Menuju Praktik Konstruksi Berkelanjutan: Telaah Kritis atas Kegagalan Bangunan di Proyek Pemerintah Daerah di Jawa Tengah

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

30 Mei 2025, 12.29

Unsplash.com

Pendahuluan: Urgensi Konstruksi Berkelanjutan di Indonesia

 

Di tengah geliat pembangunan infrastruktur nasional, isu kegagalan bangunan di Indonesia, khususnya proyek-proyek milik pemerintah daerah, masih menjadi tantangan serius. Paper yang disusun oleh Hermawan dkk. (2013) berjudul "Toward Sustainable Practices in Indonesian Building Projects: Case Studies of Construction Building Failures and Defects in Central Java" menyajikan sebuah studi penting mengenai penyebab dan pola kegagalan bangunan di Jawa Tengah, serta mendorong perbaikan menyeluruh menuju praktik konstruksi yang berkelanjutan. Dengan pendekatan studi kasus mendalam pada proyek-proyek lokal, penelitian ini memberikan gambaran nyata tentang bagaimana praktik tak berkelanjutan dapat muncul dari kegagalan teknis maupun kelemahan sistemik dalam pengelolaan proyek konstruksi.

 

Definisi dan Konteks Kegagalan Bangunan

 

Kegagalan bangunan dalam penelitian ini merujuk pada malfungsi atau ketidaksesuaian kondisi bangunan pasca serah terima akhir (Final Handover/FHO), baik secara teknis, fungsional, maupun keselamatan sebagaimana tertuang dalam UU Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999 dan PP No. 29 Tahun 2000. Sedangkan kegagalan konstruksi (defect) didefinisikan sebagai ketidaksempurnaan atau kesalahan dalam desain, proses konstruksi, maupun pemasangan material yang menyebabkan penurunan kualitas dan nilai bangunan. Kedua definisi ini menyoroti rentang waktu yang berbeda, di mana defect dapat muncul bahkan sebelum proyek diserahterimakan, sementara failure lebih mengacu pada performa bangunan pasca-penyerahan.

 

Dalam konteks keberlanjutan, definisi ini penting karena membantu mengidentifikasi titik-titik kritis dalam siklus hidup proyek konstruksi yang dapat dievaluasi dan diperbaiki untuk mencegah kerugian jangka panjang, baik dari segi ekonomi maupun keselamatan pengguna bangunan.

 

Metodologi: Studi Kasus Multi-Proyek di Jawa Tengah

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus eksploratif dengan metode observasi langsung, dokumentasi kontrak, pengujian material lapangan dan laboratorium, serta tinjauan analitis terhadap lima proyek dari total 34 proyek yang dianalisis. Keunikan pendekatan ini terletak pada perpaduan data kualitatif dan kuantitatif yang memberikan pemahaman mendalam terhadap dinamika proyek konstruksi lokal di Indonesia. Proyek-proyek yang dikaji mewakili berbagai jenis bangunan seperti puskesmas, sekolah, dan fasilitas umum lainnya.

 

Data dikumpulkan melalui lima tahapan: pengumpulan data administrasi (termasuk dokumen kontrak, gambar desain, notulen rapat), observasi lapangan, inventarisasi bangunan, pengambilan dan pengujian sampel material, serta analisis laboratorium. Studi ini tidak hanya mendokumentasikan kegagalan secara fisik, tetapi juga menelusuri akar penyebab melalui perbandingan antara spesifikasi kontrak dan realisasi di lapangan.

 

Temuan Utama: Tingkat Kegagalan dan Elemen Rawan

 

Dari total 34 proyek bangunan, 12 proyek mengalami kegagalan atau cacat konstruksi. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga proyek pemerintah daerah di Jawa Tengah menghadapi permasalahan serius dalam hal kualitas bangunan. Rata-rata deviasi anggaran dari estimasi pemilik proyek mencapai 7–8%, sebuah angka yang cukup signifikan dalam konteks proyek-proyek berskala kecil hingga menengah.

