Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Inspeksi Jalan Cerdas – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel

15 Oktober 2025, 14.28

unsplash.com

Di tengah deru lalu lintas jalan tol yang tak pernah berhenti, seorang insinyur berdiri di bahu jalan, mencatat setiap retakan, lubang, dan deformasi aspal dengan saksama. Pekerjaan ini, meski krusial untuk keselamatan jutaan pengendara, adalah sebuah pertaruhan. Setiap detik, ia berhadapan dengan risiko terserempet kendaraan yang melaju kencang. Metode ini, yang telah menjadi tulang punggung pemeliharaan jalan selama puluhan tahun, ternyata menyimpan kelemahan yang fundamental.

Sebuah tim peneliti internasional baru-baru ini mempublikasikan sebuah studi terobosan yang menantang status quo ini. Mereka mengembangkan sebuah sistem cerdas yang mampu "mendengarkan" kondisi kesehatan jalan dari dalam, tanpa perlu menempatkan satu orang pun dalam bahaya. Dengan memanfaatkan data getaran dan kecerdasan buatan (AI), metode ini tidak hanya menjanjikan inspeksi yang lebih aman, tetapi juga jauh lebih akurat dan efisien. Temuan ini bisa menjadi awal dari sebuah revolusi dalam cara kita merawat arteri vital perekonomian bangsa: jalan raya.

 

Di Tepi Jalan Raya yang Sibuk: Risiko Tersembunyi di Balik Inspeksi Jalan Tradisional

Untuk memahami betapa pentingnya inovasi ini, kita perlu melihat lebih dekat betapa rumit dan berbahayanya proses inspeksi jalan konvensional. Selama ini, otoritas jalan raya di seluruh dunia, termasuk di Iran di mana studi ini dilakukan, bergantung pada metode visual untuk menghitung Pavement Condition Index (PCI).1 PCI adalah skor numerik dari 0 hingga 100 yang merepresentasikan kondisi fungsional dan integritas struktural sebuah ruas jalan. Skor 100 berarti sempurna, sementara skor di bawah 10 menunjukkan jalan yang gagal total dan berbahaya.1

Proses untuk mendapatkan skor ini secara tradisional sangat bergantung pada manusia. Insinyur harus secara fisik memeriksa setiap segmen jalan, mengidentifikasi jenis kerusakan, mengukur tingkat keparahan, dan mencatat kuantitasnya. Para peneliti dalam studi ini melabeli proses tersebut dengan serangkaian kata yang gamblang: "memakan waktu, subjektif, berbahaya, membosankan, padat karya, dan sangat mahal".1

Rangkaian masalah ini saling terkait dan menciptakan efek domino yang merugikan. Sifatnya yang "padat karya" dan "memakan waktu" secara langsung membuatnya "sangat mahal". Faktor "berbahaya" menambah lapisan biaya lain melalui premi asuransi dan protokol keselamatan yang ketat. Namun, masalah yang paling mengkhawatirkan mungkin adalah sifatnya yang "subjektif". Dua inspektur yang berbeda, dengan pengalaman dan tingkat kelelahan yang berbeda, bisa memberikan skor PCI yang berbeda untuk ruas jalan yang sama. Inkonsistensi ini, atau yang disebut peneliti sebagai "potensi kesalahan manusia", dapat merusak seluruh fondasi sistem manajemen perkerasan jalan.1

Dampaknya sangat nyata. Kesalahan dalam penilaian PCI dapat menyebabkan keputusan pemeliharaan yang keliru. Sebuah jalan yang sebenarnya mengalami "Kerusakan Berat" (kerusakan >15%) dan membutuhkan "Rekonstruksi" total mungkin salah diklasifikasikan sebagai "Kerusakan Ringan" (kerusakan 11-15%) yang hanya menerima "Rehabilitasi Mayor".1 Kesalahan seperti ini tidak hanya membuang-buang anggaran publik yang terbatas, tetapi juga menunda penanganan yang semestinya dan pada akhirnya membahayakan keselamatan pengguna jalan.

 

Revolusi Senyap di Bawah Aspal: Ketika Getaran Mengungkapkan Apa yang Tak Terlihat Mata

Menghadapi tantangan sistemik ini, para peneliti mengajukan sebuah ide yang radikal. Bagaimana jika kita bisa menilai kondisi permukaan jalan tanpa harus melihatnya sama sekali? Bagaimana jika kita bisa mendiagnosis "kesehatan" jalan dengan cara yang sama seperti dokter mendengarkan detak jantung pasien untuk memahami kondisi tubuh secara keseluruhan?

