Menilai Kemanjuran Tata Kelola Air Pelajaran yang Dipetik dari Penerapan Pendekatan 10 Blok Bangunan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

18 Juni 2025, 05.44

pixabay.com

Mengapa Tata Kelola Air yang Baik Itu Penting?

Tata kelola air yang efektif menjadi fondasi utama dalam menjawab tantangan perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan kebutuhan pembangunan berkelanjutan. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan “tata kelola air yang baik”? Bagaimana cara menilainya secara objektif dan sistematis? Paper “Assessing the Soundness of Water Governance: Lessons Learned from Applying the 10 Building Blocks Approach” karya Liping Dai, Carel Dieperink, Susanne Wuijts, dan Marleen van Rijswick (2022) menawarkan jawaban melalui kajian mendalam atas pengalaman penerapan pendekatan 10 Building Blocks di berbagai negara dan konteks isu air. Artikel ini akan membedah konsep, studi kasus, angka-angka penting, serta memberikan analisis kritis dan relevansi dengan tren industri dan kebijakan tata kelola air global.

Mengenal 10 Building Blocks Approach: Pilar Penilaian Tata Kelola Air

Apa Itu 10 Building Blocks Approach?

10 Building Blocks Approach adalah kerangka penilaian interdisipliner yang dikembangkan untuk menganalisis tata kelola air secara holistik. Kerangka ini membagi penilaian menjadi tiga dimensi utama—Konten, Organisasi, dan Implementasi—yang dijabarkan dalam 10 blok penilaian (building blocks) berikut:

  1. Water System Knowledge: Pengetahuan tentang sistem air dan dampak perubahan lingkungan.
  2. Values, Principles, and Policy Discourses: Nilai, prinsip, dan diskursus kebijakan yang mendasari pengambilan keputusan air.
  3. Stakeholder Involvement: Keterlibatan pemangku kepentingan dan keseimbangan kepentingan.
  4. Trade-offs Between Social Objectives: Analisis kompromi antara tujuan sosial dan ekonomi.
  5. Responsibility, Authority, and Means: Organisasi kewenangan, tanggung jawab, dan sumber daya.
  6. Regulations and Agreements: Legitimasi dan adaptivitas regulasi serta kesepakatan.
  7. Financing Water Management: Keberlanjutan dan keadilan pembiayaan.
  8. Engineering and Monitoring: Ketersediaan desain teknis, monitoring, dan tindak lanjut.
  9. Enforcement: Penegakan aturan dan ketersediaan mekanisme remediasi.
  10. Conflict Prevention and Resolution: Mekanisme pencegahan dan penyelesaian konflik.

Pendekatan ini telah diterapkan di berbagai konteks—mulai dari pengelolaan banjir di Belanda, kualitas air di China dan Nigeria, hingga program sanitasi di Ghana—dan terbukti mampu mengidentifikasi kekuatan serta kelemahan tata kelola air di berbagai skala dan budaya1.

Studi Kasus dan Angka-Angka Kunci: Penerapan 10 Building Blocks di Dunia Nyata

1. Skala dan Ragam Aplikasi

  • Jumlah Studi: 9 jurnal ilmiah, 2 buku akademik, dan 67 makalah mahasiswa dianalisis sebagai basis refleksi aplikasi pendekatan ini.
  • Wilayah Studi: Eropa (Belanda, Inggris, Italia), Asia (China, Hong Kong, Indonesia), Afrika (Nigeria, Ghana), Amerika (AS, Kanada, Brasil, Peru), dan Australia.
  • Isu yang Dianalisis: Banjir, kualitas air, kelangkaan air, sanitasi, pengelolaan DAS, hingga pembangunan infrastruktur ramah lingkungan seperti green roofs dan riverbank restoration1.

2. Contoh Studi Kasus

  • Belanda: Program “Rainproof Cities” di Amsterdam dan Rotterdam menargetkan kota 100% rainproof pada 2050, namun belum memiliki indikator kinerja yang jelas dan mekanisme penilaian periodik yang kuat.
  • Lima, Peru: Analisis SWOT pada tiap blok mengungkap bahwa tata kelola air di Lima masih lemah dalam aspek pendanaan, monitoring, dan penegakan hukum, meski sudah ada kemajuan dalam keterlibatan pemangku kepentingan.
  • Nigeria: Fokus pada pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan sering mengorbankan aspek lingkungan, dengan partisipasi masyarakat sipil yang sangat terbatas.
  • São Paulo, Brasil: Komite DAS Alto Tietê membagi pemangku kepentingan menjadi tiga kelompok (pemerintah negara bagian, pemerintah kota, masyarakat sipil) untuk memastikan representasi yang adil dalam pengambilan keputusan.
  • South Africa (Incomati Catchment): Model tata kelola adaptif diterapkan untuk mengatasi tantangan lintas negara, dengan penekanan pada partisipasi publik dan peningkatan kepatuhan1.

