Mengurai Akar Masalah Buruknya Kinerja Proyek Konstruksi: Studi Lapangan dan Rekomendasi dari Malaysia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

31 Mei 2025, 08.26

Unsplash.com

 

Buruknya Kinerja Proyek Konstruksi: Masalah Lama yang Belum Seles

 

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia konstruksi menyaksikan pertumbuhan pesat dalam hal skala, kompleksitas, dan tuntutan teknis. Namun, satu masalah klasik tak kunjung teratasi: buruknya kinerja proyek, terutama keterlambatan dan pembengkakan biaya. Dalam konteks Malaysia, dan bisa dikatakan berlaku pula di negara berkembang lainnya seperti Indonesia, persoalan ini menjadi penghambat utama efektivitas pembangunan.

 

Tesis ini bertujuan untuk menelisik akar penyebab kinerja buruk dalam proyek konstruksi berdasarkan data lapangan dan telaah literatur, dengan fokus pada kasus-kasus di wilayah Selangor. Fokus utama adalah pada keterlambatan ekstensif, sebagai indikator kinerja buruk yang paling mencolok.

 

Metodologi: Pendekatan Indeks dan Survei Langsung

 

Penelitian ini dilakukan melalui survei kuesioner kepada berbagai aktor konstruksi—pengembang, konsultan, dan kontraktor utama—yang pernah terlibat dalam proyek bangunan dan infrastruktur di Malaysia. Total 44 faktor penyebab kinerja buruk diidentifikasi dan dikategorikan ke dalam 8 kelompok besar. Analisis dilakukan menggunakan metode indeks rata-rata (average index) untuk menentukan tingkat keparahan setiap faktor.

 

Delapan Kategori Besar Penyebab Buruknya Kinerja Proyek

 

1. Karakteristik Proyek

Kinerja buruk sering kali sudah ditentukan sejak tahap awal proyek. Proyek berskala besar dengan desain kompleks, kurangnya perencanaan detail, dan jadwal yang tidak realistis merupakan pemicu utama. Beberapa proyek jalan tol, misalnya, terhambat karena desain awal yang tidak mempertimbangkan kondisi geoteknik lapangan.

 

2. Faktor Klien atau Pengembang

Peran klien ternyata sangat krusial. Ketidaktegasan dalam keputusan, perubahan spesifikasi di tengah jalan, serta lambatnya pembayaran sangat berpengaruh terhadap ritme proyek. Dalam banyak kasus, kontraktor tidak dapat melanjutkan pekerjaan karena cash flow terganggu.

 

3. Faktor Kontraktor

Kurangnya keterampilan teknis, pelatihan yang minim, dan ketidakmampuan manajerial menyebabkan keterlambatan dan kesalahan pelaksanaan. Bahkan, kontraktor yang terpilih karena penawaran terendah cenderung gagal memenuhi standar teknis.

 

4. Faktor Konsultan

Kinerja konsultan juga tak lepas dari sorotan. Desain yang tidak matang, inspeksi yang tidak disiplin, hingga komunikasi yang lemah dengan tim lapangan menyebabkan miskomunikasi dan pekerjaan ulang. Sebagai contoh, proyek pembangunan rumah susun di Malaysia sempat terhambat karena desain arsitektur yang tidak sinkron dengan struktur.

 

5. Tenaga Kerja dan Material

Faktor ini mencakup keterlambatan pengiriman bahan, kekurangan material di lokasi, serta pekerja yang tidak kompeten atau tidak cukup jumlahnya. Bahkan, 54% kegagalan konstruksi terjadi karena kualitas tenaga kerja yang rendah dan manajemen logistik yang lemah.

 

6. Hubungan Kontraktual

Permasalahan hukum dalam kontrak, seperti ketidakjelasan hak dan kewajiban antar pihak, serta kurangnya klausul penyelesaian sengketa, turut memperpanjang durasi proyek. Kontrak yang lemah sering kali menjadi sumber konflik yang berlarut.

 

7. Prosedur Pengadaan Proyek

Sistem tender yang hanya mengutamakan harga terendah sering kali menjadi jebakan. Proyek diserahkan kepada pihak yang tidak memiliki kapasitas teknis memadai. Selain itu, proses lelang yang panjang dan birokratis menyebabkan proyek mundur sebelum dimulai.

 

8. Lingkungan Eksternal

Faktor cuaca, regulasi pemerintah, dan masalah sosial seperti protes warga sekitar turut menjadi penyebab. Dalam proyek jembatan antarnegara bagian, misalnya, keterlambatan izin lingkungan menyebabkan proyek tertunda hingga dua tahun.