Inilah inti dari inovasi mereka: menggunakan data dari tes Falling Weight Deflectometer (FWD) untuk memprediksi skor PCI.1 FWD adalah sebuah perangkat non-destruktif yang sudah umum digunakan oleh insinyur sipil. Cara kerjanya adalah dengan menjatuhkan beban berat ke permukaan jalan untuk mensimulasikan tekanan dari roda kendaraan yang lewat. Serangkaian sensor super-sensitif kemudian mengukur bagaimana permukaan aspal melendut atau berdefleksi sebagai respons terhadap tumbukan tersebut.1

Secara tradisional, data FWD digunakan untuk mengevaluasi kapasitas struktural jalan—kekuatan lapisan fondasi yang tersembunyi di bawah aspal. Data ini membantu insinyur menentukan sisa umur layanan jalan atau ketebalan lapisan aspal baru yang dibutuhkan.1 Di sisi lain, PCI adalah indeks kondisi fungsional permukaan. Keduanya selama ini dianggap sebagai dua dunia yang terpisah dalam manajemen perkerasan.

Studi ini dengan brilian menjembatani kedua dunia tersebut. Para peneliti berhipotesis bahwa kesehatan struktural internal sebuah jalan pasti akan termanifestasi dalam bentuk-bentuk halus di permukaannya. Jalan yang fondasinya kuat akan merespons tekanan secara berbeda dari jalan yang strukturnya sudah mulai rapuh. Mereka menyadari adanya "kelangkaan penelitian" yang menghubungkan data defleksi FWD secara langsung dengan indeks PCI, yang menyoroti kebaruan dan orisinalitas pendekatan mereka.1

Dengan kata lain, FWD tidak hanya mengukur kekuatan, tetapi juga merekam "denyut nadi" jalan. AI kemudian bertindak sebagai "penerjemah" ahli yang mengubah bahasa getaran dan lendutan struktural ini menjadi skor PCI yang mudah dipahami. Hal ini menciptakan sinergi yang luar biasa. Otoritas jalan raya yang sudah rutin melakukan tes FWD untuk perencanaan jangka panjang kini bisa mendapatkan data operasional jangka pendek (PCI) secara bersamaan, tanpa biaya tambahan, tanpa risiko keselamatan, dan tanpa subjektivitas manusia. Ini adalah sebuah lompatan efisiensi, terutama bagi negara atau lembaga dengan anggaran terbatas yang tidak mampu membeli teknologi inspeksi canggih lainnya seperti pemindaian laser 3D.1

 

Membedah Otak Digital: Bagaimana Mesin Belajar Membaca 'Denyut Nadi' Jalanan

Untuk mewujudkan ide ini, para peneliti melakukan eksperimen di dunia nyata. Mereka memilih 236 segmen jalan di sepanjang jalan tol Teheran-Qom di Iran sebagai laboratorium mereka.1 Di setiap segmen, mereka melakukan dua hal: pertama, menghitung PCI secara tradisional melalui inspeksi visual. Kedua, mereka melakukan tes FWD.

Tes FWD menghasilkan tujuh titik data untuk setiap segmen: lendutan yang diukur oleh tujuh sensor (geofon) yang ditempatkan pada jarak berbeda dari pusat tumbukan, yaitu di 0 cm, 20 cm, 40 cm, 60 cm, 90 cm, 120 cm, dan 150 cm.1 Tujuh angka inilah yang menjadi "input" bagi otak digital mereka. "Output"-nya adalah prediksi skor PCI.

Para peneliti tidak hanya menggunakan satu model AI, melainkan mengadu beberapa pendekatan berbeda untuk menemukan yang terbaik. Mereka menggunakan dua jenis jaringan saraf utama, Multi-Layer Perceptron (MLP) dan Radial Basis Function (RBF), yang masing-masing dioptimalkan dengan algoritma yang berbeda.1 Namun, terobosan sesungguhnya datang dari sebuah pendekatan yang lebih canggih: Committee Machine Intelligent Systems (CMIS).1

Bayangkan CMIS sebagai sebuah dewan direksi yang terdiri dari para ahli AI. Alih-alih hanya mengandalkan pendapat satu ahli, dewan ini mendengarkan masukan dari keempat model (MLP-LM, MLP-SCG, RBF-GA, dan RBF-ICA) dan menggabungkannya untuk menghasilkan keputusan akhir yang lebih bijaksana. Namun, ini bukan sekadar pemungutan suara atau pengambilan rata-rata sederhana. CMIS secara cerdas memberikan "bobot" pada setiap pendapat berdasarkan seberapa akurat ahli tersebut.

