Latar Belakang Teoretis
Di tengah lanskap industri konstruksi global yang semakin kompleks, Building Information Modeling (BIM) telah diakui sebagai aset penting yang mampu merevolusi seluruh siklus hidup proyek, mulai dari perencanaan konseptual hingga tahap operasi. Namun, karya Josefine Ernestine Latupeirissa dan Hermin Arrang yang berjudul, "Sustainability factors of building information modeling (BIM) for a successful construction project management life cycle in Indonesia," menyoroti sebuah kesenjangan yang signifikan. Latar belakang masalah yang diangkat adalah lambatnya adopsi dan tingkat kematangan BIM di negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang tertinggal jauh dibandingkan negara-negara maju.
Kerangka teoretis penelitian ini dibangun di atas premis bahwa keberhasilan proyek konstruksi modern tidak lagi dapat diukur hanya dengan "segitiga besi" tradisional yang terdiri dari waktu, biaya, dan kualitas. Sebaliknya, keberhasilan implementasi BIM bergantung pada serangkaian "faktor keberlanjutan" (sustainability factors) yang lebih luas, yang mencakup aspek teknologi, organisasi, dan manusia. Dengan demikian, hipotesis implisit yang mendasari studi ini adalah bahwa dengan mengidentifikasi dan memvalidasi faktor-faktor keberlanjutan yang paling krusial dalam konteks Indonesia, sebuah model dapat dibangun untuk memandu perusahaan konstruksi dalam mengatasi masalah informasi dan komunikasi, sehingga meningkatkan peluang keberhasilan proyek secara keseluruhan.
Metodologi dan Kebaruan
Penelitian ini mengadopsi metodologi kuantitatif yang terstruktur untuk membangun dan memvalidasi model faktor keberlanjutan implementasi BIM. Prosesnya diawali dengan tinjauan literatur yang komprehensif untuk mengidentifikasi serangkaian faktor potensial yang mempengaruhi keberhasilan BIM. Faktor-faktor ini kemudian dirumuskan ke dalam sebuah kerangka kerja konseptual.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada para pemangku kepentingan di industri konstruksi Indonesia. Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan dari setiap faktor yang diusulkan menggunakan skala Likert. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara statistik untuk menguji validitas dan reliabilitas dari setiap faktor, serta untuk menentukan peringkat pengaruhnya terhadap keberhasilan proyek.
Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada penemuan manfaat baru dari BIM, melainkan pada kontribusinya dalam membangun sebuah model keberlanjutan yang spesifik konteks dan berbasis bukti. Alih-alih hanya menyajikan daftar manfaat atau hambatan yang bersifat umum, penelitian ini secara sistematis menyaring dan memprioritaskan faktor-faktor yang paling esensial untuk memastikan bahwa implementasi BIM tidak hanya terjadi, tetapi juga berkelanjutan dan berhasil dalam jangka panjang di lingkungan industri konstruksi Indonesia.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis data statistik menghasilkan serangkaian temuan yang memberikan wawasan mendalam mengenai dinamika implementasi BIM di Indonesia.
-
Dominasi Faktor Penggunaan dan Adopsi: Temuan yang paling menonjol adalah bahwa faktor Penggunaan dan Adopsi BIM (U&AofBIM - X3) menempati peringkat pertama sebagai faktor keberlanjutan yang paling penting, dengan lebih dari separuh (68%) responden memilihnya. Ini secara kuat mengindikasikan bahwa dari perspektif para praktisi di Indonesia, keberhasilan BIM lebih ditentukan oleh aspek manusia dan organisasi—seperti kemauan tim proyek untuk menggunakan dan mengadopsi teknologi secara konsisten—daripada sekadar ketersediaan teknologi itu sendiri.
