Pasar tradisional adalah jantung perekonomian lokal, namun sering kali, denyut kehidupan ini datang dengan biaya tersembunyi bagi lingkungan. Di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Pasar Bahagia menjadi studi kasus klasik mengenai konflik antara pembangunan ekonomi dan kelestarian ekosistem. Sebuah penelitian rekayasa terbaru menawarkan solusi cerdas, yakni merancang instalasi pengolahan air limbah (IPAL) berkapasitas tinggi di lahan yang amat terbatas. Proyek ini tidak hanya menjamin kepatuhan hukum, tetapi juga membuktikan bahwa solusi lingkungan yang berdampak besar tidak harus selalu mahal atau memakan tempat yang luas.
IPAL yang direncanakan untuk Pasar Bahagia ini adalah jawaban mendesak terhadap krisis pencemaran air lokal yang berlangsung selama dua tahun terakhir. Tujuannya bukan hanya sekadar membangun infrastruktur, tetapi menyajikan model pengolahan air limbah terdesentralisasi yang efisien, mudah dirawat, dan berkelanjutan, khususnya bagi pasar-pasar tradisional lain di Indonesia yang menghadapi kendala lahan serupa.1
Bom Waktu Lingkungan di Jantung Pasar Tradisional Kubu Raya
Latar Belakang Krisis Dua Tahun
Pasar Bahagia, yang terletak di jalan K.H. Abdurrahman Wahid, Desa Kuala Dua, adalah pusat aktivitas harian yang sibuk, menjual segala kebutuhan pokok mulai dari sayuran, buah-buahan, daging, unggas, hingga ikan.1 Pasar yang beroperasi dari Senin hingga Minggu, mulai pukul 04.00 hingga 08.30 pagi, ini telah beroperasi selama dua tahun. Sayangnya, selama masa operasinya tersebut, pasar ini secara struktural tidak memiliki sistem pengolahan air limbah (WWTP) yang memadai.1
Limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas pasar—terutama dari kegiatan pencucian ikan (yang mengandung darah), pembersihan daging, dan sayuran—selama ini dibuang langsung ke badan air terdekat.1 Para peneliti mengidentifikasi bahwa limbah ini sangat kaya akan senyawa organik, termasuk karbohidrat, protein, garam mineral, dan sisa-sisa bahan lainnya.1 Ketika senyawa-senyawa ini memasuki sungai tanpa pengolahan, ia menciptakan dampak negatif berantai, mulai dari masalah kesehatan masyarakat, penurunan drastis kualitas lingkungan, hingga kerusakan permanen pada makhluk hidup dan ekosistem air.1
Ancaman Nyata Terhadap Publik dan Ekosistem
Situasi pembuangan limbah langsung ini menciptakan urgensi ganda. Pertama, urgensi ekologis. Desa Kuala Dua dikenal memiliki banyak pasar tradisional, dan sebagian besar dari pasar tersebut dibangun berdekatan dengan sungai, yang berarti limbah langsung dialirkan ke sana.1 Kondisi ini menyebabkan badan air lokal berada di bawah tekanan polusi yang masif dan terus-menerus.
Kedua, urgensi kepatuhan hukum. Kondisi Pasar Bahagia secara langsung melanggar dua regulasi penting di Indonesia. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, setiap kegiatan usaha wajib hukumnya untuk mengolah limbahnya sebelum dibuang ke media lingkungan. Lebih spesifik, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519 Tahun 2008 juga menegaskan bahwa limbah cair dari setiap kios atau lapak di pasar harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang.1 Pengabaian regulasi ini selama dua tahun menunjukkan adanya kesenjangan serius antara kebijakan perlindungan lingkungan nasional yang ketat dan implementasi di tingkat infrastruktur pasar tradisional. Perencanaan IPAL ini menjadi langkah krusial bagi pemerintah daerah untuk menutup kesenjangan tersebut dan memastikan tata kelola lingkungan yang bertanggung jawab.
