Permukiman kumuh adalah sebuah wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi di sebuah kota yang sebagian besar dihuni oleh penduduk miskin. Menurut Pasal 1 Ayat 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Kawasan kumuh ada di banyak kota besar di seluruh dunia. Kawasan kumuh biasanya dikaitkan dengan kemiskinan dan pengangguran tinggi. Kawasan kumuh juga dapat menjadi sumber masalah sosial seperti kriminalitas, narkotika, dan minuman keras. Karena kondisi sanitasi yang buruk, wilayah kumuh menjadi pusat masalah kesehatan di negara-negara miskin. Kendaraan seperti ambulans dan pemadam kebakaran sangat sulit dilewati di berbagai kawasan kumuh, terutama di negara-negara miskin. Selain itu, sampah bertumpuk-tumpuk karena kurangnya layanan pembuangan sampah.
Kawasan kumuh meningkat seiring dengan populasi, terutama di negara-negara berkembang. Pemerintah di seluruh dunia saat ini mencoba mengatasi masalah kawasan kumuh ini dengan membangun perumahan modern dengan sanitasi yang baik, biasanya rumah bertingkat. Tingkat kepadatan penduduk, kepemilikan lahan, dan kualitas sarana dan prasarana pada suatu daerah adalah beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menentukan apakah daerah tersebut tergolong kumuh atau tidak.
Pengentasan kawasan kumuh
Kota-kota di negara berkembang mengalami tingkat kemiskinan dan urbanisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak tahun 1960an. Dampaknya adalah meluasnya kelompok permukiman kumuh yang tidak terkendali. Komunitas-komunitas yang terbelakang dan tidak terencana ini seringkali dihuni oleh penghuni liar yang tidak memiliki status dan hak hukum. Karena kurangnya akses terhadap layanan dasar perkotaan termasuk infrastruktur, pengumpulan sampah, pasokan udara, dan sanitasi, masyarakat yang tinggal di daerah kumuh lebih rentan terhadap penyakit, kejahatan, dan bencana alam.
Pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk mengatasi masalah ini. Sayangnya, kurangnya kemauan politik, kepemimpinan yang tidak kompeten, peraturan yang tidak tepat, pasar tanah yang tidak berfungsi, dan pembatasan yang tidak tepat adalah alasan utama mengapa proyek perkotaan mereka sering gagal. Memindahkan masyarakat ke kawasan pemukiman baru, umumnya di luar kota, merupakan salah satu cara untuk menghentikan kemiskinan di wilayah metropolitan menjadi lebih buruk. Namun kelompok kumuh memang muncul di wilayah metropolitan karena lebih mudah menangkap dan mempekerjakan masyarakat miskin di sana. Oleh karena itu, tidak efektif untuk merelokasi penduduk atau mengubah fasilitas fisik mereka. Selain mengalokasikan dana untuk penghapusan permukiman kumuh dan relokasi warganya, pemerintah secara umum juga harus menyediakan dana transportasi yang akan memberikan akses prospek kerja di pusat kota.
Strategi kedua, yang disebut sebagai teknik regenerasi di Indonesia, melibatkan pembangunan kembali setelah penggusuran. Di Taman Sari Kota Bandung misalnya. Dengan strategi ini, penghuni kawasan kumuh akan direlokasi sementara, lahan akan dibersihkan, dan rumah baru akan dibangun untuk mereka di tempat yang sama. Untuk menampung lebih banyak orang, bangunan bertingkat tinggi sering kali direncanakan. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa kepadatan hunian di gedung-gedung tinggi yang baru dibangun tidak jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan hunian yang sudah ada di pusat kota. Selain itu, pembangunan gedung-gedung bertingkat tinggi membuat rumah tangga bertingkat rendah memiliki lebih sedikit ruang di tingkat bawah untuk menjalankan pekerjaan sampingan yang menghasilkan uang ekstra.
Selain merelokasi penduduk atau mengubah tempat tinggal mereka, pilihan lain adalah meningkatkan permukiman kumuh, yang kadang-kadang disebut sebagai Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh di Indonesia. Untuk melakukan perbaikan, pertama-tama kita harus menjadikan infrastruktur yang ada—seperti retikulasi udara, drainase, sanitasi, dan listrik—sebaik-baiknya. Perbaikan biasanya tidak memerlukan pembangunan rumah karena orang dapat melakukannya sendiri; sebaliknya, pinjaman opsional diberikan untuk perbaikan rumah. Langkah-langkah lainnya termasuk menghilangkan risiko lingkungan, menawarkan imbalan atas pemeliharaan dan pengelolaan masyarakat, dan membangun sekolah dan klinik. Pengalihan hak kepemilikan rumah yang terjangkau kepada masyarakat merupakan aspek penting dari perubahan tersebut. Kepastian yang timbul dari pengalihan hak kepemilikan telah terbukti mendorong masyarakat setempat untuk berkontribusi dua hingga empat kali lebih besar dari kontribusi pemerintah terhadap perbaikan infrastruktur kawasan kumuh.
Perbaikan lahan memberikan beberapa manfaat, termasuk berkurangnya gangguan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat dan merupakan pilihan yang lebih hemat biaya dibandingkan penghancuran dan relokasi, yang mungkin memerlukan biaya hingga sepuluh kali lipat biaya perbaikan. Dampak restorasi langsung terasa, sangat terlihat, dan secara signifikan meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin perkotaan.
Strategi lain yang kini didukung adalah konsolidasi tanah, baik secara vertikal maupun horizontal. Tujuan konsolidasi tanah adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses penataan kembali kepemilikan, penggunaan, dan pengelolaan tanah sesuai dengan rencana tata ruang dan upaya mengalokasikan properti untuk kepentingan umum. Secara umum, tujuan konsolidasi lahan adalah untuk merestrukturisasi tata kelola lahan masyarakat guna memaksimalkan penggunaan lahan dengan meningkatkan tingkat produksi dan efisiensi. Untuk mewujudkan kualitas lingkungan permukiman yang lebih baik, konsolidasi tanah dapat dilakukan dalam bentuk penambahan atau penataan prasarana jalan umum, penataan kawasan hijau, atau penataan bidang tanah ulayat. Sebagian dari harta milik masing-masing pemilik tanah akan disumbangkan untuk kepentingan fasilitas umum, seperti menata ulang atau memperbesar jalan raya, menciptakan ruang hijau, dan lain-lain. Keuntungan atau keuntungan yang lebih baik akan diperoleh bagi pemilik tanah, yang akan mendapatkan kembali kontribusi tanahnya dalam bentuk kenaikan harga jual tanah. Dalam konsolidasi tanah ini, bidang-bidang tanah dapat disusun sebagai berikut:
Sumber: