Mengukur Mutu Pendidikan Keselamatan: Dari Evaluasi Internal Menuju Dampak di Lapangan

Dipublikasikan oleh Raihan

16 September 2025, 14.54

Freepik.com

Artikel ini mengulas penelitian tentang penilaian kualitas program pendidikan keselamatan pascasarjana di Eropa. Penelitian tersebut menggambarkan perjalanan historis pendidikan keselamatan sejak Heinrich (1950-an) hingga perkembangan terbaru, serta menyajikan contoh sepuluh program (post)graduate safety di berbagai institusi Eropa. Temuan utama dari makalah ini meliputi cara penilaian kualitas yang saat ini diterapkan (sebagian besar menggunakan evaluasi internal seperti umpan balik mahasiswa dan ujian), serta urgensi mengukur transfer pengetahuan keselamatan ke dunia industri yang nyata. Penelitian ini menjadi inisiasi penting dalam mengisi kekosongan literatur akademik terkait kualitas pendidikan keselamatan, dengan menggabungkan model penilaian Kirkpatrick dan Donabedian untuk memetakan aspek internal (program, mahasiswa) dan eksternal (perusahaan) dalam penilaian mutu.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Makalah ini memberikan kontribusi substansial dengan merangkum perkembangan pendidikan keselamatan dan praktik penilaian kualitas program secara komprehensif. Secara historis, artikel menyoroti bahwa sejak Robens (1972) hingga konferensi internasional tahun 1994, kesadaran tentang kebutuhan kurikulum keselamatan terus meningkat. Penerapan kurikulum (post)graduate safety yang menitikberatkan “learning by doing” dan studi kasus nyata juga ditekankan sebagai praktik efektif dalam pembelajaran keselamatan. Studi lapangan melengkapi kontribusi teoritik, yaitu survei terhadap sepuluh program pascasarjana keselamatan di beberapa universitas Eropa. Misalnya, penelitian ini mencatat bahwa sebagian besar program membatasi jumlah mahasiswa antara 20–24 orang untuk memastikan diskusi yang intensif. Hal ini menunjukkan perhatian serius terhadap lingkungan belajar kolaboratif yang mendukung pemahaman mendalam.

Kontribusi lainnya adalah pengungkapan bahwa evaluasi kualitas program saat ini didominasi oleh alat internal. Data survei terhadap 90 program keselamatan Eropa menunjukkan 66% program mengadopsi evaluasi internal (evaluasi trainee dan audit internal) dan hanya 13% menggunakan audit eksternal sebagai indikator mutu. Capaian ini memberi gambaran kuantitatif bahwa kebanyakan penyelenggara program masih bergantung pada penilaian internal. Selain itu, keterlibatan praktisi industri dalam pengajaran juga disoroti: sebagian program melibatkan aktif para spesialis keselamatan industri dalam 50% dari total kuliah. Temuan ini menggarisbawahi jalinan erat antara akademisi dan dunia kerja dalam penyelenggaraan program, yang potensial meningkatkan relevansi materi bagi industri.

Makalah ini juga memperkenalkan kerangka konseptual baru dengan menggabungkan model Kirkpatrick (empat tingkat: reaksi, pembelajaran, perilaku, hasil) dan model Donabedian (input, proses, output) untuk mengevaluasi pendidikan keselamatan. Penggabungan model tersebut menekankan pentingnya aspek eksternal (output/hasil) – yaitu pengaruh lulusan terhadap peningkatan keselamatan di perusahaan – sebagai indikator kualitas utama. Sebagai rekomendasi awal, penulis menyarankan penilaian mutu yang tidak hanya mengukur kepuasan dan pembelajaran (level 1-2), tetapi juga transfer ke pekerjaan (level 3) dan dampak keselamatan organisasi (level 4). Misalnya, mereka mengusulkan penggunaan tinjauan skenario kecelakaan (minor dan mayor) di perusahaan peserta program sebagai metrik alternatif untuk mengevaluasi efektivitas lulusan dalam mencegah insiden. Rekomendasi ini menunjukkan pendekatan inovatif yang berpotensi menghubungkan hasil pendidikan dengan hasil nyata di lapangan.

