Krisis air bersih di wilayah pesisir perkotaan, khususnya Jakarta Utara, telah menjadi isu yang semakin mendesak. Air tanah di kawasan ini umumnya payau atau asin, sementara air PDAM tidak selalu terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah13. Dalam konteks inilah, inovasi pemanenan air hujan (rainwater harvesting) menjadi solusi strategis yang relevan, murah, dan ramah lingkungan untuk meningkatkan akses air bersih di kawasan padat penduduk dan pesisir134.
Studi Kasus: Implementasi Sistem Pemanenan Air Hujan di Kelurahan Kali Baru
Latar Belakang dan Permasalahan
Kelurahan Kali Baru, RW 01, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, merupakan kawasan pesisir dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan dan buruh harian lepas13. Air tanah di sini mengandung mineral tinggi sehingga terasa asin/payau, sedangkan air PAM terlalu mahal bagi sebagian besar warga1. Keterbatasan akses air bersih membuat masyarakat sangat rentan terhadap masalah kesehatan dan sanitasi.
Inisiatif Sosialisasi dan Edukasi
Tim dari Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dan berbagai pihak lain melakukan sosialisasi sistem pemanenan air hujan pada 24 Agustus 2024, melibatkan perwakilan RT, RW, dan karang taruna setempat1. Edukasi ini bertujuan membuka wawasan warga tentang alternatif sumber air bersih selain air sumur bor dan PDAM, serta mendorong penerapan sistem penadahan air hujan di lingkungan mereka.
Ragam Sistem Pemanenan Air Hujan yang Disosialisasikan
1. Sumur Resapan
Sumur resapan adalah metode klasik yang mengalirkan air hujan dari atap melalui talang ke dalam sumur di halaman rumah. Air yang melebihi kapasitas penampungan akan disalurkan ke sumur resapan, membantu pengisian ulang air tanah dan mengurangi limpasan permukaan yang berpotensi menyebabkan banjir1. Lokasi sumur resapan harus dipilih dengan hati-hati, tidak boleh terlalu dekat dengan septik tank demi mencegah kontaminasi.
2. Kolam Retensi Dalam Tanah
Metode ini menggunakan kolam atau wadah di bawah permukaan tanah untuk menampung air hujan. Penggunaan pompa diperlukan untuk mendistribusikan air ke rumah-rumah warga. Sistem ini cocok diterapkan di lingkungan dengan lahan terbatas, meski biaya pompa menjadi pertimbangan tambahan1.
3. Kolam Retensi Permukaan
Kolam retensi di atas permukaan tanah lebih cocok untuk rumah dengan halaman luas. Air dari atap atau permukaan lain dialirkan ke kolam, lalu dipompa ke bak penampungan rumah warga. Sistem ini memudahkan akses dan pemeliharaan, namun membutuhkan ruang yang cukup1.
4. Metode Sederhana Skala Rumah Tangga
Bagi warga dengan keterbatasan lahan, metode sederhana seperti penggunaan toren, bak air, atau galon bekas sebagai wadah penampung sangat efektif14. Air hujan dialirkan dari atap melalui pipa ke wadah penampungan, lalu digunakan untuk kebutuhan domestik seperti mencuci, mandi, dan menyiram tanaman. Pelapisan atap dak dengan material anti air juga disarankan agar air hujan dapat ditampung tanpa merusak struktur bangunan.
Studi Angka dan Efektivitas: Hasil Survei dan Implementasi di Lapangan
Profil Sosial Ekonomi Warga Kali Baru
Hasil survei di 8 RW pesisir Kelurahan Kali Baru menunjukkan mayoritas kepala keluarga bekerja sebagai nelayan (30%) dan buruh harian lepas (22%)3. Jumlah penduduk mencapai 86.361 jiwa dengan 28.787 rumah tangga, dan 15.991 rumah tangga tinggal di RW yang berbatasan langsung dengan laut3. Kondisi ekonomi yang menengah ke bawah membuat alternatif air bersih menjadi kebutuhan mendesak.
Instalasi Komunal dan Skala Rumah Tangga
Program SPAH (Sistem Pemanenan Air Hujan) dari SIL UI membangun dua instalasi komunal di RW 01 dan RW 15, masing-masing berkapasitas 2.000 liter4. Di lokasi dengan lahan terbatas, tangki dipasang secara paralel (masing-masing 1.050 liter)3. Instalasi ini menggunakan bahan-bahan sederhana dan mudah didapat: tangki air, pipa, talang, dakron/kertas penyaring, dan stop kran. Sosialisasi dan pelatihan pemeliharaan dilakukan untuk memastikan keberlanjutan sistem.
