Pendahuluan
Industri konstruksi dikenal sebagai sektor yang padat modal, kompleks, dan penuh ketergantungan antarpihak. Sayangnya, karakteristik ini juga menjadikannya ladang subur bagi korupsi dan infiltrasi kejahatan terorganisir. Dalam studi komprehensif berjudul A Review of Corruption and Organized Crime in the Construction Industry oleh Lars Flysjö (2020), ditelusuri secara mendalam bagaimana kelompok kriminal terorganisir memanfaatkan sektor ini untuk memperluas pengaruh, kekuasaan, dan profit mereka, baik di negara maju seperti Swedia maupun dalam konteks mafia Italia, Jepang, Kanada, hingga India.
Studi ini merupakan telaah literatur terhadap 15 artikel ilmiah dengan pendekatan kualitatif, dan berfokus pada fungsi korupsi dalam penyusupan kelompok kriminal ke industri konstruksi.
Fungsi Utama Korupsi dalam Infiltrasi Organisasi Kriminal
1. Penegakan Kartel
Kartel dalam industri konstruksi merujuk pada kolusi antar perusahaan untuk mengatur harga, memenangkan tender, dan menyingkirkan kompetitor. Dalam praktiknya:
- Di Palermo, mafia menjadi mediator tender publik dengan “biaya koordinasi” sebesar 10% dari nilai kontrak (Savona, 1995).
- Di Naples, Camorra mendapatkan 3–5% dari kontrak sebagai imbalan atas penyediaan tenaga kerja dan logistik (Vine, 2012).
- Di Montreal, perusahaan yang tidak bergabung dengan kartel diintimidasi atau dipaksa keluar oleh mafia lokal (Jaspers, 2019).
- Kartel di Belanda bahkan tidak memerlukan kehadiran mafia karena telah menjadi praktik industri yang “dinormalisasi”.
Penegakan kartel melalui korupsi terhadap pejabat publik memungkinkan mafia atau OCG (Organized Crime Groups) mendapatkan jaminan “keamanan pasar” dalam jangka panjang.
2. Organisasi Tenaga Kerja Gelap
Salah satu strategi utama kejahatan terorganisir adalah mengoperasikan jaringan tenaga kerja ilegal. Studi van Duyne (1993) menunjukkan jaringan kriminal Inggris mengorganisasi 200–300 pekerja di proyek-proyek Eropa Barat menggunakan perusahaan fiktif dan faktur palsu.
Untuk menjalankan skema ini, diperlukan korupsi terhadap pejabat imigrasi, pajak, dan pengawas proyek agar operasi berjalan tanpa hambatan.
3. Korupsi terhadap Serikat Pekerja
Di New York, mafia memperoleh kekuasaan besar melalui kendali atas serikat buruh seperti Teamsters Union, dan mengatur arus dana miliaran dolar dalam bentuk dana pensiun dan kontrak (Block & Griffin, 1997). Salah satu kasus paling mencolok adalah John Giura, yang mengatur aliran >USD 1 miliar ke broker tertentu dengan imbalan kickback.
Laporan investigasi tahun 1987 menunjukkan korupsi yang sangat luas di sektor konstruksi publik New York, tapi rekomendasinya tidak diterapkan karena resistensi dari pengembang dan serikat (Woodiwiss, 2015).
4. Korupsi terhadap Politisi dan Proses Perencanaan Kota
Korupsi politik adalah aspek kunci. Dalam banyak kasus, mafia:
- Mengatur izin mendirikan bangunan
- Mempengaruhi alokasi proyek publik
- Mengatur zona pemukiman dan rencana kota
Contoh paling gamblang adalah:
- Kota Desio di Italia Utara, di mana ‘Ndrangheta mengendalikan pejabat, pengembang, dan agen real estate untuk merancang rencana tata kota demi keuntungan sendiri (Chiodelli, 2019).
