Pendahuluan: Latar Belakang dan Urgensi
Industri konstruksi dikenal sebagai salah satu sektor paling berisiko tinggi dalam hal kecelakaan kerja, terutama pada perusahaan kecil dengan jumlah pekerja terbatas. Berdasarkan laporan dari Eurostat dan U.S. Census Bureau, perusahaan kecil mendominasi lanskap industri konstruksi di Eropa dan Amerika, namun memiliki tingkat cedera kerja lebih tinggi dibanding perusahaan besar.
Penelitian ini—dilakukan oleh Ozmec, Karlsen, Kines, Andersen, dan Nielsen—bertujuan untuk mengeksplorasi praktik keselamatan kerja dalam perusahaan konstruksi kecil, dengan menyoroti peran pekerja, pemilik-pengelola (owner–manager), dan interaksi dengan pelanggan. Fokus utamanya bukan hanya pada regulasi, tetapi pada bagaimana keselamatan dinegosiasikan secara sosial di lingkungan kerja sehari-hari.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif multi-kasus yang melibatkan 10 perusahaan kecil di bidang pertukangan, perpipaan, dan pekerjaan batu (masonry). Data dikumpulkan melalui observasi partisipatif, wawancara semi-struktural, dan percakapan informal, kemudian dianalisis dengan metode fenomenologis berbasis thematic content analysis.
Temuan Utama: Keselamatan Sebagai Praktik Negosiasi
1. Keselamatan sebagai Tanggung Jawab Pribadi
Alih-alih mematuhi aturan secara literal, pekerja justru menerjemahkan keselamatan berdasarkan pengalaman pribadi, insting, dan penilaian situasional. Sebagai contoh, seorang tukang ledeng senior berkata bahwa meskipun aturannya membatasi angkat beban maksimal 15 kg, ia meminta rekan membawa pemanas seberat 30 kg ke lantai 7, karena tidak realistis menugaskan delapan orang untuk satu alat.
2. Interaksi antara Pekerja dan Pemilik
Hubungan antara pekerja dan owner–manager diwarnai oleh ketegangan antara kepercayaan dan kontrol. Dalam satu studi kasus, seorang tukang batu menolak memasang keramik yang tidak sesuai spesifikasi dan terus mencoba menghubungi owner–manager, yang tidak merespons. Absennya sang manajer justru dipersepsikan sebagai tanda kepercayaan, bukan kelalaian.
Selain itu, keselamatan tidak pernah menjadi topik bersama yang didiskusikan. Pekerja merasa tidak memiliki wewenang untuk mengingatkan rekan kerja dari perusahaan lain terkait penggunaan alat pelindung, karena norma sosial menganggapnya sebagai hal “tidak sopan”.
3. Keselamatan dan Interaksi dengan Pelanggan
Pelanggan menjadi aktor penting dalam praktik keselamatan. Banyak pekerjaan dilakukan di rumah pribadi, yang tidak dapat dikendalikan oleh pemilik perusahaan. Oleh karena itu, pekerja harus menyeimbangkan keselamatan, kepuasan pelanggan, dan efisiensi kerja. Dalam banyak kasus, demi mempertahankan hubungan baik, pekerja melakukan tugas meski dalam kondisi berisiko.
Analisis Kritis dan Implikasi Praktis
Penelitian ini memberikan perspektif baru bahwa keselamatan bukan sekadar produk dari sistem formal atau prosedur manajerial, melainkan hasil dari negosiasi sosial yang kompleks. Berikut adalah beberapa implikasi penting:
- Keselamatan dipengaruhi oleh posisi sosial dan budaya organisasi: Norma komunikasi, batasan hierarki, serta nilai-nilai profesionalitas dan kebanggaan terhadap pekerjaan memengaruhi apakah dan bagaimana keselamatan dikomunikasikan.
- Pemilik perusahaan sering dilihat sebagai ‘otoritas pengontrol’ ketimbang mitra diskusi keselamatan: Hal ini memperburuk kesenjangan komunikasi internal.
- Keselamatan tidak bersifat kolektif, melainkan individualistis: Tiap pekerja membuat keputusan berdasarkan pengalaman, intuisi, dan persepsi risiko pribadi.
- Pekerja muda lebih patuh terhadap aturan keselamatan, tetapi tidak cukup berpengaruh terhadap budaya kerja yang sudah terbentuk: Mereka justru dianggap terlalu “rewel” dan tidak cukup tangguh oleh senior mereka.
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Penelitian ini memperkaya literatur sebelumnya seperti dari Eakin (1992) yang menyatakan bahwa perusahaan kecil sering “menyerahkan urusan keselamatan” kepada pekerja tanpa dukungan sistemik. Juga sejalan dengan pendekatan community of practice dari Lave & Wenger (1991), di mana keselamatan dipelajari secara sosial melalui pengalaman dan bukan hanya instruksi.
Namun, penelitian ini melampaui studi sebelumnya dengan menunjukkan bagaimana identitas pekerja, posisi dalam hierarki, dan hubungan sosial dengan pelanggan membentuk praktik keselamatan yang khas dan tidak seragam.
Kesimpulan: Rekomendasi untuk Intervensi Keselamatan
Penelitian ini menunjukkan bahwa strategi peningkatan keselamatan di perusahaan konstruksi kecil harus:
- Mengakui peran kontekstual dan interpersonal dalam praktik keselamatan.
- Mendorong pendekatan yang lebih partisipatif, di mana pekerja merasa memiliki suara dalam kebijakan keselamatan.
- Mengadaptasi pelatihan berbasis pengalaman nyata daripada hanya prosedur formal.
- Meningkatkan komunikasi lintas peran, baik antarpekerja, pemilik, maupun dengan pelanggan.
Keselamatan bukan sekadar aturan yang dipatuhi, tetapi produk dari budaya kerja, relasi kekuasaan, dan interaksi sosial yang hidup.
Sumber : Ozmec, M. N., Karlsen, I. L., Kines, P., Andersen, L. P. S., & Nielsen, K. J. (2014). Negotiating safety practice in small construction companies. Safety Science.