Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, memiliki rencana ambisius untuk memposisikan Indonesia sebagai pusat data center terkemuka di Asia Tenggara. Visi ini melibatkan dorongan dari perusahaan milik negara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) untuk menjalin kemitraan di kawasan ASEAN.
Erick percaya bahwa target ini dapat dipercepat dengan memanfaatkan 166 proyek kerja sama yang saat ini ada di Asia Tenggara. Lebih lanjut, 73 dari proyek-proyek tersebut masih dalam tahap potensial, dengan total nilai yang diperkirakan mencapai US$17,8 miliar. “Jika kita tidak menyiapkan infrastruktur data center, maka akan menjadi masalah di masa depan. Salah satu cara kami mengatasinya adalah melalui kemitraan dengan Telkom dan Telkomsel di Asia Tenggara,” kata Erick di Hotel Mulia, Selasa, 5 September 2023.
Menjadi pemain kunci
Erick yakin bahwa Telkom pada akhirnya akan menjadi salah satu pemain utama dalam industri data center di Asia Tenggara. Ia menilai tujuan ini dapat dicapai, terutama karena anak perusahaan Telkom, PT PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel, telah menjadi bisnis menara telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara.
Meskipun demikian, Erick menekankan bahwa Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar di Asia Tenggara, tetapi harus menjadi pemain kunci dalam bisnis ini. Oleh karena itu, ia berniat untuk meningkatkan jumlah BUMN yang dapat bersaing di tingkat global.“Target Kementerian BUMN untuk tahun 2024-2034 adalah memiliki lebih banyak perusahaan BUMN yang dapat bersaing di tingkat global,” katanya.
Fokus pada energi terbarukan
Selain data center, Erick berencana untuk memanfaatkan beberapa dari 166 proyek di Asia Tenggara yang berfokus pada energi terbarukan. Menurutnya, salah satu pengembangan dalam negeri dalam industri energi terbarukan adalah pembangunan pembangkit listrik tenaga surya terapung.
Erick menghitung, pembangkit listrik tenaga surya terapung milik PT Masdar Mitra Solar Radiance dapat ditingkatkan dari sekitar 130.000 megawatt menjadi 1 juta megawatt atau 1 gigawatt. Hal ini dikarenakan adanya relaksasi pembatasan luas danau yang dapat dimanfaatkan, meningkat dari 15% menjadi 25%. “Bayangkan, danau-danau kita bisa menjadi tempat yang ramah untuk menghasilkan energi baru terbarukan. Kami membuka investasi ini di dalam negeri,” kata Erick.
Dana yang dibutuhkan cukup besar
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, memperkirakan bahwa dana yang dibutuhkan untuk transisi energi di kawasan ASEAN mencapai $29,4 triliun, atau sekitar Rp 448 kuadriliun. Modal yang cukup besar ini dapat diperoleh melalui skema pembiayaan inovatif yang melibatkan kemitraan yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. Jokowi juga mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan hilirisasi industri dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV). Ia meyakini bahwa kedua strategi ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ASEAN.
Disadur dari: indonesiabusinesspost.com