Pandemi dan Bencana Alam Bertabrakan: Mengapa Risiko ASEAN Meningkat 33%

Dipublikasikan oleh Raihan

27 Oktober 2025, 17.00

pexels.com

Resensi Riset Mendalam: Menuju Ketahanan Bencana Berkelanjutan di Era Compound Risks ASEAN (Instruksi 6–12)

Kawasan Asia Tenggara telah lama diakui sebagai salah satu wilayah yang paling rawan bencana di dunia. Publikasi ASEAN Risk Monitor and Disaster Management Review (ARMOR) Edisi ke-3 ini secara komprehensif membedah tantangan multidimensi ketika krisis kesehatan publik global —khususnya Pandemi COVID-19— berbenturan dengan siklus bencana alam yang terjadi secara rutin di kawasan ini. Tujuan utama riset ini adalah untuk mengukur secara kuantitatif dampak COVID-19 terhadap lanskap risiko bencana ASEAN (disaster riskscape) dan untuk mengeksplorasi secara kualitatif bagaimana organisasi penanggulangan bencana nasional (NDMO) dan AHA Centre beradaptasi. Studi ini tidak hanya penting untuk para pembuat kebijakan, tetapi juga menjadi fondasi krusial bagi komunitas akademik dan penerima hibah dalam merumuskan agenda riset ke depan.

Parafrase Isi Paper dan Jalur Logis Temuan

Jalur logis penelitian dimulai dengan penegasan bahwa periode pandemi (antara 11 Maret 2020 dan 30 November 2021) merupakan masa yang sangat rentan, di mana 48% dari total 3.503 kejadian bencana yang tercatat oleh ADINet sejak 2012 terjadi selama pandemi COVID-19. Peristiwa ini menggarisbawahi realitas risiko berjenjang (cascading risk) yang harus dihadapi kawasan ASEAN.

Untuk mengukur dampak ini, para peneliti memperkenalkan ASEAN Risk Index for Situational Knowledge (ASEAN RISK). ASEAN RISK menggunakan pendekatan model-of-models, yang menyinergikan indeks risiko terkemuka seperti INFORM (Index for Risk Management) dan ASEAN RVA (Risk and Vulnerability Assessment). Model komposit ini mengukur risiko berdasarkan tiga komponen utama: Multi-Hazard Exposure (Paparan Berbagai Bahaya), Vulnerability (Kerentanan), dan Coping Capacity (Kapasitas Penanggulangan). Dengan menggunakan data resolusi spasial tertinggi (30m x 30m) untuk mengukur paparan bahaya alam seperti gempa bumi, siklon tropis, dan banjir, model ini memberikan penilaian yang seimbang mengenai magnitud dan kepentingan paparan di setiap Negara Anggota ASEAN (AMS).

Secara konsisten dengan edisi ARMOR sebelumnya, temuan kuantitatif menunjukkan bahwa Myanmar, Filipina, dan Indonesia tetap menjadi tiga AMS yang paling berisiko terhadap bencana. Namun, analisis yang lebih kritis mengungkapkan bahwa risiko bencana di seluruh kawasan telah meningkat sejak ARMOR edisi pertama pada tahun 2019. Pendorong utama di balik peningkatan risiko ini adalah peningkatan kerentanan dan penurunan kapasitas penanggulangan.

Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara bencana alam dan pandemi, di mana Paparan COVID-19 (berdasarkan total kasus, kematian, dan populasi yang tidak divaksinasi) digabungkan dengan risiko bahaya alam untuk menghasilkan nilai akhir yang menunjukkan beban aditif (additive burden). Dampak gabungan ini menghasilkan temuan yang sangat penting: Pandemi COVID-19 memperburuk risiko bencana di kawasan ASEAN rata-rata 33% —menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru tentang compound risk dan sistem kesehatan publik yang terintegrasi dengan manajemen bencana. Secara spesifik, negara seperti Malaysia, Filipina, dan Indonesia mencatat persentase perubahan risiko tertinggi setelah dimasukkannya paparan COVID-19.

Di sisi respons dan operasi, survei kualitatif terhadap NDMO dan AHA Centre mengungkapkan tantangan operasional yang signifikan. Tantangan utama yang dihadapi adalah Logistik (akibat pembatasan pergerakan domestik dan internasional yang melambatkan pengiriman bantuan) dan Sumber Daya Manusia (staf NDMO harus mengemban peran ganda dalam respons kesehatan dan bencana, menyebabkan ketegangan pada sumber daya). Namun, pandemi juga mendorong praktik baik seperti digitalisasi dan virtualisasi operasional (koordinasi daring), serta desentralisasi respons ke otoritas lokal (localisation), terutama di mana ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dinilai paling tidak menantang oleh responden.

