Krisis Air dan Peran Pariwisata di Era Perubahan Iklim
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia menghadapi lonjakan konsumsi air bersih yang sangat signifikan, didorong oleh pertumbuhan penduduk, ekspansi ekonomi, perubahan gaya hidup, dan pesatnya perkembangan sektor pariwisata. Artikel “Tourism and Water Use: Supply, Demand and Security – An International Review” karya Stefan Gössling dkk. (2012) menjadi salah satu referensi utama yang mengupas secara mendalam hubungan antara pariwisata dan penggunaan air, baik dari sisi kuantitatif maupun kualitatif, serta menyoroti tantangan pengelolaan air di destinasi wisata, terutama di kawasan rawan kekeringan dan pulau-pulau kecil1.
Artikel ini sangat relevan dengan tren global: jumlah wisatawan internasional terus meningkat sekitar 4% per tahun, sementara tekanan terhadap sumber daya air semakin berat akibat perubahan iklim dan pertumbuhan populasi. Resensi ini akan membedah temuan utama paper tersebut, menghadirkan studi kasus nyata, serta memberikan analisis kritis dan relevansi terhadap tantangan industri pariwisata masa kini.
Pariwisata dan Konsumsi Air: Skala Global dan Lokal
Proporsi Penggunaan Air oleh Pariwisata
Secara global, konsumsi air langsung oleh sektor pariwisata masih di bawah 1% dari total konsumsi air dunia. Namun, di beberapa negara dan wilayah tertentu, pariwisata menjadi pengguna air utama, bahkan melebihi kapasitas sumber daya air terbarukan yang tersedia. Contoh paling nyata terlihat di negara-negara pulau kecil dan destinasi kering yang sangat bergantung pada kunjungan wisatawan.
- Malta: Menggunakan 107,8% dari sumber daya air terbarukan, dengan pariwisata menyumbang 7,3% dari total konsumsi air nasional.
- Barbados: 105% dari sumber daya air terbarukan digunakan, dengan pariwisata berkontribusi 2,6%.
- Mauritius: 27,7% dari sumber daya air terbarukan digunakan, dengan 20% di antaranya untuk pariwisata.
- Cyprus: 31,3% dari sumber daya air terbarukan digunakan, dengan pariwisata menyumbang 4,8%1.
Di negara-negara seperti Spanyol, meski secara nasional pariwisata hanya menggunakan sekitar 0,8% dari total air, pada tingkat lokal (misal, kawasan Mediterania) tekanan bisa sangat besar, terutama saat musim puncak wisata bertepatan dengan musim kering1.
Studi Kasus: Ketimpangan Konsumsi Air antara Wisatawan dan Penduduk Lokal
Salah satu studi menarik dilakukan di Zanzibar, Tanzania. Rata-rata wisatawan yang menginap di hotel mengonsumsi 685 liter air per hari, sedangkan penduduk lokal hanya 48 liter per hari. Di hotel, 50% air digunakan untuk irigasi taman, 15% untuk kolam renang, dan 20% untuk kebutuhan kamar mandi. Ketimpangan ini memicu potensi konflik, terutama ketika musim kering tiba bersamaan dengan lonjakan wisatawan1.
Di Spanyol, wisatawan di hotel bintang empat rata-rata menggunakan 361 liter air per hari, sedangkan di Tunisia rata-rata konsumsi di hotel mencapai 466 liter per hari. Di Lanzarote, konsumsi air wisatawan empat kali lipat lebih tinggi dibanding penduduk lokal1.
Dimensi Konsumsi Air: Langsung dan Tidak Langsung
Konsumsi Air Langsung
Konsumsi air langsung di sektor pariwisata sangat dipengaruhi oleh jenis akomodasi, standar hotel, fasilitas (kolam renang, spa), dan aktivitas wisata (golf, ski, dll). Rata-rata konsumsi air di hotel berkisar antara 84 hingga 2.000 liter per wisatawan per hari. Hotel berbintang tinggi dan resort mewah cenderung lebih boros air, terutama untuk fasilitas rekreasi dan taman yang luas1.
Contoh nyata:
- Hotel di Hong Kong: 336–3.198 liter per kamar per hari.
- Resort di Sharm El Sheikh, Mesir: 1.410–2.190 liter per kamar per hari.
- Hotel di Australia: 300–750 liter per kamar per hari.
