Memikirkan Kembali Kebijakan Investasi Indonesia Melalui Sudut Pandang Kondisionalitas

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

20 Mei 2024, 10.25

Sumber: eastasiaforum.org

Indonesia telah berhasil mengungguli banyak negara ASEAN lainnya dalam menarik investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) selama lima tahun terakhir. Namun, tren positif ini belum berkontribusi pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia, salah satu tujuan pembangunan Indonesia yang paling penting. Investasi Indonesia di bidang penelitian dan pengembangan (R&D) dan pendidikan tinggi merupakan yang terendah di antara negara-negara G20, yang mengakibatkan kemampuan inovatif Indonesia tertinggal dibandingkan dengan perkembangan global.

Kurangnya investasi Indonesia dalam penelitian dan pengembangan (R&D) dan pendidikan tinggi, yang disebabkan oleh ketidakstabilan politik dan tantangan tata kelola pemerintahan, telah membuat ekonomi Indonesia condong ke arah ekspor sumber daya alam dan manufaktur bernilai rendah. Persepsi budaya dan kurangnya kebijakan terpadu yang menghubungkan pendidikan, serta penelitian dan pengembangan dan kebijakan industri, juga berkontribusi terhadap tren ini. Pendekatan ini telah membatasi keterampilan canggih dan kapasitas inovatif tenaga kerja, sehingga mengganggu kemampuannya untuk sepenuhnya memanfaatkan teknologi dan pengetahuan yang dibawa oleh PMA.

Indonesia berisiko menjadi sekadar tujuan industri bernilai rendah, tidak seperti negara-negara seperti Korea Selatan dan Singapura, yang telah mencapai pertumbuhan berkelanjutan dengan berinvestasi besar-besaran di sektor-sektor berteknologi tinggi melalui pendidikan dan penelitian dan pengembangan. Menyadari hal ini, Indonesia harus mengalihkan fokusnya pada pengembangan sumber daya manusia agar dapat bersaing secara global dalam industri teknologi tinggi.

Indonesia telah bertaruh besar pada industri kendaraan listrik (EV) dan baterai untuk memanfaatkan sumber daya nikelnya. Namun, ada beberapa industri lain di mana Indonesia dapat mendorong lebih banyak investasi untuk mencapai tujuan pembangunannya, seperti energi terbarukan dan semikonduktor. Berinvestasi di bidang energi terbarukan dan semikonduktor menawarkan keuntungan-keuntungan utama bagi pembangunan Indonesia. Indonesia berencana untuk meratifikasi RUU Energi Baru dan Terbarukan pada tahun 2024, yang menekankan keinginan Indonesia untuk beralih dari bahan bakar fosil. Signifikansi historis minyak dalam membentuk geopolitik global juga cenderung berkurang dengan munculnya sumber-sumber energi alternatif.

Mengembangkan industri semikonduktor akan memajukan kemampuan teknologi, menggeser ekonomi dari manufaktur bernilai rendah ke bernilai tinggi, dan menarik FDI bernilai tinggi. Sektor-sektor ini tidak hanya mendiversifikasi ekonomi tetapi juga membangun ketahanan terhadap pergeseran ekonomi global, menandai langkah strategis dari ekonomi yang bergantung pada sumber daya alam menjadi ekonomi yang maju secara teknologi. Cadangan nikel yang besar di Indonesia sangat penting bagi industri semikonduktor. Sebagai produsen nikel terkemuka, Indonesia dapat secara signifikan mempengaruhi rantai pasokan baterai, yang secara langsung menghubungkan sumber dayanya dengan sektor semikonduktor yang sedang berkembang.

Kelangkaan semikonduktor baru-baru ini telah mendorong langkah global menuju swasembada dan memperoleh keunggulan kompetitif dalam industri yang sangat penting ini. Seiring dengan pergeseran dinamika geopolitik global, ada dorongan yang semakin besar untuk memperluas pilihan sumber semikonduktor. Hal ini memberikan peluang bagi Indonesia untuk mengintegrasikan pertambangan nikel dengan manufaktur baterai dan semikonduktor, yang berpotensi meningkatkan perannya dalam industri teknologi global dan meningkatkan kemampuan manufakturnya.

Indonesia tidak perlu beralih dari sumber daya alamnya, melainkan memikirkan kembali strategi pertumbuhannya untuk memenuhi tujuan pembangunannya. Model ekonomi Indonesia yang sangat bergantung pada ekspor sumber daya alam membuat Indonesia rentan terhadap volatilitas pasar global dan masalah lingkungan, serta secara historis membatasi ruang lingkup diversifikasi industri dan kemajuan sumber daya manusia.