Penggunaan dan Partisipasi Masyarakat
Setelah sosialisasi dan pemasangan instalasi, warga mulai rutin memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mandi, mencuci, dan kebutuhan ibadah di musala34. Survei partisipasi menunjukkan peningkatan penerimaan dan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas air hujan setelah edukasi dan demonstrasi langsung.
Kualitas dan Keamanan Air Hujan
Hasil pengujian fisikokimia air hujan dari instalasi SPAH menunjukkan bahwa air memenuhi standar baku mutu air bersih Kementerian Kesehatan RI untuk kebutuhan domestik34. Namun, kebersihan tandon dan saluran harus dijaga, terutama setelah musim kemarau, dengan membuang air pertama selama 15–20 menit untuk membersihkan saluran dari kotoran atap sebelum air ditampung4.
Analisis Nilai Tambah, Kritik, dan Potensi Replikasi
Kelebihan dan Dampak Positif
- Solusi Ekonomis dan Inklusif: Sistem ini dapat diterapkan dengan biaya rendah dan bahan yang mudah didapat, sangat cocok untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
- Lingkungan dan Ketahanan Air: Pemanenan air hujan membantu mengurangi eksploitasi air tanah, menambah cadangan air tanah, dan mengurangi risiko banjir dengan menahan limpasan air hujan14.
- Peningkatan Kesehatan dan Sanitasi: Akses air bersih yang lebih baik berpotensi menurunkan angka stunting dan penyakit berbasis air di kawasan pesisir4.
Tantangan dan Kekurangan
- Keterbatasan Lahan: Permukiman padat menyulitkan pemasangan instalasi besar, sehingga solusi komunal di fasilitas umum seperti musala dan koperasi menjadi pilihan efektif3.
- Perawatan dan Edukasi: Keberhasilan sistem sangat bergantung pada pemeliharaan rutin dan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan wadah dan saluran air hujan4.
- Variabilitas Curah Hujan: Ketergantungan pada musim hujan membuat sistem ini kurang optimal saat kemarau panjang, sehingga perlu strategi kombinasi dengan sumber air lain.
Perbandingan dengan Studi dan Tren Nasional
Penelitian serupa di berbagai kota pesisir Indonesia menunjukkan bahwa pemanenan air hujan dapat meningkatkan akses air bersih hingga 30–50% di permukiman padat3. Di tingkat global, negara-negara seperti Singapura dan Australia telah menjadikan rainwater harvesting sebagai bagian dari kebijakan tata kota berkelanjutan.
Rekomendasi dan Saran Pengembangan
- Integrasi dengan Program Pemerintah: Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan sangat penting untuk memperluas adopsi sistem ini, termasuk pemberian subsidi atau insentif alat penampungan134.
- Inovasi Teknologi: Pengembangan filter sederhana dan sistem monitoring kualitas air dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan penggunaan air hujan.
- Edukasi Berkelanjutan: Program pelatihan rutin dan sosialisasi perlu terus dilakukan untuk menjaga keberlanjutan dan meningkatkan kesadaran masyarakat.
Simulasi Dampak dan Potensi Penghematan
Jika sistem pemanenan air hujan diadopsi oleh 10% rumah tangga di Kelurahan Kali Baru (sekitar 2.800 rumah), dengan rata-rata penampungan 1.000 liter per rumah, potensi penghematan air bersih mencapai 2,8 juta liter setiap kali musim hujan. Jika diperluas ke seluruh Jakarta Utara, dampaknya akan sangat signifikan terhadap ketahanan air kota dan pengurangan beban PDAM.
Kesimpulan: Investasi Ramah Lingkungan dan Masa Depan Kota Pesisir
Pemanenan air hujan terbukti menjadi solusi praktis, murah, dan ramah lingkungan untuk mengatasi krisis air bersih di kawasan pesisir padat penduduk seperti Kelurahan Kali Baru, Jakarta Utara. Dengan dukungan edukasi, kolaborasi, dan inovasi, sistem ini dapat direplikasi di banyak kota pesisir lain di Indonesia. Selain menghemat biaya dan meningkatkan akses air bersih, pemanenan air hujan juga mendukung konservasi lingkungan dan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim.
Sumber Artikel (Bahasa Asli)
Denny Magni Sundara, Silsila Jana Firdasa Sembiring, Tio Rivaldi, Adji Putra Abriantoro. "Sosialisasi Sistem Pemanen Air Hujan di Kelurahan Kali Baru RW. 01." KAMI MENGABDI, VOLUME 4 NOMOR 2, November 2024, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.