Sebuah detail menarik terungkap dalam hasil pembobotan ini. Model MLP-LM diberi bobot 0, sementara model MLP-SCG menerima bobot tertinggi sebesar 0.657.1 Ini adalah momen yang menakjubkan. Secara efektif, dewan AI ini menyimpulkan bahwa masukan dari salah satu anggotanya (MLP-LM) tidak memberikan nilai tambah, bahkan mungkin menambah "kebisingan" pada prediksi. Jadi, dewan tersebut memutuskan untuk sepenuhnya mengabaikan pendapatnya. Ini menunjukkan tingkat evaluasi kritis otomatis yang jauh melampaui penggabungan model sederhana; ini adalah mesin yang belajar untuk mengetahui siapa yang harus didengarkan.

Analisis AI juga mengungkap sebuah wawasan fisika yang mengejutkan. Ternyata, parameter yang memiliki pengaruh positif paling tinggi terhadap skor PCI adalah lendutan yang diukur oleh sensor terjauh, yaitu D7 pada jarak 150 cm dari pusat tumbukan.1 Ini terasa berlawanan dengan intuisi. Mengapa getaran kecil yang jauh lebih informatif daripada lendutan besar tepat di bawah beban? Jawabannya terletak pada pemahaman holistik tentang kesehatan jalan. Jalan yang sehat dan terintegrasi dengan baik akan bertindak seperti lempengan kokoh yang menyebarkan energi tumbukan ke area yang luas. Oleh karena itu, lendutan yang terukur bahkan pada jarak 1.5 meter menunjukkan bahwa struktur jalan secara kohesif mentransfer energi. Sebaliknya, jalan yang retak parah (PCI rendah) akan menyerap dampak secara lokal, dengan retakan berfungsi sebagai peredam yang mencegah energi merambat jauh. AI, hanya dengan melihat data, berhasil menemukan prinsip fisika yang fundamental ini.

 

Kontes Para Algoritma di Jalan Tol Teheran-Qom: Siapa Pemenangnya?

Setelah semua model dilatih dan diuji menggunakan data dari 236 segmen jalan, hasilnya sangat jelas. Model CMIS keluar sebagai juara tak terbantahkan, mengungguli semua model individu di setiap metrik evaluasi.1

Untuk mengukur kinerja, para peneliti menggunakan empat kriteria statistik, termasuk Average Absolute Percent Relative Error (AAPRE) dan Root Mean Square Error (RMSE).1 Mari kita terjemahkan angka-angka ini ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami. Skor AAPRE untuk CMIS adalah 11.67%, dengan RMSE 12.00.1 Bayangkan jika kondisi jalan dinilai pada skala 0 hingga 100. Ini berarti, secara rata-rata, prediksi model CMIS hanya meleset sekitar 11 hingga 12 poin dari skor sebenarnya yang diukur secara manual. Ini adalah tingkat akurasi yang sangat tinggi, layaknya seorang juri ahli yang tebakannya hampir selalu mendekati nilai sempurna, jauh lebih presisi dibandingkan para juniornya yang bekerja sendirian.

Bukti visualnya bahkan lebih meyakinkan. Ketika para peneliti memetakan hasil prediksi terhadap nilai observasi aktual, data untuk model CMIS membentuk gugusan titik yang rapat dan rapi di sekitar garis diagonal ideal, di mana prediksi sama persis dengan kenyataan. Sebaliknya, prediksi dari model-model lain tampak lebih tersebar dan acak.1 Ini adalah gambaran visual dari presisi dan keandalan yang superior. Model CMIS tidak hanya akurat secara rata-rata, tetapi juga konsisten di berbagai kondisi jalan. Kurva kesalahan relatif juga menunjukkan bahwa sebagian besar prediksi CMIS memiliki tingkat kesalahan di bawah 33%, sebuah margin yang jauh lebih baik dibandingkan para pesaingnya.1

 

Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Dunia (dan Penting bagi Dompet Anda)?

Hasil penelitian ini lebih dari sekadar pencapaian akademis; ia menawarkan peta jalan menuju sistem pemeliharaan infrastruktur yang lebih cerdas, lebih aman, dan lebih hemat. Implikasinya bagi pemerintah, pekerja, dan masyarakat umum sangatlah besar.

