Pemodelan Geoid di Indonesia yang Melebihi Akurasi Global

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati

22 Agustus 2022, 12.41

mediaindonesia.com

Sepuluh tahun sudah berlalu semenjak Undang-Undang (UUIG) resmi disahkan Presiden Republik Indonesia. UUIG adalah undang-undang yang mengatur pengelolaan dan penanganan informasi geospasial di Indonesia.

Dengan begitu, informasi geospasial bisa dipergunakan sebagai hal fundamental dalam pengambilan keputusan untuk berbagai hal vital dalam pembangunan nasional berkelanjutan. Sebut saja untuk penataan ruang serta wilayah, kebencanaan, serta pengelolaan berbagai sumber daya baik alam ataupun manusia yang ada di wilayah Indonesia.

Dalam perkembangannya, sudah ada beberapa peraturan presiden (perpres) yang berkaitan dengan penyelenggaraan informasi geospasial. Salah satu di amaranya Perpres Nomor 9 Tahun 2016 temang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (KSP).

Perpres KSP memiliki tujuan agar semua peta yang dikelola kementerian atau lembaga atau pemerintah daerah bisa mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data spasial, serta satu portal bersama. Dengan begitu, pemasalahan tumpang tindih yang mungkin terjadi bisa segera diidentifikasi dan dikoreksi.

Didasarkan pada KSP, sekilas terlihat bahwa kebijakan tersebut menitikberatkan pada aspek referensi horizontal. Padahal, aspek referensi vertikal juga diatur dalam UUIG tersebut.

Contohnya adalah tinggi dinyatakan dalam datum atau acuan vertikal tertentu dan sistem tinggi tertentu. Menurut Peraturan Kepala Badan lnformasi Geospasial (BIG) Nomor 15 Tahun 2013 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI-2013), secara eksplisit datum vertikal yang didefinisikan ialah geoid.

Geoid adalah sebuah bidang acuan vertikal yang bisa digunakan untuk menyatakan tinggi yang sesungguhnya. Maksud dari ‘sesungguhnya’ ini menjelaskan ketinggian yang didefinisikan mempunyai arti tinggi fisis, yang bisa digunakan untuk menyatakan hal praktis seperti ke mana air mengalir.

Apabila menatap perkembangan teknologi 5 - 10 tahun ke depan, spektrum kemanfaatan informasi geospasial akan lebih luas dengan adanya dukungan dari teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Tentunya hal ini harus didukung dengan adanya informasi tinggi yang berkualitas. Informasi ini sangat esensial dalam perencanaan pembangunan nasional.

Pada kasus mitigasi kebencanaan, produk pemetaan 3 dimensi yang mengacu pada geoid teliti bisa dipergunakan untuk mengevaluasi dan memprediksi daerah potensi genangan banjir. Produk ini bisa pula dipergunakan untuk mendukung pembentukan sistem peringatan kebencanaan dini.

Kemanfaatan informasi geospasial bisa digunakan untuk produk digital twin geospasial. Oleh karena itu, bisa dipergunakan untuk pengambilan kebijakan pengelolaan sumber daya wilayah yang berbasis geospasial dengan baik dan cepat.

Pengembangan geoid teliti

Di era pemetaan modern sekarang ini, akuisisi data bisa dijalankan dengan cepat dan teliti untuk wilayah yang relatif luas dengan menggunakan teknologi GNSS (Global Naviga­tion Satellite system) dan lidar (light detection and ranging). Walaupun demikian, teknologi tersebut mempunyai kelemahan karena tinggi ukuran yang diperoleh mengacu pada bidang nonfisis yang digunakan teknologi tersebut.

Implikasi penggunaan bidang nonfisis sebagai acuan tinggi bisa menyebabkan kesalahan interpretasi ketinggian pada peta yang dihasilkan. Kesalahan interpretasi tersebut bisa berupa terbaliknya arah aliran air yang sebenarnya dengan yang ditampilkan pada peta yang dihasilkan. Maka dari itu, dibutuhkan informasi geoid teliti agar peta yang dihasilkan bisa mengacu ke acuan tinggi tersebut.

Tim pelaksana penelitian dari Kelompok Keilmuan Geodesi (KKGD) Fakultas llmu Teknologi Kebumian lnsitut Teknologi Bandung sudah melaksanakan pemodelan geoid di beberapa daerah di Indonesia sebagai usaha awal guna pemenuhan kebutuhan geoid teliti nasional. Salah satu wilayah kajian penelitian tersebut adalah wilayah Yogyakarta. Penelitian ini dilaksankan bekerja sama dengan Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika Badan Informasi Geospasial.


Disadur dari sumber research.lppm.itb.ac.id