Pembelajaran Adaptif: Solusi Terobosan dalam Mengatasi Kesenjangan Pendidikan di Masa Pandemi

Dipublikasikan oleh Dimas Dani Zaini

17 April 2024, 16.04

Sumber: kompas.com

KOMPAS.com - Kahlil Muchtar, Kepala Pusat Riset Telematika Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh merekomendasikan sistem pembelajaran adaptif sebagai solusi pembelajaran daring di masa pandemi.

“Pembelajaran adaptif menjadi metode yang sangat direkomendasikan untuk kegiatan belajar, terutama di masa pandemi," ungkap Kahlil melalui rilis resmi (4/8/2021).

Metode ini, jelas Kahlil, dirancang khusus untuk memberikan pengalaman belajar personal, sehingga setiap siswa berkesempatan mengejar ketertinggalan ataupun mengulang pelajaran agar mampu menguasai materi secara utuh, sebelum melanjutkan ke level lebih sulit.

"Tidak hanya di sekolah dan lembaga pendidikan, pendekatan pembelajaran adaptif cocok bagi siapapun, terlepas dari latar belakang, profesi, umur, dan perbedaan level pengetahuan,” ungkap Kahlil.

Ia menyampaikan, tantangan utama terjadi selama PJJ adalah guru dan staf pengajar yang kesulitan memantau performa murid satu per satu secara mendalam.

Tidak seperti di ruang kelas, komunikasi terjadi di platform virtual sangat terbatas dan mayoritas berjalan satu arah, sehingga guru memiliki keterbatasan untuk memberikan materi pelajaran yang berbeda-beda sesuai kemampuan para siswa.

Hal ini dapat mengakibatkan kesenjangan pendidikan (learning gap) di Indonesia semakin tinggi. Prediksi World Bank pada Agustus 2020, sebanyak 91.000 siswa di Indonesia memiliki kemungkinan untuk putus sekolah akibat tantangan ekonomi selama pandemi.

World Bank juga memprediksi bahwa skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia akan semakin memburuk. Padahal pada tahun 2018, Indonesia sudah berada di ranking ke-72 dari 78 negara untuk bidang matematika.

Untuk mengatasi masalah ini, tenaga ahli di bidang pendidikan percaya bahwa sistem pembelajaran adaptif (adaptive learning) akan berperan penting untuk mengatasi kesenjangan pendidikan atau learning gap di Indonesia.

Metode berbasis teknologi digital ini memungkinkan materi pelajaran dipersonalisasi atau dirancang khusus sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, sehingga mereka bisa belajar sesuai dengan tingkatan pemahaman dan pengetahuan mereka masing-masing.

Menurut Kahlil, potensi penerapan sistem pembelajaran adaptif di Indonesia masih terbuka luas, karena masih banyak cabang-cabang ilmu turunan dalam kecerdasan buatan (AI) yang dapat dieksplorasi lebih jauh.

“Penggunaan teknologi AI di platform edukasi teknologi sudah selayaknya menjadi hal yang imperatif, di mana setiap pengguna berhak mendapatkan pengalaman belajar yang dapat dipersonalisasi bukan lagi dipaksakan untuk memiliki pemahaman yang seragam," jelas Kahlil.

Ke depannya, potensi pemanfaatan teknologi AI bukan hanya bisa dinikmati oleh siswa, tapi juga oleh pengajar dan para guru.

"Platform edukasi teknologi yang memanfaatkan model pendekatan berbasis adaptive learning memungkinkan guru mendapatkan insight mengenai sejauh apa pemahaman para pengguna/siswanya untuk merancang kurikulum yang lebih efektif dan tepat guna,” jelas Kahlil.

Dalam kesempatan sama Sabda PS, Founder dan Chief Education Officer Zenius menyampaikan, Zenius menjadi edtech pertama di sektor K12 yang mengadopsi metode pembelajaran adaptif sejak awal Juli lalu melalui fitur terbarunya, ZenCore.

ZenCore, jelas Sabda menyediakan materi dan pelatihan adaptif untuk mengembangkan keterampilan fundamental pengguna.

Di dalamnya terdapat dua fitur utama, yakni CorePractice, tempat latihan dengan ratusan ribu pertanyaan latihan dari 3 cabang konsentrasi utama, yaitu logika verbal, matematika, dan Bahasa Inggris.

Sementara CoreInsight menyediakan berbagai pengetahuan yang insightful seperti filsafat, sciences, dan big history, yang dapat digunakan untuk mendukung dan memperluas wawasan dan sudut pandang pengguna.

“Sejalan dengan misi utama Zenius, yakni menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap kegiatan belajar, kehadiran fitur ZenCore diharapkan dapat membuat proses belajar menjadi lebih mudah dan menyenangkan," ungkap Sabda.

"Kami optimis bahwa penggunaan teknik baru ini dapat semakin memajukan sistem pendidikan Indonesia dan menjadi solusi untuk mengatasi learning gap yang semakin terasa di tengah pandemi. Dengan fitur ini, semua orang bisa belajar dengan kecepatannya sendiri-sendiri, tanpa takut tertinggal dengan orang lain,” jelas Sabda.

Selain Zencore, Sabda menyampaikan saat ini Zenius sudah menerapkan beberapa cabang ilmu AI ke dalam platform mereka, salah satunya adalah teknologi computer vision melalui ZenBot.

ZenBot memungkinkan pengguna untuk mengunggah foto soal, lalu sistem akan memberikan jawaban dan penjelasan dari soal tersebut secara otomatis.

Selain itu, Sabda menyampaikan, ke depannya tidak tertutup kemungkinan Zenius bisa menerapkan teknologi Natural Language Processing (NLP), yang memungkinkan teknologi AI memanfaatkan data berupa tulisan.

Untuk membuka akses belajar seluas-luasnya kepada masyarakat Indonesia, fitur ZenCore dapat dimanfaatkan secara gratis oleh siapa saja. Peluncuran fitur baru ini mendapatkan sambutan positif, tercatat lebih dari 65 ribu pengguna telah mencoba ZenCore dalam waktu kurang dari sebulan.

Pengguna yang ingin mengasah keterampilan fundamental mereka dapat mencoba untuk menyelesaikan 100 level yang ada pada ZenCore, dengan lebih dari 200 ribu varian soal yang tersedia.

Hingga saat ini, Zenius menjadi salah satu platform edukasi terdepan di Indonesia, yang memiliki lebih dari 20 juta pengguna di website dan aplikasi.

Ke depannya, Zenius akan mempersiapkan lebih dari 200.000 variasi soal tambahan untuk ZenCore, agar pengguna tetap merasa tertantang dan termotivasi.

Sumber: kompas.com