Secara keseluruhan, kontribusi utama riset ini adalah (1) mengidentifikasi bahwa fokus penilaian mutu saat ini masih terbatas pada indikator internal tradisional, (2) menegaskan pentingnya mengembangkan indikator eksternal, dan (3) menyusun gagasan kerangka penilaian terpadu yang menghubungkan proses pendidikan dengan dampak industri. Kejelasan kerangka yang diusulkan dan data kuantitatif yang disajikan (misalnya, statistik adopsi sistem mutu) memperkuat argumen bahwa temuan ini membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut dalam pengembangan metode penilaian mutu pendidikan keselamatan yang lebih komprehensif.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun menyajikan wawasan berharga, riset ini memiliki batasan yang perlu diperhatikan. Pertama, pendekatan metode yang digunakan bersifat convenience sampling dan hanya melibatkan koordinator dari sepuluh program Eropa terpilih[14]. Hal ini membatasi representativitas hasil dan menimbulkan pertanyaan apakah temuan serupa berlaku untuk program lain di luar lingkup survei. Kedua, penekanan utama makalah ini adalah pada konsep dan ide awal; uji empiris terhadap efektivitas kerangka yang diusulkan belum dilakukan. Misalnya, pendekatan penilaian berbasis skenario kecelakaan masih berupa usulan konseptual tanpa bukti praktis mengenai penerapannya dalam konteks nyata.

Selain itu, terdapat ambiguitas dalam konteks metodologis. Banyak data yang bersifat deskriptif atau anekdotal, dan belum ada standar operasional untuk beberapa indikator yang diusulkan, seperti metode spesifik pengumpulan data untuk level 3-4 Kirkpatrick. Ini memunculkan pertanyaan terbuka tentang metodologi yang tepat untuk mengukur transfer pengetahuan dan dampak di organisasi. Sebagai contoh, makalah menyebutkan bahwa evaluasi tingkat perilaku (level 3) dapat dilakukan melalui survei atau penilaian kinerja khusus setelah enam bulan, namun implementasi praktisnya belum teruji. Demikian pula, indikator keamanan tradisional seperti frekuensi kecelakaan dianggap "tidak dapat diandalkan" dan perlu dikembangkan lebih lanjut, namun alternatif konkrit dan valid masih harus ditemukan.

Selanjutnya, makalah ini terfokus pada jalur akademik pascasarjana, sementara jalur lain (seperti pendidikan profesional dan pelatihan inspektorat) disebutkan namun belum dianalisis secara mendalam. Apakah konsep penilaian yang sama dapat diterapkan pada jalur tersebut masih menjadi pertanyaan. Hal ini menunjukkan perlunya kajian lintas-konteks untuk menentukan keberlakuan universal dari temuan.

Terakhir, makalah ini secara eksplisit menyatakan bahwa topik kualitas pendidikan keselamatan masih “diekspresikan secara minimal” dalam literatur (lanj. Safety Science, 1995). Artinya, masih banyak pertanyaan dasar yang belum terjawab, seperti definisi objektif dari “mutu” dalam konteks ini dan cara mengukur pencapaiannya. Pemilihan responden (pembuat program) juga dapat menimbulkan bias, karena mereka mungkin tidak cukup kritis terhadap kelemahan program sendiri. Keseluruhan, keterbatasan ini memperlihatkan bahwa, meskipun riset ini membuka diskusi penting, banyak aspek substantif dan metodologis yang masih memerlukan penelitian lebih jauh.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

