Mengoptimalkan Pengadaan Publik untuk Mewujudkan SDGs: Strategi, Tantangan, dan Peluang

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

18 Juni 2025, 09.17

pixabay.com

Pengadaan publik bukan hanya instrumen pengadaan barang dan jasa pemerintah, tetapi juga menjadi katalis utama pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Laporan The Role of Public Procurement in Achieving the SDGs (UNDP, 2021) merangkum hasil dialog regional ASEAN yang membahas cara-cara strategis mengubah sistem pengadaan menjadi lebih inklusif, transparan, dan berkelanjutan, serta bagaimana mempercepat pencapaian SDGs melalui kebijakan pengadaan publik.

Tantangan Besar dalam Sistem Pengadaan Publik Saat Ini

Laporan ini mengungkapkan fakta mengejutkan:

  • Dari total USD 13 triliun belanja pengadaan publik global, hanya 2,81% yang diumumkan secara terbuka.
  • Sekitar 10–20% dana tersebut hilang karena korupsi dan suap.
  • Hanya 1% dari total pengadaan yang melibatkan perusahaan milik perempuan.

Situasi ini diperburuk oleh pandemi COVID-19, yang memperlihatkan kerapuhan sistem pengadaan dalam menghadapi krisis, serta membuka ruang besar untuk inefisiensi dan penyimpangan.

Reformasi Pengadaan: Pilar Menuju Pembangunan Inklusif

Laporan ini menyoroti enam strategi kunci reformasi pengadaan publik:

1. Kemauan Politik dan Tindakan Nyata

Tanpa dukungan politik yang kuat, reformasi pengadaan akan stagnan. Pemerintah harus menyalurkan anggaran ke pengembangan teknologi pencegah korupsi, bukan hanya mengantisipasi kerugian akibat korupsi.

2. Pengadaan Berkelanjutan (Sustainable Public Procurement/SPP)

SPP harus dimasukkan dalam kerangka hukum nasional. Contohnya:

  • Indonesia mengalokasikan 40% dari paket pengadaan untuk UMKM dan koperasi dengan nilai hingga Rp1 miliar.
  • Kriteria pengadaan juga mencakup produk hijau dan pemenuhan HAM dalam rantai pasok.

3. Transparansi Data dan Standarisasi

Data pengadaan yang terbuka dan terstandar seperti OCDS (Open Contracting Data Standard) sangat penting untuk akuntabilitas. Negara seperti Mongolia bahkan mengintegrasikan data pengadaan dengan data konflik kepentingan dan registrasi bisnis untuk menganalisis penerima manfaat sebenarnya.

4. Inklusi Gender dan UMKM

Perusahaan milik perempuan hanya menyumbang 1% dari nilai pengadaan global. Hambatan utama meliputi akses ke pembiayaan, birokrasi, dan ketidaktahuan prosedur. Negara seperti Filipina dan Thailand mulai menetapkan kuota pengadaan untuk bisnis milik perempuan, dan sektor swasta seperti Unilever berkomitmen mengalokasikan EUR 2 miliar untuk bisnis yang dimiliki kelompok marjinal.

5. Kolaborasi Pemangku Kepentingan

Partisipasi warga, LSM, dan sektor swasta sangat penting. Di Filipina, program audit partisipatif mengikutsertakan warga dalam tim audit pengadaan. Di Indonesia, Indonesia Corruption Watch dan LKPP aktif membangun kapasitas masyarakat memantau pengadaan.

6. Teknologi untuk Pengadaan Transparan

Contoh dari Korea Selatan (KONEPS), Inggris (Contracts Finder), dan Microsoft (ACTS) memperlihatkan bahwa teknologi dapat menekan potensi korupsi, mengurangi waktu akses data dari 205 hari menjadi 1 menit, dan meningkatkan efisiensi hingga 90%.

Studi Kasus ASEAN: Belajar dari Lapangan

Indonesia

  • Studi tahun 2013 menunjukkan hanya 5% pengusaha perempuan ikut dalam 6 proyek pengadaan publik.
  • Solusinya adalah edukasi, simplifikasi regulasi, dan sistem informasi inklusif.
  • Kementerian Pemberdayaan Perempuan aktif dalam advokasi partisipasi perempuan.

Thailand

  • Pemerintah menerapkan pelibatan warga dalam sistem pengadaan dan mengembangkan dashboard data pengadaan yang interaktif.
  • Estimasi kerugian akibat korupsi pengadaan mencapai THB 162 triliun per tahun.

Filipina

  • Menerapkan legislasi darurat (Bayanihan Act) yang memungkinkan pengadaan cepat di masa pandemi.
  • Menjalankan platform nasional untuk transparansi pengadaan COVID-19.
  • Laporan warga dimanfaatkan untuk perbaikan kebijakan dan akuntabilitas.

Rekomendasi Praktis untuk Reformasi Pengadaan

Laporan ini menyusun 9 rekomendasi konkret:

  1. Tingkatkan proses pengadaan dan gunakan teknologi yang ada.
  2. Dorong transparansi untuk partisipasi bisnis dan efisiensi.
  3. Investasi pada kontrak bisnis responsif gender.
  4. Kumpulkan data pengadaan yang terpilah berdasarkan gender.
  5. Libatkan warga dan bangun kapasitas pemangku kepentingan.
  6. Tanggulangi korupsi di level lokal dengan pendekatan komunitas.
  7. Buat platform kolaboratif untuk teknologi, gender, dan risiko.
  8. Bangun fasilitas daring untuk pendampingan profesional pengadaan.
  9. Tingkatkan kesadaran keterkaitan antara pengadaan dan SDG 16 (lembaga yang efektif dan akuntabel).

Kesimpulan: Pengadaan Publik sebagai Kunci Masa Depan yang Berkelanjutan

Untuk mengejar target SDGs hingga 2030, kita tidak bisa mengandalkan sistem pengadaan lama yang rentan dan tertutup. Laporan ini menekankan bahwa reformasi pengadaan bukan hanya tanggung jawab teknokrat, tetapi perlu dukungan politik, keterlibatan masyarakat, dan integrasi prinsip keberlanjutan dan kesetaraan gender di seluruh sistem.

Dengan pelibatan multi-pihak dan kemauan untuk berinovasi, pengadaan publik dapat menjadi kendaraan utama mewujudkan pembangunan yang lebih adil, transparan, dan inklusif.

Sumber: Bernal, I. (2021). The Role of Public Procurement in Achieving the SDGs: Regional Dialogue Report. UNDP Bangkok Regional Hub.