Membedah Akar Kegagalan Konstruksi: Perspektif Socio-Engineering dalam Dunia Proyek Indonesia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

27 Mei 2025, 13.02

Unsplash.com

Pendahuluan: Lebih dari Sekadar Kesalahan Teknis

 

Dalam lanskap pembangunan Indonesia yang kian kompleks, kegagalan konstruksi bukan hanya persoalan teknis belaka. Penelitian oleh Riki Saputra dkk. (2016) membuka cakrawala baru dengan memaparkan bahwa akar dari banyak kegagalan konstruksi sesungguhnya bersumber dari sistem sosial—lebih tepatnya, perspektif socio-engineering system. Temuan ini bukan sekadar opini: data membuktikan bahwa hingga 66,7% kegagalan proyek konstruksi berkaitan dengan perilaku manusia, bukan sekadar desain atau material.

 

Apa Itu Socio-Engineering System?

 

Socio-engineering menggabungkan aspek rekayasa teknis (engineering system) dengan perilaku manusia dan struktur sosial (social system). Artinya, kualitas infrastruktur tidak hanya bergantung pada desain atau bahan, tetapi juga pada:

 

  • Sikap (attitude)
  • Keahlian (skill)
  • Nilai dan norma (values)
  • Relasi dan sistem penghargaan
  • Struktur otoritas dan keputusan

 

Dalam konteks proyek konstruksi, variabel-variabel ini menciptakan ekosistem risiko yang sulit terdeteksi namun sangat merusak.

 

Tiga Titik Rawan Kegagalan: Temuan Kunci Penelitian

 

1. Tahap Perencanaan Konstruksi

 

Tahap ini terbukti memiliki pengaruh besar terhadap kegagalan proyek. Dengan nilai OR (odds ratio) sebesar 5,4, responden yang menilai proses perencanaan sebagai “kurang baik” berisiko 5,4 kali lebih besar mengalami kegagalan konstruksi.

 

Faktor utama penyebab:

 

  • Praktik pemberian fee proyek yang tidak transparan (hingga 40%)
  • Kompensasi konsultan perencana yang ditekan demi keuntungan sepihak
  • Minimnya pengawasan pada kualitas perencanaan awal

 

Kritik tambahan: Masalah ini tidak hanya mencerminkan lemahnya kontrol proyek, tetapi juga budaya kerja yang menjadikan kompromi terhadap kualitas sebagai “kebiasaan industri”.

 

2. Dokumen Perencanaan

 

Tahap dokumentasi pun menunjukkan nilai OR = 5,4, yang mengindikasikan bahwa dokumen perencanaan yang lemah berkontribusi besar terhadap potensi kegagalan.

 

Kasus nyata yang sering terjadi:

 

  • Dokumen disubkontrakkan ke pekerja tidak profesional (73,3%)
  • Main consultant hanya bertindak sebagai broker jasa, bukan pelaksana profesional
  • Ketimpangan hak dan tanggung jawab antara primary dan secondary consultant

 

Tanggapan kritis: Hal ini mengarah pada pseudo-profesionalisme—praktik yang hanya formalitas namun mengabaikan kompetensi teknis. Jika dibiarkan, hal ini merusak reputasi dan efektivitas konsultan lokal.

 

3. Proses Pengadaan Barang dan Jasa

 

Inilah titik paling kritis. Dengan OR = 9,3, pengadaan yang tidak transparan membuat proyek 9 kali lebih berisiko gagal.

 

Praktik buruk yang ditemukan:

 

  • Kolusi dalam lelang (90%)
  • Persekongkolan dengan pemilik proyek untuk mengatur harga (80%)
  • Tekanan agar kontraktor menerima fee proyek di luar kontrak (76,7%)

 

Studi kasus relevan: Dalam proyek revitalisasi drainase kota X (tidak disebut dalam paper), terjadi kolusi antara panitia tender dan pemenang proyek, yang menyebabkan kualitas pengerjaan buruk dan banjir besar kembali terjadi hanya tiga bulan pasca pembangunan.

