Mengapa Lean dan Green Penting untuk Masa Depan Konstruksi?

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

08 Mei 2025, 07.37

freepik.com

Isu efisiensi dan keberlanjutan kini menjadi pilar utama dalam industri konstruksi. Di satu sisi, sustainable construction menitikberatkan pada penghematan energi, pengurangan limbah, serta kenyamanan dan kesehatan pengguna gedung. Di sisi lain, lean construction berfokus pada efisiensi proses, menghilangkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (muda), dan optimalisasi sumber daya.

Penelitian ini menyoroti bagaimana dua paradigma tersebut dapat disinergikan untuk menghasilkan proses dan bangunan berperforma tinggi (high-performance buildings and processes). Keduanya memiliki tujuan yang sama: penggunaan sumber daya secara efisien dan eliminasi pemborosan.

Perspektif Konseptual: Lean Bertemu Green

Penyatuan dua pendekatan ini dilandasi oleh kesamaan prinsip dasar, yakni pengurangan limbah. Sustainable construction berupaya meminimalkan penggunaan energi, air, dan material, serta menurunkan emisi dan polusi. Sementara lean construction menargetkan efisiensi proses seperti desain, produksi, dan logistik proyek.

Penulis menekankan bahwa banyak masalah dalam proyek ramah lingkungan berasal dari pendekatan eksekusi yang konvensional. Sebagai contoh, desain terpadu (integrated design) memang menghasilkan keputusan yang lebih bijak secara sistemik, tetapi membutuhkan sumber daya lebih banyak dan waktu yang lebih lama. Lean production menawarkan solusi dengan memfokuskan pada aktivitas bernilai tambah dan menghilangkan pemborosan dalam proses.

Studi Kasus: Pentagon dan Toyota, Bukti Nyata Sinergi Lean-Green

1. Renovasi Pentagon: Sinergi Inovatif antara Efisiensi dan Keberlanjutan

Proyek renovasi Pentagon menjadi contoh utama bagaimana lean dan green dapat diterapkan secara bersamaan. Renovasi dilakukan dalam beberapa fase selama 12 tahun dengan nilai proyek mencapai $1,06 miliar.

Salah satu inovasi signifikan adalah desain Fan Powered Induction Unit (FPIU) oleh kontraktor HVAC. Unit ini:

  • Menghilangkan kebutuhan ducting udara balik, menyederhanakan sistem mekanikal
  • Memberikan pencahayaan alami yang lebih banyak karena peningkatan tinggi plafon
  • Mengurangi jumlah ruang mekanikal dari 118 menjadi hanya 9 unit
  • Mencapai penghematan biaya instalasi sebesar 20%
  • Memberikan potensi penghematan energi sebesar 9% selama masa operasional

Yang paling penting, sistem ini memungkinkan re-konfigurasi ruang tanpa perubahan besar dalam sistem mekanik—suatu nilai tambah berkelanjutan yang tidak selalu dicapai dengan desain tradisional.

Selain itu, proses lean lainnya meliputi:

  • Penggunaan desain terpadu dan kontrak design-build
  • Pengurangan dokumen spesifikasi dari 3500 halaman menjadi 109 halaman RFP dengan 16 halaman spesifikasi performa
  • Penerapan kontrak dengan sistem fixed-price dan award-fee (hingga 10% keuntungan bagi kontraktor), yang memberikan insentif inovasi

Hasilnya, proyek-proyek Pentagon yang memperkenalkan pendekatan keberlanjutan lebih awal dalam siklus desain menunjukkan efisiensi biaya lebih tinggi dan pencapaian sertifikasi LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) yang lebih baik.

Contohnya:

  • Pentagon Athletic Center (PAC) meraih target LEED Gold tanpa tambahan biaya
  • Metro Entrance Facility hanya memerlukan tambahan $110.000 untuk mencapai LEED Silver

2. Toyota South Campus: Lean Thinking sebagai Budaya Perusahaan

Kasus lain yang menarik datang dari proyek South Campus Toyota di Torrance, California. Toyota menerapkan inisiatif Process Green yang mengintegrasikan seleksi material ramah lingkungan, desain efisien, serta dorongan kepada vendor untuk melakukan praktik serupa.

