Dalam dunia konstruksi Indonesia, pemborosan atau waste bukanlah hal baru. Mulai dari material yang terbuang, tenaga kerja yang tidak efisien, hingga perencanaan yang buruk, semua berkontribusi pada proyek yang molor, overbudget, bahkan gagal. Berdasarkan data dari Lean Construction Institute, sekitar 57% aktivitas dalam proyek konstruksi masuk dalam kategori waste, sedangkan hanya 10% yang betul-betul menciptakan nilai tambah bagi proyek.
Berangkat dari fakta ini, Oryza Lhara Sari dan Doni Rahman Maulana melakukan penelitian mendalam pada sebuah proyek irigasi di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Mereka mengeksplorasi pendekatan Lean Construction dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab utama terjadinya waste, serta memberikan strategi mitigasi berbasis manajemen risiko yang bisa diterapkan langsung di lapangan.
Lean Construction: Filosofi Efisiensi di Dunia Proyek
Lean Construction merupakan metode manajemen proyek yang diadaptasi dari Lean Manufacturing milik Toyota. Prinsip dasarnya adalah menghilangkan pemborosan yang tidak menambah nilai (non-value added activities) dan mengarahkan semua proses pada efisiensi yang tinggi serta hasil akhir yang maksimal. Dalam praktiknya, ini berarti:
- Memastikan semua aktivitas menghasilkan nilai.
- Mengeliminasi proses yang mubazir.
- Meningkatkan kolaborasi lintas tim.
Pendekatan ini sangat relevan untuk proyek infrastruktur di Indonesia yang kerap mengalami masalah keterlambatan, pembengkakan anggaran, dan rendahnya produktivitas tenaga kerja.
Studi Kasus Proyek X di Kapuas
Penelitian ini menggunakan studi kasus proyek rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi di wilayah kerja Blok A, Kabupaten Kapuas. Peneliti mengidentifikasi sembilan variabel utama dan total 43 indikator penyebab waste. Data dikumpulkan melalui dua tahap kuesioner serta wawancara dengan para ahli konstruksi yang memiliki pengalaman lebih dari lima tahun.
Metode yang digunakan adalah Severity Index (SI), yang mengukur kemungkinan terjadinya risiko (probability) dan dampaknya terhadap proyek (impact). Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar faktor penyebab waste berada pada kategori risiko sedang (moderate).
Faktor-Faktor Utama Penyebab Waste
Di antara puluhan indikator, peneliti menemukan sepuluh faktor yang secara konsisten muncul sebagai penyebab dominan waste di lapangan. Beberapa di antaranya adalah kecelakaan kerja, tidak digunakannya alat keselamatan, ketidaktelitian pekerja, kesalahan dalam pemberian instruksi kerja, serta lokasi proyek yang sulit diakses.
Namun, satu faktor yang menonjol sebagai penyebab utama adalah kesalahan dalam perencanaan proyek. Kesalahan ini menciptakan efek domino yang berdampak pada kualitas pekerjaan, efisiensi waktu, dan besarnya kebutuhan revisi di tengah pelaksanaan proyek.
Respons Risiko: Strategi Transfer yang Realistis
Setelah mengidentifikasi risiko-risiko utama, langkah berikutnya adalah menentukan strategi respons yang paling sesuai. Dalam penelitian ini, hampir seluruh risiko direspons melalui pendekatan transfer, yaitu memindahkan risiko kepada pihak ketiga atau mekanisme eksternal yang lebih mampu menanganinya.
Sebagai contoh, untuk mengatasi risiko kecelakaan kerja dan kelalaian penggunaan alat pelindung diri (APD), para responden menyarankan penguatan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), termasuk pelatihan rutin, inspeksi lapangan, serta penerapan sistem reward dan punishment.
Sementara itu, untuk risiko pekerja tidak teliti atau tidak efektif, disarankan adanya evaluasi berkala, peningkatan komunikasi antara atasan dan pelaksana, serta penyediaan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi.
Khusus untuk faktor kesalahan perencanaan, yang menjadi akar dari banyak permasalahan, strategi mitigasinya meliputi:
- Penyesuaian perencanaan dengan kondisi lapangan.
- Koordinasi teknis yang lebih intensif antara tim perencana dan pelaksana.
- Perekrutan perencana yang berpengalaman dan ahli di bidangnya.
- Pemeriksaan ulang (re-check) terhadap hasil perencanaan sebelum masuk tahap eksekusi.