Meskipun Indonesia telah mulai memanfaatkan aset-aset seperti nikel untuk industri-industri yang sedang berkembang seperti produksi baterai, masih ada kesenjangan yang signifikan dalam investasi sumber daya manusia. Kekurangan dalam mengembangkan tenaga kerja terampil dan mendorong inovasi merupakan area penting yang perlu diperhatikan agar Indonesia dapat sepenuhnya merealisasikan potensi dari strategi ekonominya yang telah direformasi. Dengan berfokus pada pendidikan, pelatihan, dan penelitian dan pengembangan, Indonesia dapat meningkatkan kemampuan tenaga kerjanya untuk mendukung dan mendorong sektor-sektor yang sedang berkembang, sehingga memastikan jalur pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang dan berkelanjutan.

Indonesia juga dapat meningkatkan investasi di bidang penelitian dan pengembangan dan sumber daya manusia dengan memperkenalkan persyaratan dalam kebijakan FDI. Persyaratan adalah alat yang ampuh yang dapat digunakan pemerintah untuk membentuk investasi dan menciptakan pasar bersama dengan sektor swasta.

Indonesia dapat menggunakan persyaratan dalam kebijakan PMA-nya untuk meningkatkan litbang dan sumber daya manusia, dengan langkah-langkah yang memungkinkan seperti mandat transfer teknologi, kuota tenaga kerja lokal, dan persyaratan investasi litbang. Namun, memberlakukan persyaratan ini menimbulkan tantangan, termasuk menyeimbangkan daya tarik investasi dengan persyaratan yang ketat, memastikan kepatuhan terhadap komitmen internasional, dan menghindari risiko pembalasan perdagangan.

Sebagai contoh, pada tahun 2020, pemerintah mengeluarkan peraturan yang memungkinkan wajib pajak yang melakukan kegiatan litbang tertentu untuk menerima pengurangan 100 persen dari penghasilan bruto untuk biaya yang dikeluarkan, dengan pengurangan tambahan untuk kolaborasi yang menghasilkan paten atau komersialisasi. Inisiatif Global Minimum Tax bertujuan untuk menstandarisasi tarif pajak perusahaan, tetapi dapat membuat keringanan pajak Indonesia untuk R&D menjadi kurang menarik bagi perusahaan multinasional, sehingga mempengaruhi investasi asing dalam R&D.  

Selain itu, kondisi yang terlalu ketat dapat menghalangi investor untuk melakukan investasi. Mengadopsi sikap tegas terhadap komoditas seperti larangan ekspor nikel Indonesia dapat mempercepat pengembangan dan adopsi teknologi yang tidak bergantung pada nikel, seperti lithium. Lithium semakin populer sebagai bahan baterai EV pilihan karena lebih murah daripada nikel dan dapat diperoleh dengan biaya transportasi yang lebih rendah dan rantai pasokan yang lebih aman.

Agar persyaratan menjadi efektif, Indonesia harus menyeimbangkan otonomi dan keterikatannya dalam berurusan dengan perusahaan dan entitas swasta lainnya. Indonesia memiliki kekuatan regulasi yang substansial terhadap perusahaan swasta tetapi menghadapi tantangan dalam menjalankannya secara efektif. Populasi dan geografisnya yang beragam menimbulkan tantangan logistik. Inefisiensi birokrasi, ketidakkonsistenan kebijakan karena perubahan politik dan kurangnya kapasitas dan keahlian di badan-badan regulasi merupakan rintangan yang signifikan. Masalah korupsi dan transparansi semakin memperumit regulasi yang efektif. Konflik kepentingan dapat muncul ketika BUMN dan pejabat Indonesia sangat terlibat dalam industri, baik sebagai entitas penghasil laba maupun sebagai regulator.

Sebagai contoh, di industri nikel Indonesia, BUMN PT Aneka Tambang (Antam) merupakan contoh potensi konflik kepentingan karena peran gandanya dalam operasi komersial dan pengaruh regulasi. Antam, pemain kunci dalam penambangan dan pengolahan nikel, memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan, sementara Antam juga terkait dengan badan pengatur yang bertanggung jawab atas standar lingkungan dalam pertambangan. Untuk mengatasi konflik kepentingan ini, diperlukan pengawasan lingkungan yang kuat dan independen, audit lingkungan yang transparan, dan keterlibatan masyarakat dalam pemantauan.

Disadur dari: eastasiaforum.org