-
Pentingnya Efektivitas Sistem BIM: Faktor kedua yang paling berpengaruh adalah Efektivitas Sistem BIM (E of BIMS), yang dipilih oleh 54,55% responden. Temuan ini menegaskan bahwa setelah komitmen untuk adopsi terbentuk, kualitas dan keandalan dari perangkat lunak dan alur kerja BIM yang dipilih menjadi sangat krusial.
-
Eliminasi Faktor yang Tidak Terduga: Salah satu temuan yang paling menarik secara kontekstual adalah bahwa beberapa faktor yang secara teoretis dianggap penting—seperti Ekspektasi Klien (EL - X2), Umpan Balik (Fb - X6), dan Manajemen Pemangku Kepentingan (MofS - X8)—justru tereliminasi dari model akhir setelah melalui pengujian validitas statistik. Penulis secara eksplisit menyatakan bahwa hasil ini "bertentangan dengan ekspektasi penelitian," yang menunjukkan bahwa dalam praktik di Indonesia, faktor-faktor internal seperti komitmen tim dan efektivitas sistem saat ini memiliki bobot yang lebih besar daripada tekanan atau masukan dari pihak eksternal.
Secara keseluruhan, temuan ini melukiskan gambaran di mana keberhasilan BIM di Indonesia sangat bergantung pada fondasi internal yang kuat: komitmen tim untuk secara konsisten menggunakan teknologi, yang didukung oleh sistem yang efektif dan andal. Hal ini sangat relevan mengingat studi lain yang dirujuk dalam paper ini menunjukkan bahwa jumlah insinyur di Indonesia yang memiliki kompetensi dalam menggunakan BIM masih tergolong rendah.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Meskipun menyajikan analisis yang berharga, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, sebagai studi kuantitatif yang berbasis survei, temuan ini merefleksikan persepsi para responden dan mungkin tidak sepenuhnya menangkap kompleksitas dinamika proyek di lapangan. Kedua, paper ini tidak merinci demografi atau jumlah responden secara spesifik, yang membuat evaluasi terhadap generalisasi temuan menjadi sulit.
Secara kritis, temuan mengenai eliminasi faktor-faktor seperti ekspektasi klien dan umpan balik merupakan hasil yang provokatif. Namun, penelitian ini dapat diperdalam lebih lanjut dengan analisis kualitatif untuk mengeksplorasi mengapa faktor-faktor ini dianggap kurang signifikan oleh para praktisi di Indonesia. Apakah ini disebabkan oleh kurangnya kematangan klien dalam menuntut standar BIM, atau karena fokus internal pada pembangunan kapabilitas dasar saat ini lebih diutamakan?
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, implikasi dari penelitian ini sangat jelas bagi perusahaan konstruksi di Indonesia. Pesan utamanya adalah bahwa investasi dalam perangkat lunak BIM saja tidak cukup. Prioritas utama harus diberikan pada pembangunan budaya adopsi dan memastikan komitmen yang konsisten dari seluruh tim proyek. Ini mencakup investasi dalam pelatihan untuk meningkatkan kompetensi SDM dan pemilihan sistem BIM yang terbukti efektif dan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka beberapa jalan. Studi kualitatif melalui studi kasus mendalam dapat dilakukan untuk membongkar "kotak hitam" dari faktor "Penggunaan dan Adopsi," mengeksplorasi secara rinci bagaimana komitmen tim dibangun dan dipertahankan dalam proyek-proyek yang berhasil. Selain itu, penelitian longitudinal yang melacak proyek dari waktu ke waktu dapat memberikan bukti yang lebih kuat mengenai bagaimana fokus pada faktor-faktor keberlanjutan yang diidentifikasi dalam model ini secara nyata mempengaruhi metrik keberhasilan proyek seperti biaya, waktu, dan kualitas.
Sumber
Latupeirissa, J. E., & Arrang, H. (2024). Sustainability factors of building information modeling (BIM) for a successful construction project management life cycle in Indonesia. Journal of Building Pathology and Rehabilitation, 9(26). https://doi.org/10.1007/s41024-023-00376-1