  • Peningkatan Keselamatan Drastis: Manfaat yang paling langsung dan tak ternilai adalah eliminasi total kebutuhan inspeksi visual di lapangan. Petugas tidak lagi harus mempertaruhkan nyawa berjalan di bahu jalan tol yang sibuk. Pekerjaan berisiko tinggi ini dapat diubah menjadi analisis data yang aman di dalam kantor, secara efektif mencegah potensi kecelakaan fatal.1
  • Akurasi Data yang Objektif: Dengan menghilangkan faktor manusia yang subjektif, keputusan perbaikan jalan akan didasarkan pada data mesin yang dingin, keras, dan konsisten. Setiap ruas jalan akan dievaluasi dengan standar yang sama persis setiap saat. Hal ini memastikan bahwa dana publik yang berharga dialokasikan ke ruas jalan yang paling kritis secara adil dan efisien, bukan berdasarkan interpretasi yang bisa bervariasi.1
  • Efisiensi Anggaran yang Signifikan: Metode ini memungkinkan otoritas jalan raya untuk menggabungkan dua tugas penting—evaluasi struktural jangka panjang dan penilaian kondisi permukaan jangka pendek—menjadi satu kegiatan tunggal. Ini ibarat seorang pasien yang bisa mendapatkan hasil medical check-up lengkap dan tes darah hanya dari satu kali kunjungan ke dokter. Dengan "tumpang tindih dalam kegiatan pemeliharaan" ini, pemerintah dapat memangkas biaya operasional, waktu, dan tenaga kerja secara dramatis, menghemat uang pembayar pajak.1

 

Sebuah Langkah Maju, Bukan Lompatan Raksasa: Kritik Realistis dan Arah Masa Depan

Meskipun hasilnya sangat menjanjikan, para peneliti sendiri bersikap realistis dan mengakui bahwa ini adalah langkah pertama dalam sebuah perjalanan panjang. Mereka menyoroti beberapa keterbatasan dan mengusulkan arah untuk penelitian di masa depan, menunjukkan integritas ilmiah yang tinggi.

Kritik yang paling utama adalah bahwa model AI ini dilatih secara eksklusif menggunakan data dari satu koridor jalan tol, yaitu Teheran-Qom di Iran.1 Kinerjanya mungkin perlu dikalibrasi ulang untuk bisa diterapkan di lokasi dengan karakteristik yang berbeda. Misalnya, bagaimana model ini akan berkinerja di bawah iklim tropis Indonesia yang curah hujannya tinggi, atau di bawah beban lalu lintas ekstrem di jalur Pantura Jawa? Ini adalah sebuah bukti konsep yang luar biasa, tetapi belum menjadi solusi universal yang siap pakai.

Oleh karena itu, para peneliti menyarankan untuk memperkuat model di masa depan dengan memasukkan dataset yang lebih beragam, mencakup lebih banyak segmen jalan dengan "berbagai karakteristik cuaca dan lalu lintas".1 Mereka juga membayangkan sistem yang lebih komprehensif yang tidak hanya mengandalkan data FWD, tetapi juga menggabungkannya dengan informasi dari tes non-destruktif lain seperti Ground Penetrating Radar (GPR) yang bisa "melihat" ke dalam lapisan bawah aspal.1

Visi jangka panjangnya adalah menuju otomatisasi yang lebih mulus. Setelah model terbukti andal, tes FWD yang stasioner dapat digantikan oleh teknologi yang lebih baru seperti Traffic Speed Deflectometer (TSD), perangkat yang dapat mengumpulkan data lendutan sambil bergerak dengan kecepatan lalu lintas normal. Ini akan meminimalkan gangguan pada arus lalu lintas dan memungkinkan pengumpulan data yang jauh lebih cepat dan efisien.1

 

Kesimpulan: Dampak Nyata untuk Infrastruktur Lima Tahun ke Depan

Temuan dari penelitian ini bukanlah sekadar wacana akademis yang akan berakhir di perpustakaan. Ini adalah cetak biru untuk sebuah perubahan nyata dalam manajemen aset publik yang paling vital. Potensi dampaknya dalam jangka menengah sangatlah besar.

Jika diterapkan secara luas oleh kementerian terkait dan otoritas jalan raya, metode inspeksi cerdas ini berpotensi memangkas biaya tahunan pemeliharaan jalan nasional secara signifikan dalam waktu lima tahun ke depan. Dana yang berhasil dihemat dapat dialihkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur baru atau meningkatkan kualitas jalan di daerah-daerah terpencil. Lebih penting lagi, ini akan mempercepat siklus identifikasi-perbaikan, memastikan jalan-jalan yang lebih aman dan lebih lancar bagi jutaan pengendara setiap hari, sekaligus melindungi nyawa para insinyur dan teknisi yang bekerja di garis depan untuk menjaga kita tetap terhubung.

 

Sumber Artikel:

https://doi.org/10.3390/en13071718