Data yang Mengejutkan: Konsentrasi Polutan Mematikan Melebihi Batas Aman
Untuk memahami ancaman yang ditimbulkan, para peneliti melakukan analisis mendalam terhadap karakteristik air limbah Pasar Bahagia. Sampel diambil dari tiga titik saluran pembuangan akhir pasar, dihomogenisasi, dan diuji sesuai standar yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PerMenLHK) Nomor 68 Tahun 2016.1
Penemuan Laboratorium yang Memperburuk Keadaan
Hasil pengujian laboratorium mengungkapkan fakta yang sangat mengejutkan: empat parameter polutan utama berada jauh di atas standar kualitas yang diizinkan untuk dibuang ke perairan umum.1 Parameter-parameter kritis tersebut adalah:
-
Biological Oxygen Demand (BOD)
-
Chemical Oxygen Demand (COD)
-
Total Suspended Solids (TSS)
-
Amonia
Di sisi lain, parameter seperti total koliform serta lemak dan minyak, dilaporkan berada di bawah standar kualitas, menunjukkan bahwa fokus utama masalah adalah pada polusi organik dan padatan tersuspensi.1
Terjemahan Data Teknis ke dalam Ancaman Nyata Lingkungan
Nilai BOD dan COD yang tinggi adalah indikator utama polusi organik yang pekat, yang berasal dari sisa-sisa sayuran, darah ikan, dan sisa unggas.1 Dalam konteks lingkungan air, kadar polusi organik yang ekstrem ini sangat berbahaya. Ketika limbah pekat ini memasuki sungai, mikroorganisme akuatik akan mulai menguraikan materi organik tersebut, sebuah proses yang membutuhkan sejumlah besar oksigen terlarut (DO).1
Jika dibiarkan, kadar polusi organik ini begitu pekat hingga akan bertindak seperti racun yang secara cepat menghabiskan seluruh oksigen terlarut di sungai. Fenomena ini dikenal sebagai deoxygenation, yang secara efektif menyebabkan ikan dan biota air lainnya mati lemas. Konsentrasi COD yang tinggi, khususnya, menyebabkan kadar oksigen terlarut menjadi rendah, bahkan habis, sehingga sumber kehidupan bagi makhluk air tidak terpenuhi, mengancam kematian dan kegagalan reproduksi ekosistem.1
Ancaman diperburuk oleh tingginya konsentrasi TSS. Padatan tersuspensi ini menyebabkan air menjadi sangat keruh. Kekeruhan tinggi menciptakan "kabut tebal" di bawah air yang menghalangi penetrasi sinar matahari. Kondisi ini mengganggu proses fotosintesis oleh tanaman air, yang merupakan sumber utama penambahan oksigen alami di sungai.1
Terakhir, kadar Amonia yang tinggi memberikan risiko toksisitas ganda, terutama karena toksisitas Amonia dalam air cenderung meningkat seiring dengan kenaikan pH dan suhu, kondisi yang umum terjadi di perairan tropis yang menerima limbah organik.1 Oleh karena itu, perencanaan IPAL tidak hanya harus mengatasi polusi organik (BOD/COD) tetapi juga polutan beracun (Amonia) dan padatan (TSS) secara simultan. Kesimpulan yang tak terhindarkan dari data ini adalah bahwa solusi pengolahan harus berfokus pada proses biologis intensif untuk mencapai degradasi yang diperlukan.
Solusi Cerdas di Tengah Keterbatasan: Merancang IPAL Minimalis Berbasis Biologis
Kualitas limbah yang menantang dan kewajiban hukum untuk mengolahnya bertemu dengan tantangan logistik yang paling krusial: keterbatasan ruang. Inilah yang membuat perencanaan IPAL Pasar Bahagia menjadi karya rekayasa yang minimalis namun berbobot.
Tantangan Spasial: Keharusan Desain Minimalis
Pasar Bahagia terletak di lokasi yang padat, diapit oleh kawasan pemukiman di sisi kiri dan kanannya. Akibatnya, lahan kosong yang dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur pengolahan hanya berada di bagian belakang pasar.1 Kondisi ini menuntut para perencana untuk merancang instalasi yang sangat minimalis dan seefektif mungkin dalam pengoperasiannya.1
Tantangan ini berhasil diatasi dengan perencanaan presisi. Keseluruhan instalasi, yang mencakup semua unit proses—dari bak penampung awal hingga unit pengeringan lumpur—harus dimuat dalam area lahan total seluas $5~\text{m}^{2}$.1 Untuk memberikan gambaran, seluruh pabrik pengolahan air limbah pasar ini dirancang untuk dibangun dalam area yang seukuran sebuah walk-in closet atau ruang kantor kecil. Pembatasan lahan yang ekstrem ini adalah faktor penentu utama di balik setiap keputusan teknis yang diambil oleh para perencana.