 

Tiga Penyebab Utama Berdasarkan Hasil Survei

 

Dari 44 faktor yang dianalisis, tiga faktor teratas dengan tingkat keparahan tertinggi adalah:

 

  • Kualitas hubungan antar anggota tim proyek

Kolaborasi yang buruk antar pemilik, kontraktor, dan konsultan berpotensi menimbulkan konflik dan kesalahan eksekusi.

 

  • Sistem komunikasi antar peserta proyek

Minimnya alur informasi formal membuat keputusan penting tertunda atau tidak dipahami semua pihak.

 

  • Kemampuan memotivasi tim oleh pemimpin proyek

Kurangnya jiwa kepemimpinan menyebabkan moral kerja menurun dan produktivitas terganggu.

 

Rekomendasi Perbaikan untuk Industri Konstruksi

 

1. Perkuat Peran Manajer Proyek sebagai Leader, Bukan Hanya Administrator

Pemimpin proyek perlu dibekali soft skills seperti komunikasi, manajemen konflik, dan motivasi tim.

 

2. Reformasi Sistem Tender

Gabungkan aspek harga dan kualifikasi teknis untuk memilih kontraktor yang benar-benar kompeten.

 

3. Audit Desain Sejak Awal

Semua dokumen desain harus diverifikasi oleh tim independen sebelum tahap pelaksanaan.

 

4. Bangun Tim Terintegrasi Sejak Pra-Konstruksi

Libatkan semua aktor proyek—klien, konsultan, kontraktor—dalam perencanaan agar ada rasa memiliki bersama.

 

5. Penerapan Teknologi Seperti BIM dan ERP Konstruksi

Penggunaan teknologi dapat mempercepat alur komunikasi, pemantauan progres, dan pengendalian biaya.

 

6. Standardisasi Dokumen Kontrak dengan Klausul Penyelesaian Sengketa

Kontrak harus jelas dalam mengatur hak, kewajiban, serta mekanisme alternatif penyelesaian masalah seperti mediasi dan arbitrase.

 

Kritik dan Evaluasi Studi

 

Tesis ini sangat kuat dari sisi struktur metodologi dan komprehensif dalam pengelompokan faktor. Namun, perlu dicatat beberapa keterbatasan:

  • Fokus hanya pada wilayah Selangor, sehingga generalisasi ke konteks nasional masih perlu pembuktian lebih lanjut.
  • Belum membandingkan faktor-faktor ini dengan proyek di sektor publik dan swasta secara eksplisit.
  • Tidak menyertakan variabel kultural atau politik yang bisa jadi sangat menentukan dalam proyek-proyek pemerintah.

 

Konteks Global dan Perbandingan dengan Negara Lain

 

Temuan Puspasari sejalan dengan riset di negara lain. Di Indonesia, Kaming et al. (1997) mencatat bahwa 87% proyek high-rise mengalami keterlambatan dan 86% mengalami pembengkakan biaya karena faktor serupa: tenaga kerja, logistik, dan perencanaan yang lemah.

 

Sementara itu, di Arab Saudi, Assaf & Al-Hejji (2005) menemukan bahwa kurangnya komunikasi dan perubahan desain adalah faktor utama keterlambatan. Ini menunjukkan bahwa isu-isu yang sama muncul di berbagai belahan dunia, meskipun dalam konteks lokal yang berbeda.

 

Kesimpulan: Akar Masalah Bukan pada Satu Pihak, tapi pada Sistem Kolaborasi

 

Berdasarkan temuan dalam tesis ini, penyebab buruknya kinerja proyek konstruksi tidak dapat ditimpakan kepada satu aktor saja. Sebaliknya, yang diperlukan adalah reformasi sistemik yang menyentuh seluruh siklus hidup proyek, mulai dari tahap desain, kontraktual, hingga pelaksanaan.

 

Solusi terbaik bukanlah mencari kambing hitam, melainkan memperbaiki sistem komunikasi, manajemen risiko, dan kolaborasi lintas aktor. Tesis Tatiana Rina Puspasari memberikan peta jalan yang sangat berguna bagi para pengambil keputusan, akademisi, maupun praktisi untuk mulai melakukan perbaikan dari dasar.

 

 

Sumber:

Puspasari, T. R. (2005). Factors Causing the Poor Performance of Construction Project. Master’s Thesis, Faculty of Civil Engineering, Universiti Teknologi Malaysia.