Analisis Setiap Building Block: Temuan, Tantangan, dan Praktik Terbaik

1. Water System Knowledge

  • Tantangan: Data sistem air seringkali hanya tersedia dari pemerintah, yang bisa menjadi masalah di negara dengan tingkat kepercayaan institusi rendah (misal, Nigeria, Bolivia).
  • Studi Kasus: Di Mountain Aquifer (Israel–Palestina), kedua pihak sering memberikan data bias untuk memanipulasi persepsi distribusi air.
  • Rekomendasi: Penilaian harus mengecek sumber, keterbukaan, dan ketidakpastian data, termasuk aspek perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk1.

2. Values, Principles, and Policy Discourses

  • Temuan: Perubahan nilai terjadi di banyak negara, misal dari “menghindari air” ke “hidup bersama air” (Belanda, China), atau dari “air sebagai barang sosial gratis” ke “air sebagai barang ekonomi” (Indonesia).
  • Praktik Baik: Mekanisme bridging seperti Water Test (Belanda) dan lembaga koordinasi multilevel (Delaware River Basin, AS) membantu mengurangi konflik nilai dan meningkatkan legitimasi1.

3. Stakeholder Involvement

  • Temuan: Keterlibatan pemangku kepentingan sangat bervariasi. Di negara demokrasi, partisipasi multidireksional lebih mungkin terjadi, sementara di negara otoriter atau dengan struktur pemerintahan sentralistik, partisipasi sering hanya formalitas.
  • Studi Kasus: Melbourne mengembangkan rencana komunikasi dan konsultasi khusus untuk melibatkan pemangku kepentingan dalam rekoneksi reservoir air1.

4. Trade-offs Between Social Objectives

  • Tantangan: Monetisasi manfaat dan biaya seringkali sulit dan subjektif. Banyak pihak belum familiar dengan konsep service-level agreements (SLA), sehingga lebih baik menggunakan istilah “policy targets”.
  • Studi Kasus: Skema pengurangan risiko banjir Leeds, Inggris, menargetkan investasi £112 juta untuk melindungi lebih dari 1.000 rumah dan 474 bisnis secara spesifik—memudahkan penilaian kemajuan implementasi1.

5. Responsibility, Authority, and Means

  • Temuan: Publik sering menganggap pengelolaan air sepenuhnya tanggung jawab pemerintah, padahal peran swasta (misal, asuransi, pemilik rumah) sangat penting dalam mitigasi risiko.
  • Praktik Baik: Keterlibatan swasta dalam pengelolaan banjir, misal pemasangan mobile barriers dan asuransi banjir, dapat mengurangi kerugian secara signifikan1.

6. Regulations and Agreements

  • Temuan: Legitimasi regulasi dipengaruhi oleh proses penyusunan yang partisipatif dan keterbukaan diskusi alternatif kebijakan.
  • Studi Kasus: Inisiatif “Rainproof Cities” di Belanda sulit ditegakkan karena kurangnya mekanisme penegakan hukum yang jelas.
  • Rekomendasi: Perlu integrasi antara peraturan air dan tata ruang, serta antara kebijakan air dan sektor lain (lingkungan, kesehatan, energi, pertanian)1.

7. Financing Water Management

  • Angka Kunci: Di Belanda, lebih dari 95% biaya pengelolaan air bersih dan limbah ditanggung pengguna melalui skema full cost recovery.
  • Tantangan: Ketergantungan pada donor (misal, Bangladesh, Kenya) berisiko bagi keberlanjutan pembiayaan jangka panjang.
  • Rekomendasi: Kombinasi pendanaan pemerintah, pengguna, dan donor harus dikelola agar adil dan berkelanjutan1.

8. Engineering and Monitoring

  • Praktik Baik: Uni Eropa menerapkan sistem monitoring tiga tingkat (surveillance, operational, further investigation) sesuai Water Framework Directive.
  • Tantangan: Banyak program yang targetnya tidak spesifik, sehingga sulit menilai kemajuan dan efektivitas intervensi teknis.
  • Rekomendasi: Monitoring harus diikuti tindak lanjut adaptif jika target belum tercapai1.

9. Compliance and Enforcement

  • Studi Kasus: Kebijakan green roofs di Toronto sukses karena ada sanksi tegas (denda hingga C$100.000), sementara di Belanda gagal karena bersifat sukarela.
  • Tantangan: Korupsi dan resistensi stakeholder dapat menghambat penegakan hukum, seperti pada Riverbank Improvement Program di Bangladesh.
  • Rekomendasi: Penilaian harus mengecek mekanisme monitoring, sanksi, dan peran swasta dalam penegakan1.

