JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan laporan keuangan interim akhir tahun 2020, PT PAM Mineral Tbk (NICL) membukukan penjualan senilai Rp 195,44 miliar dan laba komprehensif periode berjalan sebesar Rp 28,45 miliar.
Sementara laba usaha perseroan tercatat sebesar Rp 33,57 miliar, dibandingkan rugi usaha sebesar Rp 16,5 miliar pada bulan Desember 2019.
Direktur Utama PAM Mineral Ruddy Tjanaka menilai, kondisi itu jauh lebih baik dibandingkan dengan kinerja perseroan di tahun 2019, yang mana saat itu perseroan masih mencatatkan kerugian komprehensif sebesar Rp 14,07 miliar di tahun 2019.
"Kenaikan laba usaha yang cukup signifikan tersebut disebabkan kenaikan pendapatan penjualan dari anak perusahaan, IBM yang cukup signifikan. Perseroan optimis penjualan nikel maupun laba usaha konsolidasi akan meningkat tajam pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya," jelas Ruddy dalam keterangan tertulis, Jumat (30/7/2021).
Sedangkan pada tahun ini, PAM Mineral menargetkan meraup laba bersih sebesar Rp 103 miliar atau meroket sebesar 263,46 persen dari laba bersih konsolidasi tahun 2020 yang diprediksikan sebesar Rp 28,45 miliar.
Dari sisi penjualan, volume penjualan diproyeksikan mencapai 1,8 juta metric ton (MT) pada tahun ini, naik 87,04 persen dari realisasi penjualan pada 2020 sebesar 695.034 metric ton.
Ruddy optimistis bisnis nikel yang bersumber dari anak usaha NICL yakni PT Indrabakti Mustika (IBM) ke depan cukup menjanjikan. Ini seiring dengan tingginya permintaan bijih nikel di pasar domestik serta kecenderungan harga nikel yang semakin meningkat.
Terlebih, pemerintah sedang mengembangkan industri dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai Indonesia yang bekerja sama dengan produsen mobil listrik dunia, LG Chem (Korea) dan CATL (China).
Pabrik baterai tersebut ditargetkan untuk mulai beroperasi pada 2023.
Oleh karena itu, nikel berkadar rendah akan banyak dibutuhkan untuk campuran dengan jenis logam cobalt sebagai bahan baku baterai.
Di sisi lain, permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus meningkat, terutama karena adanya industri pengolahan atau smelter.
Dengan eksplorasi yang terus menerus dilakukan, NICL berkeyakinan dapat memiliki sumber daya 28 juta ton lebih bijih nikel.
Dari 28 juta bijih nikel tersebut, lanjut Ruddy, tidak semua memiliki kadar tinggi namun juga terdapat bijih nikel dengan kadar rendah.
Selain bijih nikel kadar tinggi, Perseroan saat ini juga telah melakukan penjualan bijih nikel kadar rendah ke smelter yang ada.
Untuk rencana jangka pendek, perseroan berupaya memenuhi target sebanyak 1,8 juta metric ton bijih nikel sesuai Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB).
Untuk jangka menengah dan panjang, perseroan memiliki strategi menambah cadangan dengan cara mengakuisisi ataupun mencari tambang baru. Dengan demikian, pertumbuhan kinerja perseroan bisa lebih tinggi lagi.
Baru-baru ini, PAM Mineral melangsungkan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dengan melepas sebanyak 2 miliar saham kepada publik.
Besaran saham itu setara dengan 20,7 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan. Dengan harga IPO sebesar Rp 100 per saham, perseroan menerima dana segar Rp 200 miliar.
Sumber: money.kompas.com