 

Elemen bangunan yang paling sering mengalami kegagalan antara lain:

  • Struktur: 11,91% (tertinggi), mencakup keretakan beton, pelat lantai yang melengkung, hingga kegagalan sambungan kolom.
  • Atap: 4,68%, termasuk kebocoran dan keruntuhan ringan.
  • Pondasi: 0,66%, seperti penurunan tanah dan ketidakseimbangan beban.
  • Utilitas: 0,48%, seperti kerusakan sistem pipa air atau listrik.
  • Finishing: 0,25%, berupa pengerjaan akhir yang tidak rapi atau cepat rusak.

 

Hal ini menandakan bahwa permasalahan bukan hanya terletak pada aspek estetika, namun lebih serius menyangkut keselamatan dan keberlangsungan fungsi bangunan.

 

Akar Masalah: Sistemik, Bukan Sekadar Teknis

 

Penelitian ini mengungkap berbagai faktor penyebab kegagalan bangunan yang bersifat sistemik:

 

1. Kurangnya tenaga ahli bersertifikat: Ketersediaan SDM profesional sangat timpang antar wilayah. Di luar Kota Semarang, jumlah tenaga ahli bangunan dan tukang bersertifikat kurang dari 500 orang. Ini menyebabkan banyak proyek dikerjakan tanpa keahlian teknis memadai.

 

2. Dokumentasi proyek yang tidak lengkap: Banyak proyek tidak memiliki laporan bulanan, buku arahan, dan catatan komunikasi antara pihak-pihak terkait. Minimnya dokumentasi menghambat proses pengawasan dan evaluasi proyek.

 

3. Pengadaan berbasis harga terendah: Lelang proyek pemerintah yang dimenangkan dengan penawaran 70–80% dari estimasi nilai pemilik proyek sering kali menghasilkan kompromi terhadap kualitas material dan pengerjaan.

 

4. Waktu pelaksanaan yang sempit dan tidak realistis: Banyak proyek dimulai pada musim hujan, mempersulit pelaksanaan lapangan. Pekerjaan lembur yang dilakukan untuk mengejar ketertinggalan justru menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko kegagalan.

 

5. Jenis kontrak yang kaku dan tidak adaptif: Mayoritas proyek menggunakan kontrak harga tetap (lump-sum/fixed price) tanpa fleksibilitas untuk mengakomodasi perubahan kondisi lapangan.

 

Analisis Statistik dan Korelasi: Kuantifikasi Risiko

 

Hasil analisis korelasi dalam studi ini memperkuat hubungan antara faktor manajerial dan hasil akhir proyek:

  • Periode konstruksi berkorelasi negatif dengan tingkat keberhasilan proyek (r = -0.562; p < 0.001), menunjukkan bahwa waktu yang terlalu singkat meningkatkan risiko kegagalan.
  • Durasi proyek berkorelasi positif terhadap peningkatan biaya (r = +0.497; p < 0.003), menandakan bahwa semakin lama waktu pengerjaan, semakin besar risiko pembengkakan anggaran.
  • Jenis kontrak tidak menunjukkan hubungan signifikan terhadap waktu penyelesaian (r = +0.025; tidak signifikan), yang menunjukkan bahwa struktur kontrak saja tidak cukup menentukan kesuksesan proyek jika tidak didukung oleh sistem pengelolaan yang adaptif.

 

Tiga Rekomendasi Strategis untuk Konstruksi Berkelanjutan

 

Dari hasil temuan di atas, Hermawan dkk. mengajukan tiga proposisi sebagai arah perbaikan:

 

1. Hindari jadwal proyek yang terlalu padat: Penjadwalan yang realistis, terutama dengan mempertimbangkan musim dan kondisi lokal, sangat penting untuk menghindari tekanan waktu yang memicu kompromi kualitas.

 

2. Kelola durasi proyek secara efisien untuk menghindari pembengkakan biaya: Pemantauan proyek secara berkala dan sistematis harus dilakukan untuk menjaga kesesuaian antara progres dan anggaran.