Proyeksi Jangka Panjang: Mengantisipasi Pertumbuhan Pasar
IPAL yang dirancang tidak hanya bertujuan mengatasi debit limbah saat ini, tetapi diproyeksikan untuk kebutuhan 5 tahun ke depan, dimulai dari tahun 2023 hingga 2027. Perencanaan ini didasarkan pada asumsi bahwa jumlah unit pedagang (kios, lapak, dan meja) dan kebutuhan air akan meningkat setiap tahun seiring pertumbuhan populasi di Desa Kuala Dua.1 Kebutuhan air per unit disesuaikan dengan regulasi yang ada, yaitu 40 liter/hari untuk kios dan los, serta 15 liter/hari untuk meja.1
Perencanaan ini menghasilkan debit air limbah maksimal yang harus diolah, yaitu debit puncak yang diproyeksikan pada tahun 2027. Debit puncak ini adalah 8.640 liter per hari (setara $8,64~\text{m}^{3}/\text{hari}$).1 Meskipun berukuran minimalis hanya $5~\text{m}^{2}$, IPAL ini dirancang untuk membersihkan 8.640 liter air—sebuah volume yang setara dengan mengisi penuh lebih dari 400 galon air minum standar setiap hari. Pemilihan debit puncak sebagai dasar perencanaan unit memastikan bahwa IPAL yang dibangun bersifat future-proof dan lebih efektif sepanjang periode waktu yang ditentukan.1
Mengenal Teknologi RBC: Reaktor Biologis yang Menyelamatkan Oksigen Sungai
Mengingat tingginya polutan organik dan keterbatasan lahan, teknologi inti yang dipilih untuk pengolahan air limbah Pasar Bahagia adalah Rotating Biological Contactor (RBC). Pemilihan teknologi ini bukan tanpa alasan, tetapi merupakan respons teknis yang cerdas terhadap tantangan operasional dan logistik di lapangan.
Alasan Ilmiah di Balik Pemilihan RBC
RBC adalah unit pengolahan biologis utama. Prinsip kerjanya melibatkan kontak air limbah yang mengandung polutan organik dengan biofilm mikroba yang melekat pada permukaan media yang berputar di dalam reaktor. Biofilm inilah yang bertanggung jawab mendegradasi senyawa organik dan anorganik dalam air.1
RBC dipilih karena serangkaian keunggulan yang secara implisit memitigasi risiko kegagalan operasional yang sering melanda IPAL kecil di daerah: 1
-
Efisiensi Tinggi: RBC ditargetkan mampu mengurangi kandungan BOD dan COD hingga 80%.1 Efisiensi sebesar 80% ini berarti sistem dapat membersihkan hampir seluruh (8 dari 10 bagian) polutan organik mematikan sebelum air dikembalikan ke lingkungan penerima, secara efektif mengembalikan hak sungai untuk bernapas dan mengurangi risiko deoxygenation.
-
Kebutuhan Energi Rendah: Kebutuhan listriknya relatif kecil dibandingkan sistem lumpur aktif konvensional.1 Ini penting untuk memastikan biaya operasional (OPEX) yang rendah dan berkelanjutan.
-
Produksi Lumpur Minimal: Lumpur (sludge) yang dihasilkan relatif kecil dibandingkan proses lumpur aktif, yang sangat membantu dalam meminimalkan frekuensi dan biaya penanganan lumpur.
-
Sesuai Kapasitas Kecil: Unit ini memang cocok digunakan untuk kapasitas limbah yang relatif kecil, yang merupakan karakteristik Pasar Bahagia.
Keputusan memilih RBC merupakan solusi kebijakan yang cerdas terhadap masalah keberlanjutan O&M. Dengan teknologi yang rendah energi dan rendah lumpur, peluang kegagalan operasional jangka panjang dapat diminimalisir, memastikan bahwa investasi infrastruktur ini dapat melayani publik selama lima tahun atau lebih.