Kontribusi Utama, Keterbatasan, dan Arah Riset ke Depan

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Riset ini memberikan kontribusi mendasar terhadap ilmu manajemen bencana, terutama dalam konteks risiko berjenjang:

  1. Penciptaan Metodologi ASEAN RISK: Pengenalan ASEAN RISK sebagai model-of-models yang menggabungkan dua indeks risiko terkemuka menjadi metrik komposit regional yang kuat, meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan.
  2. Kuantifikasi Dampak Krisis Kesehatan: Untuk pertama kalinya, penelitian ini secara eksplisit mengukur beban aditif dari krisis kesehatan terhadap risiko bencana alam. Temuan bahwa COVID-19 memperburuk risiko bencana rata-rata 33% memberikan bukti empiris yang tak terbantahkan tentang perlunya perencanaan terpadu.
  3. Dokumentasi Penyesuaian Operasional: Melalui kuesioner, penelitian ini mendokumentasikan penyesuaian prosedur, tantangan (logistik dan SDM), dan praktik baik (virtualisasi dan lokalisasi) yang dipelajari NDMO dan AHA Centre selama bencana yang tumpang tindih dengan pandemi.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun berkontribusi signifikan, studi ini memiliki keterbatasan yang membuka peluang riset lanjutan. Keterbatasan utama terletak pada sifat paparan aditif COVID-19 yang diukur. Pemodelan risiko hanya mengagregasikan paparan kesehatan ke dalam model bahaya alam , yang mungkin tidak sepenuhnya menangkap interaksi non-linear atau efek bergulir (cascading effects) yang kompleks antara bencana biologi dan bencana alam.

Secara regional, penelitian ini menyoroti kesenjangan besar dalam Resiliensi: Singapura dan Brunei Darussalam memiliki skor Kapasitas Penanggulangan (Coping Capacity) yang jauh lebih tinggi daripada skor Kerentanan dan Paparan Bahaya mereka. Kesenjangan ini menunjukkan adanya 'kelebihan kapasitas ketahanan' (resilience surplus) di beberapa AMS, namun mekanismenya belum sepenuhnya dipahami atau dimanfaatkan untuk dibagi kepada AMS lain, yang merupakan pertanyaan terbuka krusial.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Berikut adalah lima arah riset eksplisit, terstruktur, dan berbasis temuan yang ditujukan untuk komunitas akademik, peneliti, dan penerima hibah:

