Pendahuluan: Pekerja Lapangan di Tengah Bahaya Konstruksi
Industri konstruksi merupakan penggerak ekonomi yang signifikan, namun juga menyimpan ancaman keselamatan yang tinggi bagi pekerja lapangan. Dalam konteks ini, penelitian oleh Eze, Sofolahan, dan Siunoje (2020) menjadi penting karena fokusnya pada suara para tradespeople—pekerja langsung seperti tukang batu, tukang kayu, dan tukang besi—yang kerap menjadi korban utama kecelakaan kerja.
Penelitian ini mengisi celah yang jarang disentuh oleh studi sebelumnya, yaitu bagaimana para pekerja konstruksi sendiri menilai efektivitas manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lapangan, khususnya di Abuja, Nigeria. Fokus utama artikel ini mencakup identifikasi kelompok kerja paling rentan, tipe kecelakaan paling sering terjadi, penyebab utama kecelakaan, serta solusi yang paling efektif menurut para pekerja itu sendiri.
Latar Belakang: Ketimpangan Perlindungan di Lapangan
Konstruksi bukan hanya padat karya, tetapi juga padat risiko. Meski terdapat banyak kebijakan dan regulasi keselamatan, implementasinya masih sangat lemah, terutama di negara berkembang seperti Nigeria. Ironisnya, 78% perusahaan konstruksi di Nigeria adalah UKM yang minim sumber daya untuk manajemen K3 yang serius. Tekanan untuk menyelesaikan proyek dengan cepat dan murah sering kali mengorbankan keselamatan pekerja.
Penelitian ini menegaskan bahwa sebagian besar studi sebelumnya berfokus pada pandangan manajer atau profesional K3. Padahal para pekerja lapanganlah yang berhadapan langsung dengan risiko nyata di lokasi kerja. Dengan kata lain, mereka bukan hanya korban, tapi juga saksi kunci atas lemahnya sistem perlindungan.
Metodologi: Survei 140 Pekerja Konstruksi di Abuja
Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 140 pekerja lapangan aktif di 28 proyek konstruksi di Abuja. Responden dikelompokkan berdasarkan spesialisasi kerja: tukang batu, tukang kayu, tukang besi, operator layanan (listrik & pipa), dan pekerja finishing (pelukis, tukang keramik, dll). Responden dipilih dengan syarat pengalaman minimal 5 tahun dan pernah terlibat dalam setidaknya dua proyek.
Metode analisis meliputi uji statistik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney U untuk menguji perbedaan persepsi antar kelompok. Validitas instrumen diuji menggunakan nilai Cronbach’s alpha, semuanya di atas 0.80, menunjukkan reliabilitas tinggi.
Temuan Penting: Peta Risiko dan Tipe Kecelakaan
Kelompok kerja paling rentan:
- Tukang batu/mason (79.3%)
- Tukang kayu (75.4%)
- Tukang besi (71.4%)
Tipe kecelakaan paling sering terjadi:
- Jatuh dari ketinggian (91.14%)
- Tersandung atau terpeleset (90.71%)
- Tertimpa benda (90.14%)
Data ini menunjukkan bahwa pekerja dengan aktivitas fisik tinggi dan penggunaan alat berat lebih berisiko dibanding kelompok finishing atau layanan.
Penyebab Kecelakaan Menurut Para Pekerja
Dari 21 penyebab yang dinilai, sepuluh teratas adalah:
- Kurangnya pelatihan keselamatan (rata-rata 4.53 dari skala 5)
- Penggunaan alkohol/narkoba di tempat kerja
- Perilaku tidak aman seperti bercanda saat bekerja
- Jam kerja berlebihan yang menyebabkan kelelahan mental
- Komunikasi yang buruk antar pekerja dan manajemen
- Pelanggaran prosedur keselamatan
- Kondisi kerja tidak aman
- Manajemen proyek yang lemah
- Kurangnya perawatan alat kerja
- Pengoperasian mesin berbahaya tanpa pelatihan
Hal ini menunjukkan bahwa aspek manusia, budaya kerja, dan manajemen memiliki kontribusi besar terhadap risiko.
