Penandatanganan 149 Skema Sertifikasi Nasional Pendidikan Vokasi dalam Upaya Meningkatkan Kompetensi Tenaga Kerja

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

17 Mei 2024, 07.55

Suasana diskusi panel pada acara Penandatangan Skema Sertifikasi Nasional LSP Pendidikan Tinggi Vokasi, Kamis (25/3/2021).(Dok. Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud.)

KOMPAS.com – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menandatangani 149 skema sertifikasi nasional pendidikan tinggi vokasi di lima bidang, Kamis (25/3/2021).

Kelima bidang tersebut adalah permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, hospitality, dan care service. Sertifikasi kompetensi sendiri menjadi salah satu poin paket Link And Match 8+i yang sedang diterapkan Ditjen Pendidikan Vokasi. Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto memaparkan, pendidikan vokasi dan industri harus menyusun kurikulum bersama, melaksanakan pembelajaran berbasis project riil dari industri, meningkatkan pengajar dari industri, magang, dan melaksanakan sertifikasi profesi.

“Skema sertifikasi yang sudah disusun bersama dan disepakati ini diharapkan nantinya ikut mengintervensi kurikulum dan pembelajaran di pendidikan vokasi,” ujar Dirjen Wikan dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (28/3/2021).

Adapun penyiapan skema sertifikasi untuk pendidikan D3 dan D4 mendapatkan apresiasi dari kalangan industri, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Hal tersebut menjadi tonggak sejarah baru karena baru kali pertama dilaksanakan.

Selain itu, penyusunan skema sertifikasi merupakan bukti “pernikahan” antara pendidikan vokasi dan industri. Plt. Direktur Bina Standardisasi, Kompetensi, dan Pelatihan Kerja Kemenaker Muchtar Aziz mengatakan, penandatangan 149 sertifikasi tersebut merupakan peristiwa bersejarah.

Oleh karena itu, kata dia, peristiwa tersebut dapat dijadikan sebagai bukti bahwa Indonesia dapat menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing melalui kolaborasi berbagai pihak, yakni pendidikan vokasi, industri, asosiasi profesi, serta kementerian terkait.

“Pertama saya menyampaikan apresiasi kepada Kemendikbud, terutama Ditjen Pendidikan Vokasi, karena saat ini saya menyaksikan momentum dalam perjalanan sejarah. Jika kita mencoba mengungkit kembali sejarah masa lalu, langkah ini sebenarnya merupakan obsesi yang sudah dirintis sejak zaman Orde Baru,” ujar Muchtar di sesi diskusi panel bersama Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud.

Kemenaker menilai, sertifikasi kompetensi merupakan sebuah pertaruhan kepercayaan. Keseriusan Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama Pendidikan Tinggi Vokasi (LSP P1 PTV) dalam memberikan sertifikasi kompetensi bagi mahasiswa akan menentukan kepercayaan kalangan industri. Pasalnya, ketika lembaga sertifikasi tidak bisa melaksanakan uji kompetensi dan penilaian secara kredibel, reputasinya pun menjadi buruk di mata industri.

Muchtar menjelaskan, proses sertifikasi yang kredibel dapat dilihat dari asesor dan prosesnya. Ia pun mengingatkan agar lembaga sertifikasi internal tidak asal memberikan sertifikat.

“Di sinilah peranan BNSP penting dalam melakukan pengawalan terhadap proses sertifikasi, termasuk dari jenis skema sertifikasinya,” tutur Muchtar. Muchtar juga menyebut, kalangan industri pun harus mau memberikan rekognisi terhadap pemegang sertifikat kompetensi.

Pasalnya, selama ini kalangan industri hanya melihat latar pendidikan formal saat merekrut pekerja. Kalangan industri, imbuh Muchtar, juga dapat memberikan rekognisi lain berupa pembukaan kesempatan pengembangan karier bagi lulusan vokasi yang memegang sertifikat. Pihak Kemenaker, lanjutnya, sedang menjalankan kajian untuk meneliti kebutuhan kompetensi industri di masa pandemi Covid-19. Kajian ini juga untuk menjawab kebutuhan pekerja di masa depan.

Dari kalangan industri, Corporate Communication and CSR PT Trakindo Utama Candy Sihombing mengatakan, strategi yang dilakukan industri untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas adalah dengan terlibat dalam proses pendidikan di politeknik. Hal tersebut diwujudkan melalui penyusunan kurikulum bersama, pengembangan skill, on the job training di industri, hingga terlibat langsung dalam proses penyusunan skema sertifikasi, khususnya di bidang alat berat.

“Kami ingin menjaga komitmen untuk terlibat dalam proses pembelajaran di pendidikan vokasi. Kami tidak ingin menunggu di ujung jalan, tetapi kami ingin jemput bola dari awal untuk memastikan kualitas calon tenaga kerja,” ucap Candy.

Sumber: nasional.kompas.com