Model Analisis Risiko Multi-Kriteria dan Studi Kasus di Industri Logam

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

11 Maret 2025, 10.43

pexels.com

Manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi aspek penting dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan industri. Model yang diusulkan dalam penelitian ini menggabungkan pendekatan berbasis data dengan penilaian ahli guna:

  1. Mengidentifikasi hubungan antar faktor risiko melalui DEMATEL.
  2. Menentukan bobot relatif faktor risiko menggunakan ANP.
  3. Menyusun peringkat risiko untuk tiap unit kerja melalui TOPSIS.

Faktor Risiko dalam Industri Logam

Penelitian ini mengidentifikasi 30 faktor risiko utama yang dikelompokkan dalam 8 kategori:

  • Faktor fisik (misalnya kebisingan, ventilasi, pencahayaan buruk)
  • Faktor kimia (misalnya paparan gas beracun, debu industri)
  • Faktor kelistrikan (misalnya kondisi instalasi listrik)
  • Faktor mekanis (misalnya pemeliharaan peralatan kerja)
  • Perilaku tidak aman (misalnya tidak menggunakan APD, pengoperasian alat yang tidak sesuai prosedur)
  • Faktor lingkungan kerja (misalnya kesiapan darurat, rambu keselamatan)
  • Faktor ergonomis (misalnya posisi kerja tidak tepat, beban angkat manual)
  • Faktor psikososial (misalnya stres kerja, kurangnya komunikasi)

 Analisis DEMATEL: Hubungan Antar Risiko

  • Faktor risiko dengan dampak paling besar terhadap keselamatan kerja adalah stres kerja (K81), kepatuhan terhadap prosedur operasi (K52), dan kesiapan darurat (K64).
  • Faktor yang paling berpengaruh dalam menyebabkan kecelakaan adalah penggunaan APD (K53) dan pemeliharaan peralatan kerja (K41).

Analisis ANP: Pemberian Bobot Risiko

Bobot risiko yang diperoleh dari ANP menunjukkan lima faktor risiko dengan dampak tertinggi:

  1. Kepatuhan terhadap prosedur operasi (K52) - 15,45%
  2. Kesiapan darurat (K64) - 13,16%
  3. Rambu keselamatan (K63) - 12,6%
  4. Penggunaan APD (K53) - 8,72%
  5. Kondisi instalasi listrik (K32) - 5,56%

Faktor psikososial seperti stres kerja (K81) dan kejelasan tugas (K82) juga memiliki bobot yang cukup tinggi, menunjukkan pentingnya faktor ini dalam mencegah kecelakaan kerja.

Analisis TOPSIS: Peringkat Risiko di Unit Kerja

Berdasarkan analisis TOPSIS, peringkat unit kerja berdasarkan tingkat risiko adalah:

  1. Manufaktur (tingkat risiko 48%) → prioritas utama untuk intervensi keselamatan
  2. Pengecatan (tingkat risiko 31%) → risiko sedang
  3. Perakitan (tingkat risiko 21%) → risiko lebih rendah dibanding unit lain

Sebagai implementasi, perusahaan industri logam yang menjadi subjek studi mencatat adanya peningkatan kecelakaan dari 12 kasus (2015) menjadi 26 kasus (2018). Dengan menerapkan model ini, perusahaan dapat mengidentifikasi faktor utama penyebab kecelakaan dan memprioritaskan langkah mitigasi risiko.

Keunggulan:

  • Pendekatan berbasis multi-kriteria memungkinkan analisis risiko yang lebih komprehensif dibanding metode konvensional.
  • Mempertimbangkan faktor psikososial, yang sering diabaikan dalam analisis risiko K3.
  • Aplikasi nyata dalam industri logam, memberikan hasil yang dapat diterapkan langsung di dunia industri.

Kelemahan:

  • Kurangnya perbandingan dengan metode analisis risiko lain, misalnya metode berbasis AI atau simulasi komputer.
  • Tidak membahas dampak ekonomi dari kecelakaan kerja, yang bisa menjadi faktor penting dalam justifikasi kebijakan K3.
  • Terbatas pada satu industri, sehingga penerapannya di sektor lain masih perlu diuji lebih lanjut.

Rekomendasi untuk Peningkatan Manajemen Keselamatan

  1. Peningkatan Edukasi dan Kepatuhan K3
    • Pelatihan rutin bagi pekerja tentang pentingnya prosedur keselamatan dan penggunaan APD.
    • Inspeksi berkala untuk memastikan pemeliharaan peralatan kerja.
  2. Penggunaan Teknologi dalam Manajemen Risiko
    • Implementasi sensor IoT untuk mendeteksi bahaya di lingkungan kerja.
    • Pemanfaatan AI untuk menganalisis data kecelakaan dan memberikan rekomendasi pencegahan.
  3. Pendekatan Holistik dengan Melibatkan Karyawan
    • Membentuk tim keselamatan kerja yang terdiri dari perwakilan setiap unit.
    • Menerapkan sistem pelaporan insiden yang lebih transparan dan berbasis digital.

Paper ini memberikan wawasan berharga tentang pentingnya analisis risiko berbasis multi-kriteria dalam meningkatkan keselamatan kerja di industri logam. Model yang diusulkan dapat membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengelola risiko secara lebih efektif. Meskipun masih memiliki keterbatasan, pendekatan ini dapat menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan keselamatan kerja di berbagai sektor industri.

Sumber: Safinaz Esra Ciftci, Feyzan Arikan. A Multiple Criteria Risk Analysis Model and a Case Study in Metal Industry. Open Journal of Business and Management, Vol. 8, 2020, pp. 2048-2070.