Pemanenan Air Hujan untuk Meningkatkan Akses Air Bersih di Permukiman Pesisir Jakarta Utara

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

04 Juni 2025, 12.30

pixabay.com

Akses air bersih adalah hak dasar manusia, namun hingga kini masih menjadi tantangan besar di kawasan pesisir Jakarta Utara. Permukiman padat, urbanisasi pesat, dan intrusi air laut membuat air tanah menjadi payau, sementara air perpipaan belum menjangkau seluruh warga. Dalam situasi ini, pemanenan air hujan (rainwater harvesting) muncul sebagai solusi inovatif, murah, dan ramah lingkungan untuk meningkatkan aksesibilitas air bersih di kawasan pesisir, terutama bagi komunitas nelayan yang rentan secara ekonomi124.

Studi Kasus: Kelurahan Kalibaru, Cilincing – Potret Nyata Permasalahan dan Solusi

Profil Sosial Ekonomi dan Kebutuhan Air

Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, mengambil sampel 266 rumah tangga dari 15.991 rumah tangga di 8 RW yang berbatasan langsung dengan laut. Mayoritas kepala keluarga bekerja sebagai nelayan (30%) dan buruh harian lepas (22%). Pendapatan bulanan terbesar berada di kisaran Rp1.600.000–Rp3.000.000, jauh di bawah standar kelayakan hidup perkotaan. Pengeluaran air bersih sering kali melebihi 3% dari pendapatan rumah tangga, melampaui batas yang disarankan PBB untuk keterjangkauan air1.

Rata-rata jumlah penghuni per rumah adalah 6 jiwa, dengan kebutuhan air harian tertinggi pada keluarga nelayan (762,2 liter/rumah/hari), terutama untuk mandi dan kakus. Sementara itu, kelompok PNS/TNI memiliki kebutuhan terendah (25,2 liter/rumah/hari). Kebutuhan air bersih terbesar digunakan untuk mandi dan kakus (431,1 liter/rumah/hari), diikuti mencuci pakaian, konsumsi, dan kegiatan ekonomi seperti mencuci alat pancing1.

Sumber Air dan Kualitasnya: Realitas di Lapangan

Survei menunjukkan mayoritas warga mengandalkan dua hingga tiga sumber air untuk kebutuhan harian. Hanya 14% yang bergantung pada satu sumber, sedangkan 64% mengandalkan dua sumber, dan 21% tiga sumber. Sumber air meliputi air tanah dangkal, air PAM, air isi ulang, air dari pedagang keliling, dan air hujan. Namun, kualitas air tanah di lokasi penelitian cenderung buruk. Hasil uji laboratorium menunjukkan:

  • Air tanah: Mengandung zat padat terlarut (TDS) di atas 1.000 mg/L (kategori payau), mangan 1,065 mg/L (melebihi ambang batas), zat organik terlarut hingga 45,5 mg/L, dan total Coliform serta E. Coli melebihi baku mutu kesehatan lingkungan.
  • Air PAM dan isi ulang: Meski lebih baik, tetap ditemukan Coliform dan E. Coli pada beberapa sampel.
  • Air hujan: Setelah diuji, masih ditemukan E. Coli, meski secara fisika dan kimia memenuhi syarat air bersih untuk keperluan domestik12.

Implementasi Sistem Pemanenan Air Hujan (SPAH): Desain, Sosialisasi, dan Efektivitas

Desain dan Lokasi Instalasi

Karena keterbatasan lahan di permukiman padat, instalasi SPAH dibangun secara komunal di fasilitas umum seperti musala (RW 15) dan koperasi nelayan (RW 01). Setiap instalasi memiliki kapasitas 2.000 liter, namun di lokasi dengan ruang terbatas digunakan sistem paralel dua tangki berkapasitas 1.050 liter. Penempatan instalasi mempertimbangkan kemudahan akses, daerah tangkapan air (atap), dan kemudahan pemeliharaan2.

Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat

Setelah pemasangan SPAH, dilakukan sosialisasi dan pelatihan pemeliharaan kepada warga sekitar, pengurus musala, koperasi, dan perangkat kelurahan. Jumlah peserta antara 15–25 orang di setiap lokasi. Hasil pengamatan menunjukkan penerimaan masyarakat sangat baik; warga mulai rutin memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan domestik dan ibadah. Partisipasi dan kapital sosial menjadi kunci keberhasilan, didukung oleh adanya peran pemerintah lokal2.

Efektivitas dan Penghematan

Pemanenan air hujan secara langsung menurunkan beban pengeluaran air bersih warga. Dengan rata-rata curah hujan di Jakarta Utara sekitar 2.500–3.000 mm/tahun dan musim hujan berlangsung 8 bulan, potensi air hujan sangat besar. Jika 10% rumah tangga di Kalibaru (sekitar 1.600 rumah) memanen 1.000 liter air per hujan, potensi penghematan mencapai 1,6 juta liter per musim hujan. Ini belum termasuk pengurangan risiko banjir akibat berkurangnya limpasan air hujan ke permukaan13.