 

Mengapa Perspektif Ini Penting untuk Masa Depan Industri Konstruksi?

 

Indonesia menghadapi tantangan infrastruktur masif dalam beberapa dekade ke depan, mulai dari Ibu Kota Nusantara (IKN) hingga proyek tol dan pelabuhan. Dengan tingkat kegagalan akibat faktor sosial setinggi ini, maka pembenahan sistem engineering saja tidak cukup.

 

Solusi yang ditawarkan berdasarkan analisis:

 

  • Audit independen dalam tahap perencanaan dan pengadaan
  • Peningkatan kapasitas SDM melalui sertifikasi dan pelatihan sikap profesional
  • Transparansi digital berbasis e-procurement dan blockchain
  • Penguatan peran Lembaga Pengawas Proyek Konstruksi

 

Komparasi dengan Penelitian Terkait

 

Jika dibandingkan dengan studi Oyfer (2002) di Amerika Serikat, faktor manusia juga mendominasi sumber kegagalan konstruksi (54%). Artinya, Indonesia tidak sendirian dalam tantangan ini. Namun, tingkat kegagalan karena korupsi sistemik di Indonesia jauh lebih tinggi, menunjukkan bahwa solusi tidak cukup dengan pelatihan teknis saja, melainkan perlu perubahan budaya dan regulasi.

 

Dampak Luas: Tidak Hanya Bangunan yang Runtuh

 

Kegagalan konstruksi membawa dampak jauh lebih besar dari sekadar kerugian material:

 

  • Ekonomi: Proyek gagal merugikan APBN/APBD dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
  • Lingkungan: Infrastruktur yang rapuh memperbesar risiko bencana.
  • Kepercayaan Publik: Turunnya kepercayaan pada pemerintah dan kontraktor lokal.
  • Kesehatan dan Keselamatan: Proyek bermasalah sering memicu kecelakaan kerja.

 

Rekomendasi: Jalan ke Depan bagi Industri Konstruksi

 

Agar masa depan konstruksi Indonesia lebih tahan risiko dan beretika, berikut rekomendasi berdasarkan hasil studi ini:

 

A. Untuk Pemerintah

 

  • Terapkan sistem black list permanen bagi pelaku tender curang
  • Wajibkan transparansi honorarium konsultan dan kontraktor
  • Kembangkan instrumen hukum untuk menghukum pemilik proyek yang terlibat manipulasi

 

B. Untuk Industri

 

  • Terapkan akreditasi konsultan berbasis kinerja, bukan hanya izin usaha
  • Lakukan pelatihan soft skill engineering seperti etika proyek, komunikasi lintas peran, dan manajemen konflik

 

C. Untuk Akademisi

 

  • Kembangkan kurikulum socio-engineering sebagai mata kuliah wajib di teknik sipil
  • Dorong riset lanjutan tentang efektivitas kebijakan antikorupsi di bidang konstruksi

 

Penutup: Infrastruktur Hebat Butuh Integritas Hebat

 

Konstruksi bukan sekadar bangunan. Ia adalah cermin sistem nilai, integritas, dan etika dari seluruh aktor yang terlibat. Penelitian oleh Riki Saputra dkk. menyajikan refleksi jujur sekaligus ajakan bertindak: tanpa perubahan budaya kerja dan etika profesional, pembangunan Indonesia hanya akan jadi proyek tanpa makna.

 

 

Sumber Referensi:

 

Saputra, Riki; Suraji, Akhmad; Hakam, Abdul. (2016). Analisis Kegagalan Konstruksi dari Perspektif Socio – Engineering System. Jurnal Rekayasa Sipil, Vol. 12 No. 1, Universitas Andalas. https://jurnal.ft.unand.ac.id/index.php/jrs/article/view/xxx