Menilai Kondisi Pendukung Investasi Ketahanan Air

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

19 Juni 2025, 05.29

pixabay.com

Mengapa Investasi Ketahanan Air Jadi Isu Global?

Ketahanan air kini menjadi fondasi utama pembangunan berkelanjutan, penanggulangan kemiskinan, dan adaptasi perubahan iklim. Namun, investasi di sektor air masih jauh dari kebutuhan: pada 2030, kebutuhan pembiayaan infrastruktur air global diperkirakan mencapai USD 6,7 triliun, melonjak ke USD 22,6 triliun pada 2050. Ironisnya, sektor air hanya menarik kurang dari 2% belanja publik dunia, dengan investasi swasta di negara berkembang juga sangat minim. OECD, bersama Asian Development Bank, mengembangkan “Scorecard” untuk menilai kondisi enabling environment—atau ekosistem pendukung—bagi investasi ketahanan air di tujuh negara Asia: Bangladesh, Mongolia, Nepal, Pakistan, Filipina, Uzbekistan, dan Sri Lanka, serta Armenia sebagai pembanding Eropa Timur.

Empat Pilar Penilaian: Kerangka Scorecard OECD

1. Kerangka Kebijakan Investasi Umum (Dimension 1)

Menilai daya tarik investasi secara makro: stabilitas ekonomi, tata kelola, sistem keuangan, infrastruktur, hingga desentralisasi.

2. Kerangka Kebijakan Sektor Air (Dimension 2)

Fokus pada regulasi, insentif, dan tata kelola sektor air: ketersediaan data, mekanisme alokasi, instrumen ekonomi (tarif, pajak), dan kapasitas institusi.

3. Keberlanjutan dan Bankabilitas Proyek (Dimension 3)

Mengukur seberapa siap proyek air untuk menarik investasi: keterlibatan pemangku kepentingan, analisis dampak sosial-lingkungan, dan model bisnis.

4. Kontribusi Sektor Ekonomi Lain (Dimension 4)

Menilai apakah sektor lain—pertanian, energi, industri—mendukung atau justru menghambat ketahanan air.

Studi Kasus & Fakta Kunci dari Tujuh Negara Asia

1. Bangladesh: Ketergantungan pada ODA, Tantangan Tata Kelola

  • Investasi air dan sanitasi didominasi ODA (Official Development Assistance), mencapai USD 1,85 miliar (2015–2021), sementara partisipasi swasta kurang dari 20%.
  • Skor “enabling environment” masih di tahap nascent (awal), menandakan banyak celah di tata kelola, transparansi, dan kapasitas institusi.
  • Masalah utama: minimnya regulasi independen, rendahnya tarif air (tidak menutupi biaya operasional), dan lemahnya insentif bagi swasta.

2. Mongolia: Fokus Urban, Kemajuan di Investasi Air Kota

  • Skor tertinggi di kerangka kebijakan investasi umum (D1) dan cukup baik di kebijakan sektor air (D2), khususnya untuk air kota.
  • Inisiatif: Sustainable Development Vision 2030 dan program investasi air perkotaan.
  • Tantangan: akses data air terbatas, monitoring air tanah masih minim, dan regulasi tarif belum sepenuhnya mendorong efisiensi atau investasi swasta.

3. Nepal: Kuat di Investasi Umum, Lemah di Sektor Air

  • Skor D1 tinggi, tapi D2 dan D3 masih rendah.
  • Kebijakan air nasional ada, namun implementasi lemah, terutama di luar sektor pembangkit listrik tenaga air (hydropower).
  • Tarif air irigasi sangat rendah, tidak menutupi biaya operasi dan pemeliharaan, sehingga investasi swasta minim.

4. Pakistan: Eksperimen Model Pembiayaan, Tantangan Tata Kelola

  • Investasi air didukung berbagai mekanisme pembiayaan, termasuk public-private partnership (PPP).
  • Kebijakan nasional mengakui pentingnya ketahanan air, namun belum ada rencana investasi sektoral spesifik.
  • Tarif air domestik tetap, tidak berbasis konsumsi, dan belum ada regulator independen.