  1. Riset Mendalam tentang Penggerak Inti Kerentanan Regional
    • Justifikasi Ilmiah: Temuan menunjukkan peningkatan risiko kawasan didorong oleh peningkatan Vulnerability dan penurunan Coping Capacities sejak 2019.
    • Arah Riset: Penelitian harus berfokus pada dekomposisi indikator-indikator di bawah Vulnerability dan Coping Capacity dari ASEAN RISK untuk mengidentifikasi variabel-variabel sosio-ekonomi spesifik (misalnya, Indeks Pembangunan Manusia di tingkat sub-nasional, tata kelola pemerintahan lokal) yang paling memengaruhi penurunan kapasitas penanggulangan di AMS yang paling berisiko. Riset lanjutan ini akan memerlukan analisis regresi data panel multi-tahun untuk memastikan intervensi kebijakan yang lebih terarah dan efektif, sesuai dengan rekomendasi agar metodologi pengurangan risiko fokus pada penggerak risiko.
  2. Pengembangan Model Risiko Berjenjang (Cascading Risk) Non-Linear
    • Justifikasi Ilmiah: Pandemi meningkatkan risiko bencana rata-rata 33% melalui paparan aditif. Realitas operasional menunjukkan tantangan logistik yang tumpang tindih antara respons bencana alam dan pandemi.
    • Arah Riset: Akademisi harus bergeser dari model paparan aditif menuju pemodelan risiko berjenjang non-linear yang menguji bagaimana krisis (seperti bencana alam) di tengah ketegangan krisis lain (seperti pandemi) mengalikan dampak dan bukan hanya menjumlahkannya. Penelitian harus menggunakan simulasi berbasis agen (agent-based modeling) untuk memprediksi kegagalan rantai pasok logistik atau kelebihan kapasitas sistem kesehatan ketika bahaya ganda terjadi serentak, merumuskan protokol tanggap darurat yang resilient terhadap krisis simultan.
  3. Kajian Formulasi Kerangka Berbagi Kelebihan Kapasitas Resiliensi Regional
    • Justifikasi Ilmiah: Singapura dan Brunei Darussalam menunjukkan 'kelebihan kapasitas ketahanan' yang tinggi (Coping Capacity jauh di atas Vulnerability). Penelitian merekomendasikan eksplorasi cara berbagi resiliensi surplus ini di seluruh kawasan.
    • Arah Riset: Penelitian kebijakan harus mengkaji kerangka kerja yang layak dan berkelanjutan untuk mentransfer Coping Capacity—bukan hanya bantuan fisik. Ini termasuk analisis governance dan legal (seperti pemanfaatan ASEAN Single Window untuk memfasilitasi logistik ), transfer pengetahuan (knowledge management), dan berbagi sumber daya teknis (misalnya, sistem peringatan dini atau teknologi ICT) dari AMS yang memiliki kapasitas tinggi ke AMS yang berisiko tinggi. Studi ini harus merancang proof-of-concept operasional regional untuk menguji kelayakan model berbagi kapasitas.
  4. Integrasi AI dan Sistem Pendukung Keputusan (DSS) ke dalam Protokol Lokal
    • Justifikasi Ilmiah: Pandemi membatasi mobilitas, meningkatkan kebutuhan akan informasi real-time yang akurat. Teknologi seperti program FloodAI UNOSAT terbukti dapat memproses citra satelit dan menghasilkan peta banjir dalam waktu yang jauh lebih singkat. Namun, perlu adanya sistem yang lebih mudah diakses oleh pengambil keputusan di tingkat lokal.
    • Arah Riset: Penelitian harus menyelidiki desain dan implementasi Sistem Pendukung Keputusan (DSS) berbasis machine learning yang ramah pengguna untuk pengambil keputusan di tingkat nasional dan sub-nasional. Fokusnya harus pada integrasi teknologi ini ke dalam Standard Operating Procedure (SOP) respons bencana yang ada. Tujuan jangka panjang adalah untuk mengkatalisasi kapasitas lokal dan nasional dalam identifikasi dan pemantauan risiko.
  5. Analisis Jangka Panjang Dampak Ganda Krisis terhadap Sumber Daya Manusia NDMO
    • Justifikasi Ilmiah: Sejumlah besar NDMO melaporkan ketegangan pada sumber daya manusia dan tuntutan workload ganda akibat peran ganda dalam respons COVID-19 dan bencana.
    • Arah Riset: Penelitian psikososial dan manajemen organisasi harus dilakukan untuk mengukur dampak jangka panjang stres dan burnout pada staf manajemen bencana. Riset ini harus merumuskan model Rencana Kelangsungan Bisnis (Business Continuity Plan/BCP) untuk Sumber Daya Manusia NDMO yang berkelanjutan, termasuk kebijakan rotasi tugas, peningkatan keterampilan lintas-sektoral, dan sistem dukungan kesehatan mental. Tujuannya adalah memastikan kesiapan operasional yang terjamin dalam skenario protracted crisis di masa depan.

Kesimpulan dan Ajakan Kolaboratif

Studi ARMOR edisi ke-3 ini telah secara tegas memposisikan masa depan manajemen bencana ASEAN sebagai tantangan compound risks. Peningkatan risiko rata-rata 33% yang terkuantifikasi menunjukkan bahwa strategi Disaster Risk Reduction (DRR) tidak boleh lagi beroperasi dalam silo. Perspektif jangka panjang menunjukkan bahwa krisis seperti COVID-19 bukanlah yang terakhir, menuntut pendekatan yang lebih terlembagakan dan efektif dalam mengatasi risiko.

Untuk mewujudkan Visi ASEAN 2025 menjadi pemimpin global dalam manajemen bencana, penelitian lebih lanjut harus melibatkan kolaborasi antar-institusi strategis. Ini harus melibatkan institusi ASEAN University Network (AUN) untuk riset akademik mendalam, lembaga pendanaan regional dan internasional (seperti Uni Eropa dan ADB) untuk hibah riset berorientasi solusi, dan satuan tugas operasional regional (seperti ASEAN-ERAT) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, dan terutama melibatkan NDMO di setiap AMS untuk menjamin relevansi data dan kebijakan.

Baca paper aslinya di sini