Data yang kuat dan terfokus dapat menjadi pendorong kota yang cerdas, layak huni, dan berkelanjutan di wilayah berkembang, terutama di Asia Tenggara, di mana berbagai sektor beroperasi secara terpisah-pisah dan pembangunan sering kali terfragmentasi, dengan infrastruktur yang sudah menua lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk.
Banyak dari negara-negara ini memiliki kekuatan dalam modal alam, sosial dan ekonomi, namun menghadapi tantangan dari migrasi dari desa ke kota, perubahan iklim, polusi dan kerusakan lingkungan, anggaran lokal dan nasional yang terbatas, serta melestarikan warisan budaya yang berbeda.
Ramboll mendukung ASEAN Australia Smart Cities Trust Fund (AASCTF) untuk membantu mendorong pembangunan kota yang berkelanjutan dan adil di Asia Tenggara. Tim Ramboll, yang menjadi mitra implementasi utama AASCTF, telah memberikan penekanan besar pada pengumpulan dan penggunaan data yang dapat diakses dan dapat diandalkan untuk mencapai tujuan dana perwalian untuk transformasi kota pintar.
"Banyak kota yang bekerja sama dengan kami di bawah dana perwalian ini masih dalam tahap awal perjalanan data dan manajemen perkotaan mereka," ujar Kyaw Thu, seorang spesialis pembangunan perkotaan di Asian Development Bank dan manajer program AASCTF.
"Data yang tersedia sering kali kurang mengenai kondisi perkotaan, layanan, dan bahkan profil demografis, terutama bagi mereka yang terpinggirkan dan berada dalam situasi yang rentan. Hal ini berdampak pada bagaimana kita merancang intervensi dan memastikan perencanaan kota berbasis bukti dan inklusif."
Desain kota yang inklusif
Perencanaan tata ruang melalui pemodelan 3D memungkinkan para perencana dan pengambil keputusan untuk melihat kota dari berbagai sudut pandang dan skenario, baik secara ekosistem maupun secara detail, dan untuk menyesuaikan layanan bagi demografi yang berbeda berdasarkan data terpilah seperti jenis kelamin, usia, disabilitas, dan status sosial ekonomi.
Model-model tersebut, misalnya, dapat menunjukkan peta panas di mana para penyandang disabilitas tinggal dan bekerja sehingga para perencana dapat meningkatkan aksesibilitas dengan lebih baik dan menciptakan ruang publik yang lebih inklusif dan mudah diakses. Demikian pula, pola mobilitas perempuan biasanya menunjukkan beberapa pemberhentian yang mereka lakukan dalam sehari, menggarisbawahi peran yang berbeda yang mereka miliki dalam rumah tangga sebagai pengasuh dan penyedia pendapatan tambahan di negara berkembang.
Data tersebut dapat membantu lembaga-lembaga untuk menilai potensi dampak sosial dari keputusan perencanaan kota, termasuk bagaimana perubahan dapat mempengaruhi kelompok-kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat. Informasi ini sangat penting untuk merancang layanan perkotaan yang lebih inklusif yang memenuhi kebutuhan khusus, sehingga membantu memajukan agenda kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial di perkotaan.
Disadur dari: ramboll. com