5. Filipina: Model Regional Investasi Swasta Air

  • Filipina masuk 10 besar dunia dalam investasi swasta air dan sanitasi (USD 568 juta, 2015–2021), 88% berasal dari swasta.
  • Kunci sukses: Water Supply and Sanitation Master Plan, regulasi jelas, dan mekanisme pooling proyek (Unified Resources Allocation Framework).
  • Tantangan: ketimpangan antara utilitas besar (regulasi ketat) dan kecil (banyak yang tidak terawasi), serta hambatan data dan monitoring di luar Metro Manila.

6. Uzbekistan: Reformasi Tarif dan Insentif Swasta

  • Adopsi metodologi tarif cost recovery dan reformasi perizinan untuk menarik pinjaman luar negeri bagi BUMN air.
  • Investasi swasta meningkat, namun masih banyak tantangan di sektor air pedesaan dan irigasi.
  • Kendala: rendahnya tingkat penagihan tarif, banyaknya sengketa kontrak, dan kapasitas institusi belum merata.

7. Sri Lanka: Ketergantungan pada ODA, Kelemahan di Tata Kelola

  • Lebih dari 90% investasi air dan sanitasi berasal dari ODA, total lebih dari USD 1 miliar (2015–2021).
  • Skor tata kelola publik dan kapasitas institusi masih rendah, terutama dalam desentralisasi dan pengawasan.

8. Armenia (Pembanding Eropa Timur): Kontrak Operator Swasta

  • Model kontrak pengelolaan air oleh swasta (Veolia) mencakup 80% populasi, menarik investasi USD 200 juta (2015–2021).
  • Kunci sukses: kejelasan kontrak, regulasi, dan monitoring performa.

Analisis Dimensi Scorecard: Temuan Utama

Dimensi 1: Kerangka Investasi Umum

  • Filipina dan Mongolia unggul dalam pertumbuhan ekonomi, stabilitas, dan akses infrastruktur.
  • Bangladesh dan Pakistan tertinggal di tata kelola publik, desentralisasi, dan akses infrastruktur digital.
  • Rata-rata skor makroekonomi negara Asia sekitar 3 (capable), kecuali Filipina yang mendekati 4 (effective).

Dimensi 2: Kebijakan Sektor Air

  • Mongolia, Filipina, dan Uzbekistan masuk tahap engaged untuk kebijakan air kota, namun lemah di air pedesaan dan irigasi.
  • Ketiadaan tarif berbasis cost recovery dan insentif investasi menjadi penghambat utama.
  • Kebijakan lintas sektor (water–energy–food nexus) masih lemah, sehingga investasi air sering kalah prioritas dibanding energi atau transportasi.

Dimensi 3: Bankabilitas Proyek

  • Hampir semua negara (kecuali Armenia) masih di tahap awal (nascent) dalam menyiapkan proyek air yang layak investasi.
  • Kendala utama: minimnya analisis dampak sosial-lingkungan, data proyek tidak terpusat, dan lemahnya model bisnis.
  • Filipina jadi pengecualian dengan mekanisme pooling proyek dan kriteria prioritas berbasis kinerja serta risiko kesehatan masyarakat.

Dimensi 4: Kontribusi Sektor Lain

  • Mayoritas negara belum punya strategi lintas sektor yang mengintegrasikan air dalam kebijakan pertanian, energi, dan industri.
  • Kebijakan mitigasi risiko air (asuransi banjir, kekeringan, polusi) masih sangat terbatas.

Studi Kasus: Praktik Baik dan Tantangan Nyata

Filipina: Unified Resources Allocation Framework

  • Framework ini mengelompokkan penyedia layanan air berdasarkan kinerja dan kapasitas kredit, sehingga subsidi dan pinjaman publik lebih tepat sasaran.
  • Hasilnya: utilitas yang kuat bisa langsung akses pasar, sementara yang lemah mendapat subsidi atau hibah untuk perbaikan efisiensi sebelum mengambil utang baru.

Uzbekistan: Reformasi Tarif dan PPP

  • Pemerintah mengadopsi tarif berbasis cost recovery dan mewajibkan bank nasional membiayai proyek PPP air.
  • Namun, rendahnya tingkat penagihan dan banyaknya sengketa kontrak masih membatasi minat swasta.

Armenia: Kontrak Operator Swasta

  • Kontrak pengelolaan air dan sanitasi oleh Veolia sukses menarik investasi USD 200 juta dan meningkatkan cakupan layanan hingga 80% populasi.
  • Kunci keberhasilan: kejelasan kontrak, insentif performa, dan monitoring independen.

Tantangan Umum: Mengapa Investasi Air Masih Mandek?

