Mengapa Kesiapsiagaan Bencana di Sektor Konstruksi Begitu Mendesak?
Indonesia adalah negara dengan risiko gempa bumi tertinggi di dunia karena berada di atas tiga lempeng aktif: Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Dari tahun 2009 hingga 2019, tercatat lebih dari 71.000 kejadian gempa. Gempa besar seperti Aceh (2004), Yogyakarta (2006), dan Padang (2009) adalah pengingat keras bahwa kesiapsiagaan tidak bisa ditunda—terutama dalam sektor konstruksi.
Namun sayangnya, banyak tenaga kerja konstruksi Indonesia masih bertumpu pada pengalaman dan pembelajaran otodidak, dengan partisipasi minim dalam pelatihan teknis. Hal ini menjadi tantangan besar, terlebih di tengah ambisi besar pemerintah dalam membangun infrastruktur nasional.
Pelatihan SMARTQuake di Pacitan: Upaya Nyata dari Akademisi
Latar Belakang
Kabupaten Pacitan, salah satu wilayah dengan aktivitas seismik tinggi di Indonesia, menjadi lokasi pilot project pelatihan mitigasi bencana gempa untuk tenaga kerja konstruksi. Kegiatan ini diinisiasi oleh Grup Riset SMARTQuake dari Universitas Sebelas Maret (UNS), bekerja sama dengan Dinas PUPR Pacitan.
Tujuan Pelatihan
-
Meningkatkan kompetensi teknis tenaga kerja konstruksi
-
Menumbuhkan kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap bahaya gempa
-
Mendorong partisipasi aktif dalam pembangunan infrastruktur tahan gempa
Struktur Pelatihan dan Strategi Implementasi
Tahapan Pelaksanaan:
-
Identifikasi Permasalahan: Kolaborasi UNS dan Dinas PUPR untuk merancang solusi kompetensi.
-
Persiapan: Penyusunan materi, pemilihan peserta, dan pembuatan instrumen evaluasi (pre-test & post-test).
-
Pelaksanaan: Dilakukan dalam satu hari dengan 39 peserta dari kontraktor, mandor, tukang, hingga pelayan tukang.
-
Evaluasi: Pengukuran dampak pelatihan secara kuantitatif dengan metode pre-post test.
Temuan Utama: Dampak Signifikan Pelatihan
Statistik Pre dan Post-Test
-
Rerata nilai pre-test: 50 (rentang nilai: 20–80)
-
Rerata nilai post-test: 66 (rentang nilai: 30–100)
-
Peningkatan kompetensi: 33%
Data ini menunjukkan bahwa bahkan pelatihan satu hari yang dirancang dengan baik mampu menghasilkan peningkatan signifikan dalam pemahaman peserta terkait gempa dan mitigasinya.
Profil Peserta
-
Usia dominan: 41–50 tahun
-
Implikasi: Peserta dianggap sebagai senior di lingkungan kerja, sehingga berpotensi menjadi agen pengetahuan yang menyebarkan informasi ke rekan kerja yang lebih muda.
Analisis Kritis dan Nilai Tambah
Kelebihan Program:
-
Terstruktur dan terukur
-
Kolaboratif antara kampus dan pemerintah daerah
-
Mendorong keberlanjutan kompetensi melalui tahapan pelatihan lanjutan
Kekurangan dan Tantangan:
-
Durasi pelatihan terlalu singkat untuk cakupan materi penting
-
Perluasan cakupan peserta (misal: konsultan perencana & pengawas) belum terealisasi
-
Materi teknis (beton & baja tulangan) baru akan diberikan di pelatihan tahap berikutnya
Peluang Strategis:
-
Replikasi program di wilayah rawan gempa lain (Palu, Malang, Bireuen, dll)
-
Integrasi materi mitigasi gempa dalam pelatihan bersertifikasi nasional
-
Digitalisasi materi pelatihan untuk skala yang lebih luas
Perbandingan dengan Program Serupa di Indonesia
Pelatihan sejenis juga dilakukan di berbagai daerah:
-
Kota Palu: Pelatihan membangun rumah sederhana tahan gempa (Amir et al., 2013)
-
Magelang & Wonosobo: Fokus pada penguatan struktur dan pengetahuan teknis
-
Merauke & Pekanbaru: Pelatihan beton dan teknik campuran
Kegiatan di Pacitan melengkapi mosaik upaya nasional dalam menciptakan ekosistem tenaga kerja konstruksi yang sadar bencana.
Implikasi Industri dan Kebijakan
-
Urgensi Sertifikasi Mitigasi Bencana bagi tukang dan mandor
-
Revitalisasi kurikulum pelatihan konstruksi oleh kementerian terkait
-
Pentingnya kemitraan akademisi–pemerintah–industri dalam menyiapkan tenaga kerja berdaya saing
Kesimpulan: Mitigasi Bencana Dimulai dari Lapangan
Pelatihan yang dilaksanakan oleh Grup Riset SMARTQuake membuktikan bahwa pendekatan berbasis komunitas, jika dijalankan dengan strategi dan dukungan yang tepat, mampu menghasilkan dampak nyata. Dengan peningkatan nilai post-test sebesar 33%, pelatihan ini tidak hanya meningkatkan pemahaman teknis, tetapi juga menumbuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya konstruksi tahan gempa.
Langkah selanjutnya adalah replikasi, pelatihan lanjutan, dan integrasi dalam kebijakan pelatihan nasional.
Sumber Jurnal:
Pradana, E. W., Sangadji, S., Bhayusukma, M. Y., dkk. (2022). Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja Konstruksi untuk Menumbuhkan Kesadaran dan Kesiapsiagaan terhadap Bencana Gempa. Jurnal Masyarakat Mandiri, Vol. 6, No. 6, Hal. 4689–4699.
DOI: https://doi.org/10.31764/jmm.v6i6.11075