- Hotel di Zanzibar: 931 liter per wisatawan per hari untuk hotel, 248 liter untuk guesthouse1.
Konsumsi Air Tidak Langsung (Virtual Water)
Selain konsumsi langsung, pariwisata juga memicu konsumsi air tidak langsung yang sangat besar, misalnya:
- Produksi makanan: 1 kg daging membutuhkan 1.000–20.000 liter air.
- Transportasi: Satu perjalanan udara internasional (7.600 km pulang-pergi) setara dengan konsumsi “virtual water” sebesar 5.600 liter per penumpang.
- Infrastruktur: Pembangunan hotel dan fasilitas wisata juga menyerap air dalam jumlah besar selama proses konstruksi dan operasionalnya1.
Dampak Perubahan Iklim dan Proyeksi Masa Depan
Perubahan iklim memperburuk krisis air di banyak destinasi wisata utama. Dari 19 negara yang sektor pariwisatanya menggunakan lebih dari 5% air domestik, 12 di antaranya diproyeksikan mengalami penurunan curah hujan tahunan dan debit sungai pada tahun 2080. Ketika musim wisata puncak bertepatan dengan musim kering, risiko kekurangan air dan konflik penggunaan air akan semakin tinggi1.
Contoh nyata:
- Di Mediterania, kekeringan 1 dalam 100 tahun diproyeksikan menjadi lebih sering (sekali dalam satu dekade) pada akhir abad ke-21.
- Negara-negara seperti Tunisia, Malta, Maroko, Afrika Selatan, Cyprus, dan Maladewa diprediksi akan mengalami kekurangan air kronis pada 20501.
Konflik dan Risiko Sosial-Ekonomi
Konflik antara Sektor Pariwisata dan Pengguna Lokal
Tekanan pariwisata terhadap sumber daya air sering memicu konflik dengan kebutuhan masyarakat lokal dan sektor lain seperti pertanian. Di Spanyol, misalnya, nilai tambah air di sektor pariwisata bisa 60 kali lipat lebih tinggi dibanding pertanian, sehingga pariwisata sering “mengalahkan” sektor lain dalam perebutan air, terutama saat musim puncak wisata1.
Di beberapa pulau kecil, penduduk lokal merasa terpinggirkan karena prioritas air diberikan pada hotel dan fasilitas wisata. Studi di Mayne Island, Kanada, menunjukkan bahwa warga tetap menganggap wisatawan musiman mengurangi ketersediaan dan keberlanjutan air di pulau mereka1.
Dampak Terhadap Kualitas Air
Selain kuantitas, pariwisata juga berdampak pada kualitas air. Banyak destinasi wisata, terutama di Mediterania dan pulau kecil, belum memiliki sistem pengolahan limbah yang memadai. Akibatnya, limbah hotel dan fasilitas wisata sering dibuang langsung ke laut atau sungai, menurunkan kualitas lingkungan dan merusak daya tarik wisata itu sendiri1.
Strategi Pengelolaan: Menuju Pariwisata Berkelanjutan
Manajemen Permintaan (Demand Side Management)
- Efisiensi Teknologi: Instalasi shower, toilet, dan keran hemat air dapat mengurangi konsumsi hingga 30%. Penggunaan tanaman lokal dan sistem irigasi tetes di taman hotel juga dapat menghemat air hingga 50%.
- Edukasi dan Benchmarking: Edukasi staf dan tamu, pelabelan konsumsi air per kamar, serta audit air secara berkala menjadi langkah penting.
- Pengelolaan Aktivitas: Penggunaan air daur ulang untuk irigasi lapangan golf dan pembuatan salju buatan di area ski1.
Manajemen Pasokan (Supply Side Management)
- Desalinasi dan Daur Ulang: Solusi ini banyak diterapkan di pulau-pulau kecil, namun membutuhkan energi dan biaya tinggi serta meningkatkan emisi karbon jika menggunakan energi fosil.
- Penyimpanan Air Hujan: Cocok untuk hotel kecil atau kawasan dengan curah hujan musiman.
- Kebijakan Harga Air: Peningkatan harga air dapat menjadi insentif bagi pelaku industri untuk berinvestasi dalam teknologi hemat air1.