Ciri khas Toyota adalah filosofi kaizen (perbaikan berkelanjutan), yang juga menjadi tulang punggung lean production. Melalui pendekatan ini, Toyota berhasil:

  • Membangun gedung kantor bersertifikat LEED Gold
  • Menekan biaya konstruksi hingga $63/sq.ft, setara dengan kisaran umum ($54–$76/sq.ft) untuk perkantoran di California Selatan
  • Mewujudkan efisiensi biaya tanpa kompromi terhadap performa lingkungan

Pencapaian ini mematahkan asumsi umum bahwa gedung hijau selalu lebih mahal. Sebaliknya, Toyota membuktikan bahwa strategi manajemen proses yang cerdas dapat menghasilkan bangunan ramah lingkungan tanpa mengorbankan efisiensi biaya.

Pelajaran Utama dari Studi Kasus

Dari studi di atas, penulis merumuskan tiga pelajaran utama:

  1. Fokus pada Nilai Pelanggan
    Dalam konteks proyek hijau, pelanggan tidak hanya pemilik gedung, tetapi juga lingkungan. Dengan memahami nilai dari sisi lingkungan, keputusan desain bisa diarahkan pada solusi yang benar-benar berkelanjutan.
  2. Tim Terintegrasi dan Strategi Kontrak Inovatif
    Struktur tim yang mendukung kolaborasi antar-disiplin dan model kontrak berbasis performa terbukti memacu efisiensi dan inovasi. Ini menjawab tantangan keberlanjutan yang kerap membutuhkan pendekatan lintas keahlian.
  3. Pemahaman Menyeluruh atas Proses
    Proyek Toyota menunjukkan bahwa pemahaman mendalam atas seluruh proses pembangunan—dari perencanaan hingga operasional—memungkinkan pencapaian keberlanjutan tanpa biaya tambahan besar.

Implikasi Lebih Luas untuk Industri Konstruksi

Tulisan ini tidak hanya menyajikan studi kasus sukses, tetapi juga menawarkan arah penelitian lanjutan. Penulis menyarankan bahwa keberhasilan proyek berkelanjutan akan semakin ditentukan oleh proses dan sistem manajemen proyek, bukan hanya teknologi ramah lingkungan.

Beberapa peluang riset ke depan meliputi:

  • Pengembangan tools untuk mengukur performa lean-green dalam proyek
  • Integrasi lean thinking dalam fase desain awal untuk menghindari pemborosan keputusan
  • Pemetaan titik-titik leverage dalam proses proyek untuk peningkatan efisiensi maksimal

Dalam konteks Indonesia, pendekatan ini sangat relevan. Banyak proyek pembangunan gedung pemerintah dan swasta masih menggunakan pendekatan tradisional. Padahal, dengan kombinasi lean-green, proyek bisa lebih hemat waktu, biaya, dan ramah lingkungan.

Penutup: Menyatukan Efisiensi dan Keberlanjutan

“Lean and Green” bukan hanya jargon menarik. Studi yang dilakukan Horman, Riley, Pulaski, dan Leyenberger ini menunjukkan bahwa penyatuan antara prinsip lean dan tujuan keberlanjutan mampu menghasilkan proyek yang lebih efisien, berkualitas tinggi, dan ramah lingkungan.

Integrasi lean dan green membuka cakrawala baru bagi pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya baik bagi bumi, tetapi juga masuk akal secara bisnis. Industri konstruksi global, termasuk Indonesia, seharusnya mulai merumuskan kebijakan dan pelatihan yang mendukung implementasi kedua prinsip ini secara simultan.

Sumber artikel dalam bahasa aslinya:
Horman, M.J., Riley, D.R., Pulaski, M.H., & Leyenberger, C. Lean and Green: Integrating Sustainability and Lean Construction. Department of Architectural Engineering, Penn State University.