Pendekatan Lean melalui Konsep E-DOWNTIME
Penelitian ini juga relevan dengan konsep pemborosan yang dikenal dengan istilah E-DOWNTIME, yaitu sembilan bentuk waste yang umum terjadi dalam proyek:
- Environmental (keselamatan dan dampak lingkungan yang buruk).
- Defects (cacat kerja akibat instruksi yang salah).
- Overproduction (lembur berlebihan).
- Waiting (pekerjaan terhenti akibat cuaca atau ketidaksiapan bahan).
- Not utilizing skills (tenaga kerja tidak digunakan sesuai kemampuannya).
- Transportation (akses lokasi proyek yang sulit).
- Inventory (penumpukan barang yang tidak perlu).
- Motion (pergerakan kerja yang tidak efisien).
- Excess processing (proses yang terlalu kompleks tanpa nilai tambah).
Hampir semua jenis waste ini muncul di proyek Kapuas, menjadikan pendekatan lean sangat relevan sebagai solusi strategis.
Pendapat Para Ahli Lapangan
Untuk memperkuat analisis, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa praktisi. Di antaranya:
- Daksur Poso Alisahbana, yang menekankan pentingnya toolbox meeting sebelum pekerjaan dimulai, serta perlunya fasilitas kerja yang aman.
- Ahmad Najib, yang menyarankan sistem kerja bergiliran (shift) untuk menghindari kelelahan dan lembur yang tidak efisien.
- Ir. Mustakim, yang menekankan evaluasi rutin dan koordinasi antar bagian sebagai kunci efektivitas pelaksanaan.
- Evan Prihandono, yang menekankan pentingnya penggunaan alat komunikasi di lapangan seperti HT untuk mencegah miskomunikasi.
Masukan-masukan ini menegaskan bahwa risiko tidak cukup hanya diidentifikasi di atas kertas, tapi harus ditangani dengan tindakan nyata dan komunikasi lintas tim yang efektif.
Kritik dan Refleksi Penelitian
Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami dan mengelola pemborosan di proyek konstruksi. Namun ada beberapa hal yang bisa dikembangkan lebih lanjut:
- Fokus hanya pada satu proyek di satu lokasi menyebabkan generalisasi hasil menjadi terbatas.
- Tidak dijelaskan secara detail bagaimana strategi transfer risiko diimplementasikan secara kontraktual atau administratif.
- Belum disertai analisis biaya atau dampak finansial dari masing-masing bentuk waste.
Meski begitu, nilai tambah dari penelitian ini terletak pada kombinasi pendekatan kuantitatif dan wawasan praktis dari para pelaku industri.
Implikasi Praktis dan Rekomendasi
Hasil penelitian ini sangat aplikatif bagi pengelola proyek konstruksi di Indonesia. Beberapa rekomendasi praktis yang bisa diambil:
- Terapkan checklist risiko berbasis severity index dalam setiap tahap proyek.
- Perkuat pelatihan K3 dan evaluasi kerja secara berkala.
- Gunakan prinsip Lean Construction sebagai landasan SOP proyek.
- Lakukan toolbox meeting mingguan sebagai forum identifikasi masalah dan solusinya.
- Bangun sistem komunikasi yang efektif antar bagian dan antar level kerja.
Dengan implementasi yang konsisten, proyek-proyek konstruksi di Indonesia bisa menjadi lebih efisien, aman, dan menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi.
Kesimpulan: Waste Adalah Risiko yang Bisa Dikendalikan
Pemborosan bukan sesuatu yang harus diterima sebagai bagian dari proyek, melainkan risiko nyata yang bisa dikurangi melalui pendekatan manajemen yang tepat. Penelitian ini membuktikan bahwa dengan mengidentifikasi akar penyebab waste, merespon dengan strategi transfer, dan melakukan mitigasi berbasis koordinasi serta kompetensi, proyek konstruksi bisa berjalan lebih efisien dan bernilai tinggi.
Lean Construction, jika diterapkan dengan sungguh-sungguh, bukan hanya mengurangi biaya, tetapi juga meningkatkan budaya kerja dan keselamatan di proyek. Kini saatnya proyek-proyek di Indonesia mulai berinvestasi pada manajemen risiko dan efisiensi operasional demi hasil jangka panjang yang lebih baik.
Sumber Asli
Oryza Lhara Sari, Doni Rahman Maulana. Respon Risiko dan Mitigasi Risiko pada Faktor-Faktor Penyebab Waste Konstruksi dengan Menggunakan Pendekatan Lean Construction (Studi Kasus: Proyek X Kapuas). Jurnal Rab Construction Research, Vol. 8, No. 2, 2023.