Contoh Implementasi Nyata
- Las Vegas, Amerika Serikat: Kota ini berhasil menurunkan konsumsi air hotel hingga 30% melalui teknologi efisiensi dan penggunaan air daur ulang untuk taman dan lapangan golf.
- Bali, Indonesia: Krisis air di Bali melahirkan inisiatif “Bali Water Protection” yang melibatkan hotel, pemerintah, dan masyarakat lokal dalam konservasi air1.
Analisis Kritis dan Perbandingan dengan Penelitian Lain
Kekuatan dan Kelemahan Artikel
Paper ini sangat kuat dalam menyajikan data lintas negara dan menyoroti pentingnya analisis spasial dan temporal dalam menilai dampak pariwisata terhadap air. Namun, beberapa kelemahan yang perlu dicatat:
- Kurangnya Data Mikro: Banyak data masih bersifat nasional, padahal krisis air sering terjadi pada skala lokal (desa, pulau, atau kota wisata).
- Aspek Sosial-Budaya: Pembahasan tentang persepsi dan dampak sosial terhadap masyarakat lokal masih terbatas.
- Keterkaitan dengan Energi: Penggunaan air untuk energi dan sebaliknya (water-energy nexus) belum dieksplorasi secara mendalam, padahal sangat relevan khususnya untuk desalinasi dan biofuel1.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Temuan Gössling dkk. sejalan dengan penelitian Chapagain & Hoekstra (2008) yang menekankan pentingnya memperhitungkan “virtual water” dalam rantai pasok pariwisata. Studi Eurostat (2009) juga menegaskan bahwa konsumsi air hotel jauh lebih tinggi dibanding rumah tangga biasa, terutama karena perilaku wisatawan yang lebih “hedonis” dalam menggunakan air1.
Relevansi dengan Tren Industri dan Implikasi Praktis
Tren Industri
- Green Tourism: Permintaan wisata berkelanjutan dan hotel ramah lingkungan semakin meningkat, mendorong inovasi dalam pengelolaan air.
- Tekanan Regulasi: Uni Eropa dan negara-negara lain mulai memperketat regulasi penggunaan air di destinasi wisata, misalnya melalui Water Framework Directive.
- Adaptasi Iklim: Destinasi wisata utama di Mediterania dan Asia Tenggara harus mengintegrasikan adaptasi iklim dalam perencanaan pariwisata mereka1.
Implikasi Praktis
- Audit air secara berkala di destinasi wisata, terutama di kawasan kering dan pulau kecil.
- Investasi dalam teknologi efisiensi air dan sistem daur ulang.
- Edukasi wisatawan dan pelaku industri tentang pentingnya konservasi air.
- Integrasi kebijakan harga air untuk mendorong perubahan perilaku.
- Kolaborasi lintas sektor (pariwisata, pertanian, energi) dan lintas negara dalam pengelolaan sumber daya air1.
Tantangan dan Rekomendasi untuk Masa Depan
Pariwisata bukanlah sektor utama pengguna air secara global, namun dampaknya sangat signifikan di kawasan-kawasan tertentu yang rentan. Dengan pertumbuhan wisatawan, perubahan gaya hidup, dan tekanan perubahan iklim, tantangan pengelolaan air di destinasi wisata akan semakin kompleks.
Rekomendasi utama:
- Pengelolaan air harus berbasis data lokal dan audit berkala.
- Investasi pada teknologi efisiensi dan sistem daur ulang air.
- Edukasi dan perubahan perilaku wisatawan serta pelaku industri.
- Kebijakan harga air yang adil untuk mendorong konservasi.
- Kolaborasi lintas sektor dan negara sangat penting untuk keberlanjutan.
Keberlanjutan pariwisata sangat bergantung pada kemampuan industri dan pemerintah dalam mengelola air secara adil, efisien, dan adaptif terhadap perubahan lingkungan dan sosial. Investasi dalam teknologi dan manajemen air yang berkelanjutan bukan hanya kebutuhan, tetapi juga peluang untuk menjaga daya tarik dan kelangsungan destinasi wisata dunia.
Sumber Artikel Asli
Gössling, S., Peeters, P., Hall, C. M., Ceron, J. P., Dubois, G., Lehmann, L. V., & Scott, D. (2012). Tourism and Water Use: Supply, Demand and Security – An International Review. Tourism Management, 33(1), 1–15. DOI: 10.1016/j.tourman.2011.03.015