  • Tarif air rendah dan tidak berbasis cost recovery, sering dipakai sebagai subsidi sosial, padahal justru menurunkan daya tarik investasi dan memperburuk kualitas layanan.
  • Ketiadaan regulasi independen dan insentif swasta, terutama di negara yang masih menganggap air sebagai domain publik murni.
  • Kapasitas institusi lemah, baik di tingkat pusat maupun daerah, terutama dalam monitoring, pengelolaan data, dan penegakan kontrak.
  • Minimnya integrasi air dalam kebijakan lintas sektor (pertanian, energi, industri), sehingga banyak investasi di sektor lain justru memperburuk risiko air.
  • Data terkait air (ketersediaan, risiko, konsumsi) sering tidak tersedia atau tidak mudah diakses oleh investor dan pengambil keputusan.

Opini, Kritik, dan Perbandingan dengan Studi Lain

Keunggulan Paper OECD

  • Scorecard OECD menawarkan pendekatan sistemik dan berbasis data untuk menilai kesiapan negara dalam menarik investasi air.
  • Berbeda dengan studi World Bank atau UNDP yang lebih menekankan aspek makro atau proyek, Scorecard ini menyoroti pentingnya integrasi lintas sektor dan reformasi kebijakan.
  • Studi kasus nyata dan angka-angka investasi memberikan gambaran konkret, bukan sekadar teori.

Kritik dan Tantangan Implementasi

  • Scorecard masih bergantung pada data sekunder dan survei, sehingga hasilnya bisa bias jika data nasional kurang lengkap.
  • Tidak semua indikator bisa dibandingkan antarnegara karena perbedaan sistem hukum, institusi, dan budaya politik.
  • Ketiadaan rekomendasi kebijakan spesifik di paper ini (karena fokusnya pada uji coba Scorecard), padahal negara membutuhkan panduan aksi konkret.

Koneksi dengan Tren Industri dan Agenda Global

  • Tren ESG (Environmental, Social, Governance) di industri global mendorong perusahaan multinasional untuk memperhitungkan risiko air dalam rantai pasok.
  • SDG 6 (Clean Water and Sanitation) dan SDG 13 (Climate Action) sangat relevan, namun pencapaiannya sangat tergantung pada reformasi enabling environment di tingkat nasional.
  • Inovasi seperti green bonds, blended finance, dan asuransi risiko air mulai berkembang, namun baru efektif jika didukung kebijakan dan tata kelola yang kuat.

Rekomendasi dan Langkah Ke Depan

  1. Reformasi Tarif dan Insentif: Negara harus berani menerapkan tarif air berbasis cost recovery, disertai subsidi terarah untuk kelompok rentan.
  2. Penguatan Regulasi dan Monitoring: Bentuk regulator independen, perkuat monitoring performa utilitas, dan pastikan transparansi data.
  3. Integrasi Kebijakan Lintas Sektor: Pastikan setiap investasi di pertanian, energi, dan industri mempertimbangkan dampak pada ketahanan air.
  4. Peningkatan Kapasitas Institusi: Investasi pada pelatihan, digitalisasi data, dan penguatan tata kelola di tingkat lokal dan nasional.
  5. Inovasi Pembiayaan: Kembangkan mekanisme pooling proyek, blended finance, dan asuransi risiko air untuk memperluas sumber investasi.

Menata Masa Depan Investasi Air di Asia

Paper OECD ENV/WKP(2024)5 menegaskan bahwa investasi di sektor air bukan sekadar soal dana, tapi soal reformasi sistemik enabling environment: kebijakan, regulasi, insentif, dan tata kelola lintas sektor. Studi kasus di Asia menunjukkan bahwa negara dengan kerangka kebijakan yang jelas, insentif swasta, dan monitoring performa yang kuat mampu menarik investasi lebih besar—baik dari ODA, swasta, maupun PPP. Namun, tanpa reformasi tarif, regulasi, dan integrasi kebijakan, investasi air akan terus tertinggal, mengancam pencapaian SDGs dan ketahanan ekonomi di masa depan.

Sumber Asli Artikel

Delia Sanchez Trancon, Allison Woodruff, Xavier Leflaive, Lylah Davies, Sigurjon Agustsson. Assessing the enabling conditions for investment in water security: Scorecard pilot test in Asian countries. OECD Environment Working Paper No. 235, 2024.