 

3. Revisi sistem kontrak agar lebih fleksibel dan adaptif: Kontrak harus disusun dengan mempertimbangkan risiko yang mungkin muncul di lapangan dan memberikan ruang negosiasi jika diperlukan.

 

Opini Kritis dan Perbandingan dengan Praktik Global

 

Jika dibandingkan dengan studi serupa dari negara lain, seperti Malaysia (Ahzahar et al., 2011) atau Inggris (Richardson, 2001), ditemukan bahwa Indonesia belum optimal dalam menerapkan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan proyek konstruksi. Faktor iklim, perubahan fungsi bangunan, serta korupsi dalam sistem pengadaan menjadi tantangan serius yang perlu ditangani dengan pendekatan sistemik dan multisektoral.

 

Contohnya, pendekatan post-occupancy evaluation yang umum dilakukan di negara maju, hampir tidak ditemukan dalam proyek konstruksi pemerintah Indonesia. Padahal, pendekatan ini penting untuk mengukur kinerja bangunan secara jangka panjang dan menjadi bahan evaluasi kebijakan pengadaan.

 

Studi Kasus Nyata: Refleksi Praktis Temuan Penelitian

 

Kita dapat melihat implikasi langsung dari temuan ini dalam berbagai kejadian aktual. Misalnya, kasus ambruknya bangunan SDN Genteng, Banyumas pada 2018, mengindikasikan kegagalan struktural akibat rendahnya kualitas material dan pengawasan. Sementara itu, keberhasilan proyek RSUD Kota Semarang yang menerapkan manajemen mutu berbasis ISO menunjukkan bahwa dengan sistem pengawasan yang ketat dan tenaga kerja profesional, proyek dapat berjalan dengan sukses.

 

Hal ini membuktikan bahwa upaya menuju konstruksi berkelanjutan bukan hal mustahil, asalkan didukung dengan kebijakan yang tepat dan pelaksanaan teknis yang profesional.

 

Strategi Praktis Menuju Konstruksi Berkelanjutan di Indonesia

 

Untuk mewujudkan sistem konstruksi publik yang berkelanjutan, berikut strategi yang disarankan:

  • Peningkatan kapasitas SDM konstruksi: Melalui pelatihan, sertifikasi, dan kolaborasi antara institusi pendidikan dan industri.
  • Penggunaan teknologi informasi dalam pengawasan proyek: Seperti Building Information Modeling (BIM) dan sistem pelaporan berbasis digital.
  • Reformasi regulasi pengadaan: Menyusun ulang kebijakan tender agar berbasis kualitas dan bukan semata harga terendah.
  • Penegakan hukum yang tegas: Memberikan sanksi nyata kepada kontraktor atau konsultan yang gagal memenuhi kewajiban teknis sesuai kontrak.
  • Audit pasca-proyek dan publikasi laporan evaluasi: Agar transparansi dan akuntabilitas proyek dapat terukur secara objektif dan menjadi acuan bagi proyek selanjutnya.

 

Kesimpulan: Mendorong Konstruksi yang Tangguh dan Tanggung Jawab

 

Studi Hermawan dkk. memberikan sumbangan berharga dalam diskursus konstruksi berkelanjutan di Indonesia. Dengan menunjukkan secara empiris bagaimana praktik buruk dalam pengadaan dan pelaksanaan proyek berdampak langsung terhadap kegagalan bangunan, studi ini mendorong pergeseran paradigma menuju sistem konstruksi yang lebih tangguh dan bertanggung jawab.

 

Dengan mendorong praktik pengawasan yang transparan, peningkatan kapasitas tenaga kerja, serta reformasi sistem kontrak dan pengadaan, sektor konstruksi Indonesia dapat mencapai kualitas dan keberlanjutan yang setara dengan standar internasional.

 

Sumber Asli Paper:

Hermawan, F., Wahyono, H.L., Wibowo, M.A., Hatmoko, J.U.D., & Soetanto, R. (2013). Toward Sustainable Practices in Indonesian Building Projects: Case Studies of Construction Building Failures and Defects in Central Java. Conference Paper. https://www.researchgate.net/publication/259466449