Menanggapi tuduhan baru-baru ini yang menjual senjata kepada militer Myanmar, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kementerian BUMN) dan DEFEND ID membantah keras keterlibatan mereka dalam kegiatan tersebut.Tuduhan tersebut muncul setelah adanya Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 75/287, yang melarang pasokan senjata ke Myanmar. Secara khusus, PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia, yang semuanya berada di bawah naungan DEFENF ID, diduga terlibat dalam dugaan penjualan senjata tersebut.
Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara menyatakan kurangnya pengetahuannya mengenai tuduhan ini, dengan menyatakan, "Saya belum mendengarnya. Saya tidak tahu informasinya. Jujur saja, saya tidak tahu, saya belum dapat informasi."Kartika menegaskan bahwa saat ini pihaknya sedang dalam proses pemeriksaan atas tuduhan tersebut. Dia menegaskan bahwa dia belum menerima informasi apapun terkait penjualan senjata ke Myanmar oleh BUMN.
Defend Id mengklaim tidak ada kegiatan ekspor
Laporan-laporan menyebutkan bahwa PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia adalah perusahaan-perusahaan yang diduga terlibat dalam penjualan senjata tersebut, yang semuanya beroperasi di bawah naungan DEFENF ID. Pada hari Jumat, 6 Oktober 2023, DEFENF ID mengeluarkan pernyataan resmi yang menegaskan kembali bahwa tidak ada kegiatan ekspor oleh industri pertahanan Indonesia ke Myanmar setelah 1 Februari 2021, sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 75/287, yang melarang pasokan senjata ke Myanmar.
Defend Id, melalui PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding yang terdiri dari PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia (PTDI), dan PT PAL Indonesia menyatakan mendukung penuh upaya resolusi PBB untuk menghentikan kekerasan di Myanmar.PT Pindad, khususnya, menegaskan bahwa mereka tidak mengekspor produk apapun ke Myanmar setelah seruan Dewan Keamanan PBB pada 1 Februari 2021.
"Dapat kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan ekspor produk alphankam ke Myanmar, khususnya setelah seruan Dewan Keamanan PBB pada 1 Februari 2021, terkait dengan kekerasan di Myanmar," tegas DEFEND ID.
Ekspor amunisi olahraga
Lebih lanjut, DEFEND ID mengklarifikasi bahwa ekspor yang dilakukan sebelumnya ke Myanmar hanya terbatas pada amunisi dengan spesifikasi penggunaan untuk olahraga untuk partisipasi Myanmar dalam ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016. Demikian pula, PTDI dan PT PAL tidak memiliki catatan kolaborasi atau penjualan produk ke Myanmar."Kami dapat memastikan bahwa tidak ada kerjasama atau penjualan produk alutsista dari kedua perusahaan ini ke Myanmar," pungkas mereka.
Sebagai perusahaan yang mampu mendukung sistem pertahanan negara, Defend Id secara konsisten menyelaraskan diri dengan sikap pemerintah Indonesia. Mereka tetap patuh dan teguh dalam mematuhi peraturan yang berlaku, termasuk kebijakan luar negeri Indonesia.
Bantahan tegas dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan DEFEND ID terhadap tuduhan ini merupakan bantahan yang kuat terhadap klaim tersebut, dan menegaskan kembali komitmen mereka untuk menjunjung tinggi peraturan internasional dan menjaga transparansi dalam operasi mereka. Masalah ini masih dalam penyelidikan karena pihak berwenang berusaha untuk memastikan keakuratan tuduhan tersebut.
Aktivis domestik dan internasional menyuarakan keprihatinan atas dugaan perdagangan senjata ilegal dengan Myanmar sekelompok aktivis hak asasi manusia telah menyoroti dugaan perdagangan senjata ilegal antara Indonesia dan Myanmar, yang menimbulkan kekhawatiran akan adanya potensi pelanggaran terhadap sanksi-sanksi internasional.
Marzuki Darusman, mantan Jaksa Agung Indonesia, yang sebelumnya memimpin misi pencari fakta PBB di Myanmar, menyoroti cakupan penjualan senjata ilegal, yang dilaporkan mencakup berbagai macam persenjataan, termasuk senapan serbu, pistol, amunisi, kendaraan militer, dan peralatan lainnya. Darusman dan para aktivis lainnya mengajukan pengaduan resmi kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tanggal 2 Oktober 2023.
Menurut Darusman, penjualan senjata ini telah berlangsung selama satu dekade terakhir dan dikaitkan dengan dugaan kekejaman terhadap etnis minoritas rohingya di Myanmar sejak tahun 2021. Selain Marzuki Darusman, Za Uk Ling, pemimpin perusahaan hak asasi manusia etnis Chin, dan perusahaan hak asasi manusia Internasional Myanmar Accountability Project juga menyampaikan keprihatinannya kepada Komnas HAM.
Mereka menyampaikan bukti-bukti dari sumber-sumber terbuka dan laporan media yang mengindikasikan bahwa tiga perusahaan Indonesia telah melakukan transfer senjata dan amunisi ke Myanmar melalui True North Co Ltd. True North adalah perusahaan swasta yang menegosiasikan kesepakatan antara militer Myanmar dan produsen senjata Indonesia.
Yang perlu dicatat, Htoo Htoo Shein Oo, putra dari Menteri Perencanaan dan keuangan junta Myanmar, Win Shein, adalah pemilik True North. Win Shein saat ini menjadi target sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa.Tuduhan ini telah menarik perhatian dunia internasional, dimana para pembela hak asasi manusia dan ahli hukum terus memantau perkembangannya.
Pemerintah Indonesia, bersama dengan pihak-pihak yang berwenang, diharapkan untuk menyelidiki klaim-klaim ini secara menyeluruh untuk memastikan kebenarannya dan mengambil tindakan yang tepat jika diperlukan. Seiring dengan berkembangnya situasi, kekhawatiran akan potensi pelanggaran terhadap sanksi dan peraturan internasional terus meningkat.
Disadur dari: indonesiabusinesspost.com