Rantai Proses Pengolahan Air (Arsitektur Lingkungan)
Untuk menjamin kualitas air keluar (efluen) memenuhi standar, sistem IPAL minimalis di Pasar Bahagia menggunakan enam unit proses yang bekerja secara berurutan dalam area $5~\text{m}^{2}$ tersebut 1:
-
Sump Well (Sumur Penampung): Berfungsi sebagai bak penahan awal untuk menampung limbah sebelum diproses lebih lanjut.1 Unit ini memiliki waktu detensi satu jam, dengan volume $0,36~\text{m}^{3}$.1
-
Bar Screen (Saringan Kasar): Merupakan pra-pengolahan yang memisahkan kotoran berukuran besar agar tidak terbawa ke unit inti.1
-
Rotating Biological Contactor (RBC): Unit inti biologis untuk degradasi BOD dan COD. Unit ini dirancang dengan satu shaft dan 30 piringan (disk), dengan waktu detensi satu jam.1
-
Sedimentation Tank (Bak Pengendapan): Berfungsi untuk mengendapkan sisa padatan tak terlarut setelah pengolahan biologis. Unit ini dirancang dengan waktu detensi dua jam.1
-
Disinfection Tank (Bak Desinfeksi): Digunakan untuk mengontakkan senyawa disinfektan (klorin) dengan air limbah guna membunuh mikroorganisme patogen.1 Waktu kontak yang direncanakan adalah 27 menit.1
-
Sludge Drying Bed (Tempat Pengeringan Lumpur): Lumpur yang dihasilkan dikeringkan di sini untuk mengurangi kadar air dan volumenya.1 Tempat pengeringan ini dirancang dengan dua bed dengan periode pengumpulan lumpur selama 10 hari.1
Seluruh rangkaian proses ini dirancang untuk mencapai efisiensi penyisihan TSS, BOD, dan COD yang tinggi, memastikan air efluen yang dibuang ke sungai aman dan tidak menyebabkan gangguan pada ekosistem.1
Angka Nyata dari Inovasi: Investasi Rp 69 Juta untuk Perlindungan Lingkungan
Proyek rekayasa minimalis ini tidak hanya menonjol karena kecerdasan teknologinya, tetapi juga karena efisiensi anggarannya yang luar biasa untuk sebuah proyek infrastruktur publik yang vital.
Rincian Anggaran dan Kepatuhan Regulasi
Total anggaran biaya (RAB) yang dihitung untuk pembangunan IPAL Pasar Bahagia—meliputi seluruh unit proses di lahan $5~\text{m}^{2}$ dan berkapasitas 8.640 liter/hari—adalah sebesar Rp 69.315.479,00.1
Angka investasi ini, yang setara dengan biaya satu unit mobil bekas berkualitas baik atau dua sepeda motor baru, merupakan modal yang relatif kecil jika dibandingkan dengan manfaat perlindungan lingkungan yang akan dihasilkan. Yang lebih penting, biaya pencegahan ini jauh lebih rendah daripada potensi denda regulasi, atau bahkan biaya pemulihan ekosistem yang terkontaminasi secara permanen akibat polusi yang tidak tertangani.
Perhitungan anggaran ini dilakukan dengan landasan hukum yang kuat, mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 1 Tahun 2022 dan panduan harga satuan regional dari Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 204 Tahun 2021.1 Hal ini memastikan bahwa proyek tersebut tidak hanya efisien tetapi juga akuntabel dalam penggunaan dana publik.
Cakupan anggaran ini mencakup semua elemen yang diperlukan untuk konstruksi penuh, termasuk: 1
-
Pekerjaan persiapan lahan (pembersihan dan leveling).
-
Konstruksi fondasi dan struktur beton WWTP.
-
Instalasi unit penunjang seperti pompa, aerator RBC, perpipaan, dan aksesoris.
-
Pengadaan bahan baku (pasir dan kerikil untuk sludge drying bed) dan bahan kimia (klorin).1
Kritik Realistis dan Tantangan Jangka Panjang: Memastikan Keberlanjutan
Meskipun perencanaan ini menawarkan solusi yang sangat efektif dan efisien, setiap desain rekayasa harus dilihat melalui lensa kritik realistis untuk mengantisipasi tantangan di masa depan. Kunci keberhasilan jangka panjang terletak pada transisi yang mulus dari fase perencanaan ke fase operasional dan pemeliharaan (O&M).