Solusi yang Dianggap Paling Efektif
Dari 25 solusi yang diusulkan, para pekerja memberikan nilai tertinggi pada:
- Penerapan sistem insentif dan sanksi K3 (4.69)
- Penggunaan APD secara konsisten
- Sistem komunikasi internal yang efisien
- Supervisi ketat terhadap penggunaan tangga dan perancah
- Disiplin kerja di lapangan
- Pemeriksaan rutin terhadap peralatan
- Pola makan sehat dan pengawasan kesehatan harian
- Penegakan peraturan secara konsisten
- Komitmen manajemen terhadap K3
- Program pelatihan dan induksi keselamatan berkala
Menariknya, solusi yang melibatkan intervensi pemerintah seperti "dukungan regulasi" atau "komitmen klien proyek" justru mendapat skor rendah, mengindikasikan pesimisme terhadap peran eksternal.
Studi Kasus: Pekerja Mason di Abuja
Salah satu hasil mencolok dari data adalah kerentanan tukang batu terhadap kecelakaan jatuh dan tertimpa material. Dalam wawancara terbuka, seorang pekerja mason menyatakan bahwa ia pernah jatuh dari lantai dua karena tangga darurat tidak diawasi penggunaannya. Meski ia selamat, perusahaan hanya menanggung sebagian biaya pengobatan. Setelah insiden itu, manajemen mulai mewajibkan helm dan sabuk pengaman, namun hanya 60% pekerja yang patuh, karena kurangnya pengawasan.
Kritik dan Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Penelitian ini melampaui studi sejenis (misalnya Kukoyi & Smallwood, 2017) yang hanya mewawancarai 5 responden. Dengan jumlah sampel lebih besar dan metode statistik yang lebih kuat, penelitian ini lebih representatif.
Namun, kritik yang patut disampaikan adalah bahwa pendekatannya masih terbatas pada persepsi. Tidak ada pengamatan langsung di lapangan atau audit K3 aktual. Oleh karena itu, data ini sebaiknya dilengkapi dengan studi longitudinal dan audit independen.
Relevansi dengan Praktik Global
Studi ini senada dengan laporan OSHA di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa "fatal four" penyebab kecelakaan adalah: jatuh, tertimpa benda, tersengat listrik, dan terjepit. Hal serupa juga terlihat di Abuja, di mana tiga besar penyebabnya mencerminkan realitas global.
Perusahaan yang ingin mengadopsi praktik global harus menerapkan pendekatan berbasis perilaku (behavior-based safety), bukan hanya dokumentasi prosedur. Dalam konteks lokal seperti Nigeria, ini artinya pelatihan rutin, pemberian insentif nyata, dan audit lapangan yang transparan.
Kesimpulan: Suara Lapangan yang Tidak Boleh Diabaikan
Penelitian ini berhasil mengangkat suara para pekerja konstruksi—mereka yang setiap harinya berada di garis depan risiko. Kecelakaan bukan hanya akibat dari alat rusak atau regulasi lemah, tetapi juga akibat sistem komunikasi yang buruk, pelatihan yang tidak memadai, dan budaya kerja yang permisif.
Jika ingin menciptakan lingkungan kerja yang aman, semua pihak—manajemen, klien proyek, bahkan pemerintah—harus memulai dari mendengar mereka yang paling terdampak. K3 bukan hanya kewajiban hukum, tapi fondasi dari keberlanjutan dan produktivitas industri konstruksi.
Sumber Asli : Eze, E., Sofolahan, O., & Siunoje, L. (2020). Health and Safety Management on Construction Projects: The View of Construction Tradespeople. CSID Journal of Infrastructure Development, 3(2), 152–172.