  1. Kembangkan Metode Pengukuran Transfer Pendidikan (Kirkpatrick Level 3-4): Temuan dalam makalah ini menegaskan bahwa evaluasi saat ini terhenti pada tingkat reaksi dan pembelajaran. Penelitian lanjutan harus merancang dan menguji instrumen yang dapat mengukur sejauh mana lulusan menerapkan ilmu keselamatan di lapangan. Misalnya, melakukan studi longitudinal dengan survei atau wawancara mendalam kepada alumni dan atasan mereka setelah program selesai, untuk mengumpulkan data perilaku (variabel: penerapan teknik, frekuensi adopsi prosedur baru) serta hasil organisasi (variabel: penurunan insiden, peningkatan kepatuhan). Analisis kuantitatif (misalnya koefisien korelasi antara partisipasi program dan indikator keselamatan perusahaan) akan menunjukkan dampak nyata pendidikan ini. Rekomendasi ini didukung oleh pernyataan bahwa hanya ** tingkat 3 dan 4 Kirkpatrick** yang mampu menunjukkan pengaruh nyata program, dan makalah menyarankan fokus riset pada level tersebut.
  2. Mengimplementasikan Penilaian Berbasis Skenario Kecelakaan di Lapangan: Makalah mengusulkan “skenario kecelakaan” sebagai indikator kualitas yang lebih baik daripada insiden riil. Riset selanjutnya bisa mengoperasionalisasikan gagasan ini, misalnya dengan berkolaborasi bersama perusahaan mitra untuk mengidentifikasi skenario kecelakaan minor dan mayor yang mungkin terjadi di industri tertentu. Peneliti dapat mengembangkan kerangka evaluasi di mana partisipan magang atau alumni ditempatkan dalam simulasi atau studi kasus skenario tersebut, lalu mengukur efektivitas intervensi mereka (variabel: jumlah rekomendasi pencegahan diusulkan, respons risiko, atau skenario diselesaikan dengan selamat). Dengan metode eksperimen quasi (sebelum-sesudah) atau studi kasus multiple embedded, penelitian ini akan menguji apakah program keselamatan benar-benar memperkuat kemampuan preventif lulusan. Langkah ini sejalan dengan penekanan makalah pada perlunya metrik inovatif dan konkret untuk transfer ilmu keselamatan (bukan hanya angka kecelakaan).
  3. Kajian Perbandingan Kurikulum Internasional dan Program Master Bersama: Menghadapi peningkatan jumlah program keselamatan pascasarjana (misalnya 29 di Portugal saja), penulis menganjurkan kerja sama internasional serta kemungkinan menyusun program master Eropa gabungan. Riset ke depan perlu mengeksplorasi konsep ini dengan studi kolaboratif antara universitas. Metode studi dapat berupa analisis komparatif kurikulum: membandingkan silabus, tujuan pembelajaran, dan kriteria evaluasi antar lembaga. Selanjutnya, implementasi program percontohan (misalnya program master bersama lintas negara) dapat dievaluasi efektivitasnya melalui pencapaian kompetensi lulusan dan kepuasan stakeholder. Variabelnya meliputi keselarasan materi, mobilitas mahasiswa, dan pengakuan sertifikasi antarnegara. Kegiatan penelitian ini akan menghasilkan wawasan tentang harmonisasi standar pendidikan keselamatan dan potensi efisiensi sumber daya, mendukung rekomendasi publikasi bahwa “kooperasi program internasional” serta master terintegrasi dapat memperkuat kualitas dan kesinambungan bidang ini.
  4. Analisis Dampak Kolaborasi Industri-Akademisi dalam Pengajaran: Data dalam makalah menunjukkan dukungan industri yang kuat, dengan praktisi memberikan hingga 50% kuliah. Riset lanjutan dapat mengkaji variabel “tingkat keterlibatan praktisi” (misalnya persentase jam mengajar oleh profesional) dan korelasinya dengan hasil program. Metode survei cross-sectional atau regresi multipel dapat dilakukan antar program yang berbeda tingkat kolaborasinya. Selain itu, studi kualitatif melalui focus group atau wawancara dengan mahasiswa dan perusahaan dapat menguji persepsi relevansi materi. Dengan meneliti konteks baru (misalnya perbandingan program yang dipimpin akademisi murni versus yang kuat pengaruh industri), peneliti dapat menentukan seberapa besar dampak kerjasama dengan industri terhadap kompetensi lulusan. Rekomendasi ini didukung oleh pentingnya masukan industri di dalam komite pengarah dan materi kuliah, serta catatan bahwa hubungan erat dengan industri dapat meningkatkan performa keselamatan jangka panjang.
  5. Studi Lanjutan tentang Karir Alumni dan Dampaknya pada Organisasi: Makalah menyarankan pentingnya follow-up karir alumni sebagai indikator mutu (mis. survei alumni disebutkan dalam evaluasi kualitas). Riset berkelanjutan dapat mengembangkan instrumen untuk menilai jalur karir lulusan program keselamatan: misalnya melakukan survei longitudinal tentang posisi kerja, peran keselamatan yang diemban, dan kontribusi terhadap proyek keselamatan perusahaan. Data empiris (jumlah lulusan yang menjadi kepala keselamatan, rata-rata lama kenaikan jabatan) dapat dianalisis bersama indikator performa keselamatan korporat (penurunan frekuensi kecelakaan, audit keselamatan) untuk menguji hipotesis bahwa pendidikan spesialis keselamatan berkontribusi pada peningkatan mutu organisasi. Metode kombinasi kuantitatif (statistik karir, data K3) dan kualitatif (studi kasus perusahaan) akan memberikan gambaran komprehensif. Langkah ini memperhatikan saran makalah untuk mengeksplorasi level hasil/multi-stakeholder serta penggunaan data alumni demi evaluasi mutu yang lebih holistik.

Penutup Kolaboratif

Semua rekomendasi di atas menekankan kesinambungan riset dalam pendidikan keselamatan pascasarjana. Keberhasilan implementasi ide-ide tersebut akan lebih terjamin jika melibatkan kolaborasi lintas lembaga. Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi seperti Delft University of Technology, Universitat Politècnica de Catalunya, dan Tampere University (Centre for Safety Management and Engineering) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil penelitian.


Baca Selengkapnya disini: https://doi.org/10.1016/j.ssci.2021.105338