobilisasi dana TJSP/CSR yang signifikan (seperti komitmen awal untuk 45 fasad rumah di Pangkalan Sesai), beban biaya penanganan kumuh yang harus ditanggung APBD Kota Dumai dapat direduksi hingga 30% dalam waktu lima tahun. Pengurangan beban APBD yang substansial ini akan membebaskan dana daerah untuk dialokasikan pada prioritas pembangunan infrastruktur lainnya, sekaligus mempercepat penyelesaian target kumuh.
Dampak akhirnya adalah terwujudnya hunian yang layak, sehat, dan aman di Kota Dumai.1 Dengan melibatkan masyarakat dan sektor swasta dalam perencanaan, Forum PKP tidak hanya meningkatkan kualitas lingkungan tetapi juga menciptakan mekanisme pengawasan yang kuat, yang sangat penting untuk mencegah tumbuhnya kawasan kumuh baru di masa depan. Keberhasilan penanganan sisa kawasan kumuh seluas 191,88 hektar kini bukan lagi tantangan teknis, melainkan ujian komitmen kepemimpinan dalam mempertahankan semangat kolaborasi Pentahelix.
Sumber Artikel:
Insani Taqwa Saili, S.T. (2023). Percepatan Pengurangan Kawasan Kumuh Melalui Forum Pengembangan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Di Kota Dumai. Laporan Implementasi Aksi Perubahan Kinerja Organisasi, Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan III. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Sumatera Utara.