Batasan dan Asumsi Studi
Salah satu batasan utama dalam perencanaan ini adalah asumsi yang digunakan untuk menghitung debit air limbah. Para peneliti berasumsi bahwa air limbah yang dihasilkan adalah 100% dari total air bersih yang digunakan di pasar.1 Meskipun ini adalah asumsi konservatif dan wajar dalam desain awal, keberhasilan aktual IPAL akan sangat bergantung pada seberapa akurat asumsi 100% ini mencerminkan kondisi lapangan, mengingat variabilitas pola pencucian dan pembersihan harian oleh pedagang (11 kios, 75 los, dan 51 meja yang diproyeksikan pada 2027).1
Selain itu, fokus utama efisiensi penyisihan (reduksi) dalam laporan ditekankan pada BOD, COD, dan TSS.1 Walaupun Amonia juga teridentifikasi berada di atas standar kualitas dan merupakan polutan yang sangat toksik, efisiensi penyisihan total Amonia tidak disajikan secara terperinci. Ini menimbulkan kewajiban akuntabilitas yang ketat: pasca-implementasi, keberhasilan IPAL harus secara ketat memonitor konsentrasi Amonia di air efluen untuk memastikan bahwa proses biologis RBC telah mendegradasi polutan beracun ini hingga batas aman, terutama mengingat Amonia adalah salah satu ancaman kesehatan terbesar bagi ekosistem perairan.1
Tantangan Operasional Pasca-Konstruksi
Tantangan terbesar setelah investasi fisik sebesar Rp 69 Juta selesai adalah memastikan keberlanjutan operasional dan pemeliharaan. Meskipun RBC adalah sistem rendah perawatan dan berbiaya listrik kecil, ia tetap membutuhkan perhatian rutin.1
Sistem minimalis di lahan $5~\text{m}^{2}$ menuntut manajemen yang sangat ketat karena volume unit proses yang kecil. Misalnya, sludge drying bed harus dikosongkan secara teratur (periode pengumpulan lumpur 10 hari) agar tidak menghambat kinerja. Jika pemeliharaan gagal—misalnya pompa atau aerator tidak berfungsi optimal—kinerja RBC (efisiensi 80%) akan menurun drastis, dan polutan akan kembali mencemari sungai.
Oleh karena itu, para peneliti memberikan rekomendasi kritis yang relevan: perlunya studi yang lebih mendalam dan pemeriksaan kualitas air limbah secara berkala.1 Rekomendasi ini adalah penekanan implisit bahwa investasi modal harus diikuti oleh anggaran dan komitmen O&M yang memadai. Dengan perencanaan operasional yang efisien, Pasar Bahagia dapat mempertahankan IPAL yang efisien dan sesuai kebutuhan, menjadikannya model bagi pasar lain.
Dampak Nyata: Menuju Pasar Bahagia yang Berkelanjutan
Perencanaan IPAL di Pasar Bahagia ini adalah lebih dari sekadar proyek konstruksi; ini adalah pernyataan kebijakan lingkungan yang kuat. Proyek ini memposisikan Pasar Bahagia sebagai pasar pertama di Desa Kuala Dua yang akan memiliki sistem pengolahan limbah yang memenuhi standar, menjadikannya model atau blueprint untuk solusi sanitasi terdesentralisasi bagi pasar tradisional lainnya.1
Jika sistem IPAL ini diterapkan dan dioperasikan sesuai dengan standar rekayasa yang ketat, temuan penelitian ini memproyeksikan bahwa dalam waktu lima tahun—selama periode perencanaan 2023 hingga 2027—Pasar Bahagia dapat mengurangi secara drastis polutan organik hingga 80%, mencegah gangguan ekosistem perairan lokal, dan secara substansial menghilangkan risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah cair langsung.1
Manfaat nyata dari adanya IPAL ini meluas jauh melampaui kepatuhan hukum. Dengan meningkatkan kualitas lingkungan dalam pemrosesan dan pembuangan limbah cair, proyek ini akan secara langsung mengurangi dan menghilangkan dampak buruk limbah bagi kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan secara keseluruhan.1
IPAL minimalis di lahan $5~\text{m}^{2}$ dengan biaya Rp 69 Juta ini membuktikan bahwa tantangan klasik pasar tradisional Indonesia—keterbatasan lahan dan anggaran yang ketat—dapat diatasi melalui inovasi rekayasa dan pemilihan teknologi tepat guna seperti RBC. Ini adalah langkah maju yang signifikan menuju keberlanjutan lingkungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat di Kabupaten Kubu Raya.