- Di Mumbai, kelompok kriminal bertransformasi dari penyelundup menjadi pengembang properti kelas atas, bekerja sama dengan politisi dan birokrat (Weinstein, 2008).
Faktor-Faktor Kritis yang Memungkinkan Infiltrasi
1. Regulasi (dan Deregulasi)
Menariknya, baik keberadaan regulasi maupun ketiadaannya sama-sama bisa dieksploitasi. Contoh:
- Deregulasi di era pasca-Perang Dunia II di Italia menciptakan celah bagi mafia untuk menguasai pasar kontruksi (Savona, 1995).
- Regulasi yang rumit dan birokrasi yang lambat membuat proses perizinan menjadi peluang untuk suap dan jual beli keputusan.
2. Insentif Struktural dan Budaya
Industri konstruksi memiliki struktur unik:
- Proyek bersifat temporer
- Banyak subkontraktor kecil
- Keterlibatan langsung pemerintah (sebagai pemberi kerja, regulator, dan pengembang)
Hal ini menciptakan ekosistem yang rentan terhadap kolusi. Ditambah lagi, dalam banyak budaya, praktik seperti hadiah atau balas jasa masih dianggap normal, memperkuat toleransi terhadap korupsi.
3. Ekonomi Transisi
Ekonomi yang sedang bertransisi (pasca-konflik, liberalisasi pasar) sangat rawan:
- Di Italia selatan, 1.708 perusahaan milik mafia disita pada 2011, dan sepertiganya adalah perusahaan konstruksi (Scognamiglio, 2018).
- Di Swedia, pergeseran dari masyarakat egaliter ke arah ketimpangan ekonomi juga memicu pertumbuhan jaringan kriminal dan eksploitasi di sektor konstruksi (Therborn, 2020).
4. Kekuatan Diskresioner
Kewenangan mutlak tanpa akuntabilitas adalah pemicu utama korupsi. Studi menunjukkan bahwa pejabat publik seringkali menggunakan diskresi dalam:
- Memberikan izin proyek
- Menentukan pemenang tender
- Mengabaikan pelanggaran dengan imbalan suap
Kasus besar seperti operasi “Clean Hands” di Italia membuktikan bahwa diskresi yang tidak terkontrol bisa menjadi sistem korupsi yang mapan.
Relevansi dan Potensi Ancaman di Swedia
Swedia, meski dianggap sebagai negara dengan tingkat korupsi rendah, mulai menunjukkan tanda-tanda bahaya:
- Jaringan kriminal seperti Hells Angels mulai terlibat dalam proyek konstruksi besar (SVT, 2019).
- Tidak adanya kerangka hukum untuk mencegah perusahaan milik geng kriminal memenangkan tender publik menjadi celah serius (Savona et al., 2015).
- Penelitian menunjukkan bahwa “pasar gelap tenaga kerja” di sektor konstruksi menghasilkan lebih dari €10 juta setiap tahun (Heber, 2009).
Kesimpulan dan Rekomendasi
Korupsi adalah pintu masuk utama bagi kejahatan terorganisir ke dalam industri konstruksi. Mereka memanfaatkan celah dalam regulasi, budaya toleransi, diskresi pejabat, dan struktur proyek yang kompleks.
Studi ini menyarankan bahwa untuk mencegah hal ini:
- Transparansi tender publik harus diperkuat
- Sistem blacklist global dan nasional perlu diterapkan
- Pengawasan independen dan whistleblowing system wajib dibentuk
- Pemerintah harus mengurangi kewenangan diskresioner tanpa pengawasan
Sebagaimana ditekankan Flysjö (2020), tantangan masa depan bukan hanya pada pemberantasan, tetapi mengenali pola awal infiltrasi sebelum kejahatan terorganisir berkembang menjadi bagian dari sistem.
Sumber asli:
Flysjö, L. (2020). A Review of Corruption and Organized Crime in the Construction Industry. Malmö University: Faculty of Health and Society, Department of Criminology.