Analisis Kritis: Kelebihan, Tantangan, dan Implikasi Kebijakan

Kelebihan dan Dampak Positif

  • Solusi murah dan inklusif: Instalasi SPAH menggunakan bahan lokal, mudah diduplikasi, dan biaya investasi awal rendah, cocok untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
  • Dampak lingkungan: Mengurangi eksploitasi air tanah, memperlambat penurunan tanah, dan membantu mitigasi banjir.
  • Peningkatan kesehatan: Akses air bersih yang lebih baik dapat menurunkan risiko penyakit berbasis air dan stunting anak, terutama di komunitas pesisir134.

Tantangan dan Kekurangan

  • Kualitas air: Meski secara fisik dan kimia air hujan memenuhi syarat, masih ditemukan E. Coli pada sampel air hasil panen. Ini menuntut adanya edukasi pemeliharaan, pembersihan atap, dan penggunaan filter sederhana sebelum konsumsi12.
  • Keterbatasan lahan: Permukiman padat membatasi kapasitas instalasi. Solusi komunal di fasilitas umum menjadi pilihan, namun distribusi air ke rumah-rumah tetap perlu dioptimalkan.
  • Ketergantungan musim: Sistem sangat bergantung pada curah hujan, sehingga saat musim kemarau tetap diperlukan sumber air alternatif.
  • Faktor non-teknis: Distribusi dan kualitas air sangat dipengaruhi oleh kebijakan, dukungan pemerintah, dan dinamika politik lokal.

Studi Banding dan Tren Nasional

Penelitian serupa di pesisir Tarumajaya, Bekasi, menunjukkan bahwa air hujan mampu mencukupi kebutuhan air bersih warga jika disimpan dengan baik selama musim hujan dan dimanfaatkan di musim kering. Di Muara Angke, Jakarta, tingkat partisipasi masyarakat dalam SPAH meningkat setelah edukasi dan sosialisasi, serupa dengan temuan di Kalibaru5.

Secara global, negara-negara seperti Meksiko, Vietnam, dan Bangladesh telah membuktikan efektivitas rainwater harvesting untuk meningkatkan akses air bersih di kawasan urban dan pesisir, meski tetap menuntut pengelolaan kualitas air yang ketat1.

Rekomendasi dan Saran Pengembangan

  • Edukasi dan pelatihan: Rutin membersihkan atap dan talang, serta menggunakan filter sederhana sebelum air digunakan untuk konsumsi.
  • Dukungan kebijakan: Pemerintah daerah perlu memberikan insentif, subsidi, atau bantuan teknis untuk pembangunan SPAH, terutama di kawasan padat dan rentan.
  • Inovasi teknologi: Pengembangan sistem filtrasi murah dan efektif untuk menghilangkan bakteri patogen tanpa menambah beban biaya masyarakat.
  • Integrasi dengan urban farming: SPAH dapat dikombinasikan dengan urban farming untuk meningkatkan ketahanan pangan dan air di permukiman padat3.
  • Monitoring dan evaluasi: Perlu sistem monitoring kualitas air secara berkala dan evaluasi keberlanjutan sistem.

Simulasi Dampak dan Potensi Replikasi

Jika SPAH diterapkan di seluruh kawasan pesisir Jakarta Utara dengan 15.991 rumah tangga, potensi penghematan air bersih dan pengurangan biaya keluarga akan sangat signifikan. Selain itu, pengurangan eksploitasi air tanah akan memperlambat penurunan permukaan tanah dan mengurangi risiko banjir dan intrusi air laut, dua masalah utama di pesisir Jakarta.

Kesimpulan: SPAH sebagai Investasi Sosial dan Lingkungan Masa Depan

Penelitian ini membuktikan bahwa pemanenan air hujan adalah solusi nyata untuk meningkatkan aksesibilitas air bersih di permukiman pesisir padat seperti Kalibaru, Jakarta Utara. Dengan pendekatan berbasis komunitas, edukasi, dan dukungan kebijakan, SPAH dapat direplikasi di berbagai kota pesisir Indonesia. Selain menghemat biaya dan meningkatkan kesehatan, sistem ini juga berkontribusi pada konservasi lingkungan dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG 6).

Sumber Artikel (Bahasa Asli)

Analissa Huwaina, Hayati Sari Hasibuan, Endrawati Fatimah. "Pemanenan Air Hujan untuk Meningkatkan Aksesibilitas Air di Permukiman Pesisir, Kasus Jakarta, Indonesia." Jurnal Wilayah dan Lingkungan, 10(2), 182-198, Agustus 2022. Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia & Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Trisakti.