Mengenal Pesawat Tempur F-35 yang Kontroversial

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E.

11 Juli 2022, 16.58

Jet Tempur F-35 Lightning II (Thinkstock)

Pesawat Tempur F-35 adalah pesawat terbang buatan pabrik pesawat terbang Amerika Serikat Lockheed Martin. Pesawat bermesin tunggal segala cuaca dari jenis multirole combat aircraft itu biasa disebut sebagai F-35 Lightning II.

Yang menjadi istimewa dari F-35 ini adalah dapat digunakan untuk perang udara (air to air) dan sekaligus untuk menyerang sasaran di daratan (air to ground). Pertama kali terbang di tahun 2006 dan kini sudah digunakan oleh antara lain Angkatan Udara, Korps Marinir, dan Angkatan Laut Amerika Serikat.

Di luar Amerika diketahui Angkatan Udara Australia yang sudah mengopersaikan pesawat F-35 itu di samping tentu saja negara-negara sekutu dekat AS.

Sampai dengan Desember 2021 pesawat F-35 sudah diproduksi lebih dari 700 unit.

Awalnya pesawat F-35 dirancang untuk pengganti F-16 yang membutuhkan penyempurnaan sebagai sebuah pesawat tempur serbaguna yang sudah war proven. Yang menarik adalah para pilot F-16 Amerika mengomentari bahwa begitu anda menerbangkan F-35, maka anda akan kehilangan selera untuk terbang lagi dengan F-16. Sebuah kesan tentang bagaimana “canggih”-nya pesawat F-35.

Berbiaya Mahal

Proyek pembuatan F-35 memang membutuhkan biaya yang luar biasa besar setelah dihentikannya proyek F-22 Raptor. Salah satu alasan dihentikannya proyek F-22 Raptor adalah terlalu mahal dan dinilai tidak ada gunanya lagi setelah perang dingin usai di tahun 1991. Titik awal dari berakhirnya persaingan “ügal-ugalan” perlombaan persenjataan antara NATO dengan Pakta Warsawa.

Proyek besar F-35 yang juga sangat mahal dinilai tetap diperlukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya karena dikembangkan dengan tiga varian sekaligus. Di samping diproduksi sebagai pesawat terbang yang memiliki performa take off landing biasa, dibuat pula varian take off landing vertical dan dalam versi untuk take off landing di kapal induk.

Desain pesawat F-35 khusus dibuat untuk menjadi sebuah pesawat yang tidak dapat dideteksi radar pertahanan udara musuh. Itu sebab maka badan pesawat walau terlihat besar akan tetapi bentuk aerodinamiknya sangat streamline alias ramping. Bentuk khusus dari disain pesawat yang dibuat untuk sulit terditek radar hanud (pertahanan udara).

Berbeda dengan pesawat tempur sebelumnya yang terlihat jelas persenjataan yang dibawanya, maka di pesawat F-35 seluruh persenjataan tertutup rapi, terbungkus dalam badan pesawat. Performa yang unik dari F-35 telah menyebabkan pesawat ini dapat diandalkan sebagai pengganti beberapa pesawat lain yang sudah dinilai uzur, seperti F-16 dan F-18 serta A-10 Thunderbolt.

Pesawat F-35 benar-benar pesawat tempur yang ngabehi diproduksi untuk berbagai macam peran dan dengan sendirinya dalam berbagai versi.
 

Pesawat F-35 milik Angkatan Udara Australia beraksi di ajang Australia International Airshow di bandara Avalon, 3 Maret 2017.
Pesawat F-35 milik Angkatan Udara Australia beraksi di Ajang Australia International Airshow di Bandara Avalon, 3 Maret 2017 (Jeremy R Dixon/AFP)
 

Kontroversi

Kontroversi tetap mengemuka karena biaya yang sangat tinggi untuk proyek F-35 itu. Pertimbangan proyek berbiaya super mahal namun tetap dilanjutkan dengan alasan nantinya akan menjadi jauh lebih murah. Dalam arti selain operasional dalam berbagai misi juga pemeliharaan dari demikian banyak pesawat yang sejenis akan menjadi jauh lebih murah.

Peralatan dukungan dan pembinaan sumber daya manusia (SDM) yang mengawakinya menjadi relatif lebih sederhana, dibanding ongkos yang harus dikeluarkan untuk keperluan berbagai macam pesawat yang berbeda-beda.

Itulah pesawat terbang tempur F-35 sebuah pesawat super mutakhir dengan teknologi tinggi dan tidak dapat terdeteksi radar pertahanan udara. Sebuah pesawat high-tech yang multi peran yaitu untuk air to air sekaligus juga air to ground berkemampuan jauh di atas F-16, F-18, dan A-10. Itu sebabnya, hingga kini, seperti halnya produk berteknologi tinggi buatan Amerika Serikat hanya dapat digunakan secara terbatas. Sejauh ini baru Australia dan beberapa negara lain sekutu dekat Amerika seperti Belgia, Finlandia, Israel, Italia, Jepang, dan Belanda yang sudah atau akan segera menggunakannya. Dalam jajaran negara ASEAN hanya Singapura yang kabarnya sudah atau akan menggunakan F-35 super canggih itu.

Bagaimana Indonesia? Dengan posisi sebagai negara yang politik luar negerinya bebas aktif, mungkin menjadi tidak mudah untuk memperoleh prioritas memiliki sistem senjata berteknologi mutakhir produk Amerika Serikat.

Yang pasti negara sekutu dekat Amerika Serikat yang akan menjadi prioritas utama dalam pengembangan operasional khusus penggunaan produk mutakhir persenjataan high-tech dengan kualifikasi lethal weapon sejenis F-35.


Sumber Artikel: kompas.com