10. Conflict Prevention and Resolution

  • Praktik Baik: EPA (AS) membentuk Conflict Prevention and Resolution Centre, sementara Korea Selatan membangun dewan stakeholder lokal untuk konsultasi dan kompensasi.
  • Temuan: Konsensus nilai mengurangi konflik, namun jika terjadi, mekanisme mediasi, arbitrase, dan pengadilan harus tersedia dan efektif1.

Pembaruan: Building Blocks 2.0 dan Inovasi Penilaian

Paper ini memperkenalkan versi baru, “Building Blocks 2.0”, dengan kriteria yang lebih spesifik dan visualisasi diagram sirkular untuk menekankan keterkaitan antarblok. Penilaian dapat menggunakan sistem traffic light (hijau-kuning-merah), skor 1–5, atau analisis SWOT, sehingga hasilnya lebih komunikatif dan mudah dibandingkan lintas kasus atau negara.

  • Kelebihan: Memberikan gambaran terintegrasi, mengidentifikasi gap, dan memfasilitasi dialog lintas sektor.
  • Kekurangan: Masih bersifat normatif dan subjektif, terutama dalam menilai istilah seperti “cukup”, “berkelanjutan”, “adil”. Perlu panel stakeholder untuk memperkuat intersubjektivitas dan transparansi penilaian1.

Kritik, Opini, dan Perbandingan dengan Kerangka Lain

Kritik terhadap 10 Building Blocks Approach

  • Overlapping dan Terminologi: Beberapa blok tumpang tindih (misal, stakeholder involvement dan responsibility), serta penggunaan istilah yang belum seragam dan kadang ambigu.
  • Bias Data: Ketergantungan pada data pemerintah bisa menimbulkan bias, terutama di negara dengan transparansi rendah.
  • Konteks Global Selatan: Beberapa peneliti menilai pendekatan ini lebih cocok untuk negara maju karena blok-bloknya berakar pada persepsi Eropa.

Perbandingan dengan Framework Lain

  • OECD Principles on Water Governance: Lebih menekankan pada transparansi, integritas, dan kapasitas kelembagaan.
  • City Blueprint Framework: Fokus pada indikator kuantitatif dan benchmarking antar kota.
  • Governance Capacity Framework: Menekankan kapasitas institusional dan adaptasi.

Opini Penulis dan Relevansi Industri

  • Industri Air dan Infrastruktur: Pendekatan ini sangat relevan untuk audit tata kelola air di perusahaan air minum, utilitas kota, dan proyek infrastruktur, terutama dalam konteks ESG dan pelaporan keberlanjutan.
  • Tren Digitalisasi: Integrasi data digital, IoT, dan big data dalam monitoring dan penilaian tata kelola air dapat memperkuat transparansi dan kecepatan respon kebijakan.

Rekomendasi Strategis untuk Praktik dan Kebijakan

  1. Mulai dari Tujuan Kebijakan yang Jelas
    Penilaian harus dimulai dengan mendefinisikan target kebijakan secara spesifik agar analisis tiap blok relevan dan terfokus.
  2. Libatkan Panel Stakeholder
    Untuk mengurangi subjektivitas, gunakan panel stakeholder dalam menilai dan memverifikasi skor tiap blok.
  3. Perkuat Integrasi Data dan Transparansi
    Dorong keterbukaan data antar lembaga, adopsi teknologi digital, dan sistem monitoring real-time.
  4. Harmonisasi dengan Framework Global
    Sinkronkan pendekatan 10 Building Blocks dengan prinsip OECD, SDGs, dan kerangka tata kelola air internasional.
  5. Fokus pada Adaptasi dan Inovasi
    Tata kelola air harus adaptif terhadap perubahan iklim, urbanisasi, dan dinamika sosial-ekonomi, dengan inovasi regulasi, pembiayaan, dan teknologi.

Menata Masa Depan Tata Kelola Air yang Adaptif dan Inklusif

Paper ini menegaskan bahwa tidak ada satu pendekatan penilaian tata kelola air yang sempurna, namun 10 Building Blocks Approach menawarkan kerangka kerja yang komprehensif, fleksibel, dan mudah diadaptasi untuk berbagai konteks. Kunci keberhasilan terletak pada kejelasan tujuan, keterlibatan stakeholder, transparansi data, serta keberanian untuk terus berinovasi dan beradaptasi. Dengan demikian, tata kelola air dapat menjadi motor penggerak pembangunan berkelanjutan, ketahanan iklim, dan kesejahteraan masyarakat lintas generasi.

Sumber artikel :
Liping Dai, Carel Dieperink, Susanne Wuijts & Marleen van Rijswick. “Assessing the soundness of water governance: lessons learned from applying the 10 Building Blocks Approach.” Water International, 47:4, 610-631, DOI: 10.1080/02508060.2022.2048487