Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada konteks unik Gangtok, sebuah kota kecil (19,2 km persegi) dengan kontur pegunungan yang ekstrem. Karena jarak yang pendek, berjalan kaki adalah moda transportasi yang sangat efektif bagi penduduk dan wisatawan. Namun, infrastruktur pejalan kaki yang ada (dibangun bertahap sejak 2007) telah rusak, tidak standar, dan terputus-putus, memaksa pejalan kaki—termasuk kelompok rentan seperti wanita, anak-anak, dan lansia—untuk berbagi jalan sempit dengan kendaraan bermotor.
Kerangka teoretis proyek ini, yang dilaksanakan di bawah Smart City Mission dengan biaya Rs 25,94 crore, berfokus pada pencapaian SDG 3 (Kesehatan), SDG 11 (Kota Berkelanjutan), dan SDG 13 (Aksi Iklim). Tujuannya adalah untuk menciptakan jaringan pejalan kaki yang aman, inklusif, dan terus menerus di sepanjang arteri utama kota (NH-10), yang mencakup 96% wilayah kota.
Metodologi dan Kebaruan
Studi SAAR ini mengadopsi metodologi metode campuran (mixed-methods). Ini mencakup tinjauan literatur tentang standar desain, observasi lapangan dan dokumentasi foto untuk audit teknis, serta wawancara mendalam dengan pejabat Gangtok Smart City Development Ltd (GSCDL) dan konsultan proyek. Selain itu, survei persepsi warga dilakukan terhadap penduduk, pemilik toko, dan pejalan kaki untuk mengukur dampak kualitatif.
Kebaruan dari proyek ini terletak pada solusi rekayasa strukturalnya untuk mengatasi kendala lahan di daerah berbukit. Alih-alih memotong tebing yang tidak stabil, proyek ini menggunakan "trotoar gantung" (overhanging footpaths) yang didukung oleh dinding penahan beton (plumb concrete retaining walls) dan penyangga (props). Teknik ini memungkinkan pelebaran ruang pejalan kaki tanpa mengganggu stabilitas lereng atau mengurangi lebar jalan kendaraan.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis studi kasus menyoroti keberhasilan teknis dan fungsional, namun juga mengungkap kekurangan dalam detail pelaksanaan.
-
Inovasi Struktural dan Utilitas: Wawancara dengan insinyur proyek mengungkapkan bahwa tantangan utama adalah menjaga kontinuitas jalur di medan yang sulit. Solusi struktur kantilever (gantung) terbukti efektif. Selain itu, proyek ini mengintegrasikan utilitas dengan menanam pipa HDPE di bawah trotoar untuk kabel masa depan, mengurangi kebutuhan penggalian jalan yang berulang.
-
Peningkatan Keselamatan dan Kenyamanan: Survei persepsi menunjukkan dampak positif yang kuat. Penggunaan paver block (30mm) menggantikan permukaan lama yang rusak, meningkatkan kenyamanan berjalan. Pagar pengaman (railings) baru memberikan rasa aman fisik yang krusial bagi pejalan kaki yang berjalan di tepi lereng curam.
-
Kebijakan "Bebas Pedagang Kaki Lima": Sebuah temuan kebijakan yang menarik adalah keputusan tegas bahwa "tidak ada pedagang kaki lima (vending) yang diizinkan di jalan." Pemerintah kota menyediakan ruang khusus di lantai dasar bangunan publik untuk pedagang, menjaga trotoar tetap bersih untuk pergerakan pejalan kaki sepenuhnya.
-
Kesenjangan Implementasi Standar (Temuan Kritis): Meskipun berhasil secara makro, audit detail mengungkap kegagalan mikro.
-
Aksesibilitas Tunanetra: Meskipun Ubin Pemandu Taktil (Tactile Ground Surface Indicators - TGSI) dipasang, "tata letak dan pelaksanaannya tidak sesuai dengan standar" (IRC: SP-117:2018), yang berpotensi membingungkan atau membahayakan pengguna tunanetra.
-
Hambatan Fisik: Ditemukan kasus di mana tiang listrik menghalangi trotoar karena kurangnya koordinasi dengan Departemen Tenaga Listrik untuk pemindahan utilitas.
-
Kendala Topografi: Di peregangan curam dekat Ranipool, kemiringan terlalu tinggi untuk ramp kursi roda, sehingga tangga terpaksa digunakan, yang memutus aksesibilitas universal.
-
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Keterbatasan utama proyek ini, sebagaimana disorot oleh studi, adalah tantangan topografi yang tak terelakkan. Keharusan menggunakan tangga di beberapa bagian menunjukkan bahwa aksesibilitas universal 100% mungkin merupakan tujuan yang tidak realistis di medan pegunungan ekstrem tanpa solusi mekanis (seperti lift/eskalator luar ruang). Selain itu, studi mencatat bahwa durasi proyek melampaui target awal (tertunda 6-8 bulan) akibat pandemi dan tantangan teknis.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, proyek ini menetapkan tolok ukur (benchmark) rekayasa bagi kota-kota bukit lainnya di India dan Asia Tenggara yang menghadapi kendala serupa. Penggunaan struktur kantilever adalah solusi yang dapat direplikasi.
Namun, rekomendasi studi ini menekankan perlunya kepatuhan yang lebih ketat terhadap standar aksesibilitas (seperti TGSI yang benar) dan koordinasi antar-lembaga yang lebih baik (misalnya dengan departemen listrik) sebelum konstruksi dimulai untuk menghindari obstruksi fisik. Penelitian masa depan harus mengeksplorasi solusi material yang lebih ramah lingkungan dan berdaya cengkeram tinggi untuk daerah curam dan basah seperti Gangtok.
Sumber
Studi Kasus C6: Pedestrianisation, Gangtok. (2023). Dalam SAAR: Smart cities and Academia towards Action and Research (Part C: Urban Infrastructure) (hlm. 20, 49-50, 53, 57-58). National Institute of Urban Affairs (NIUA).