Air, Pilar Keberlanjutan dan Kesejahteraan
Di tengah krisis iklim, urbanisasi pesat, dan pertumbuhan penduduk global, air bersih menjadi isu strategis yang menentukan masa depan banyak negara berkembang. Paper “Water Security Framework” dari WaterAid (2012) hadir sebagai panduan komprehensif untuk memahami, mengukur, dan memperkuat ketahanan air di komunitas miskin dunia. Artikel ini mengupas framework tersebut secara kritis, mengaitkannya dengan tren global, serta menyoroti studi kasus dan angka-angka penting yang memperkuat urgensi aksi nyata di sektor air.
Mengapa Water Security Menjadi Isu Global?
Definisi dan Dimensi Ketahanan Air
WaterAid mendefinisikan water security sebagai “akses andal terhadap air dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk kebutuhan dasar manusia, mata pencaharian kecil, serta layanan ekosistem lokal, disertai pengelolaan risiko bencana air yang baik”1. Definisi ini menegaskan bahwa air bukan sekadar kebutuhan domestik, tetapi juga penopang ekonomi mikro dan ekosistem.
Krisis Air: Antara Ketersediaan dan Akses
Krisis air global sering disalahartikan sebagai kelangkaan absolut. Faktanya, di banyak negara miskin, masalah utama adalah kelangkaan sosial-ekonomi: air tersedia, tetapi distribusi, pengelolaan, dan aksesnya sangat timpang. Contohnya, 768 juta orang di dunia masih belum memiliki akses ke air bersih, dan 2.000 anak meninggal setiap hari akibat diare yang berkaitan dengan air kotor1. Sementara itu, di Afrika, populasi diproyeksikan akan meningkat dua kali lipat pada 2050, menambah tekanan pada sumber daya air yang sudah terbatas1.
Ancaman Utama terhadap Ketahanan Air
1. Lemahnya Tata Kelola dan Kapasitas Institusi
Banyak negara berkembang menghadapi kendala institusional: kurangnya investasi, keterampilan, dan kapasitas manusia dalam mengelola sumber daya air. Bahkan jika dana tersedia, implementasi sering terhambat oleh birokrasi dan lemahnya pengawasan. Delegasi pengelolaan air ke komunitas tanpa dukungan teknis yang memadai sering berujung pada kegagalan layanan air1.
2. Eksklusi Sosial dan Politik
Faktor diskriminasi—berdasarkan gender, status sosial, afiliasi politik, atau disabilitas—membuat kelompok rentan sering terabaikan dalam distribusi layanan air. Di beberapa wilayah, komunitas yang tidak mendukung partai berkuasa tidak mendapat prioritas layanan, memperparah ketimpangan1.
3. Kemiskinan dan Ketahanan Komunitas
Kemiskinan berdampak langsung pada akses air: rumah tangga miskin tidak mampu membayar layanan air atau membeli alat penampungan. Dalam kondisi kekeringan, keluarga kaya bisa mengakses lebih banyak air karena memiliki sumber daya lebih (misal, jeriken, hewan angkut), sedangkan yang miskin semakin rentan1.
4. Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi
Afrika dan Asia Selatan mengalami pertumbuhan penduduk dan urbanisasi tercepat di dunia. Populasi Afrika diperkirakan melonjak dari 1,03 miliar (2010) menjadi 2 miliar pada 2050. Urbanisasi memperbesar konsumsi air domestik dan menambah tekanan pada infrastruktur yang sudah rapuh1.
5. Variabilitas Iklim dan Perubahan Iklim
Negara-negara tropis menghadapi variabilitas curah hujan yang ekstrem. Di Malawi, misalnya, distribusi hujan sangat tidak merata, menyebabkan gagal panen dan krisis air. Perubahan iklim memperburuk ketidakpastian ini, meski dampak lokalnya sulit diprediksi secara pasti1.
6. Kompleksitas Hidrogeologi dan Tantangan Teknis
Setengah populasi pedesaan Sub-Sahara Afrika tinggal di wilayah dengan hidrogeologi kompleks, sehingga pengeboran sumur sering gagal jika tidak didukung survei ilmiah. Di daerah pegunungan seperti Nepal dan Ethiopia, akses air sangat dipengaruhi oleh topografi yang sulit dijangkau1.
7. Kualitas Air dan Polusi
Selain kuantitas, kualitas air menjadi tantangan besar. 2.000 anak meninggal setiap hari akibat penyakit yang berhubungan dengan air kotor. Kontaminasi mikrobiologis, arsenik, dan fluoride menjadi ancaman utama di banyak wilayah Asia dan Afrika1.
Dimensi Ketahanan Air Menurut WaterAid
Akses Andal
Akses dianggap layak jika masyarakat dapat memperoleh air bersih dalam jarak dan waktu tempuh yang wajar, tanpa diskriminasi. Namun, banyak komunitas harus berjalan jauh atau membeli air mahal dari vendor, meningkatkan beban perempuan dan anak-anak1.
Kuantitas
Standar minimum menurut Sphere Handbook adalah 15 liter per orang per hari untuk kebutuhan dasar, sementara WHO merekomendasikan 100 liter per orang per hari untuk penggunaan domestik optimal. Namun, di banyak negara miskin, konsumsi aktual jauh di bawah standar ini1.
Kualitas
Air minum harus bebas kontaminan berbahaya dan dapat diterima secara estetika (rasa, bau, warna). Namun, banyak sumber air di negara berkembang tercemar limbah domestik, pertanian, atau industri1.
Risiko Bencana
Ketahanan air juga berarti mampu menghadapi risiko bencana seperti banjir dan kekeringan. Di Ethiopia, sumur dangkal sering gagal saat musim kemarau, memaksa warga mencari air ke sumber yang lebih jauh dan tidak aman1.
Studi Kasus: Praktik Nyata di Lapangan
1. Ethiopia: Ketahanan Air di Tengah Kekeringan
Penelitian di Ethiopia menunjukkan bahwa kekeringan berulang menyebabkan sumur dangkal mengering, memaksa warga menggunakan sumber air yang tidak aman. Selain itu, ketika panen gagal, pendapatan rumah tangga turun drastis sehingga tidak mampu membiayai perawatan fasilitas air. Program WaterAid di Ethiopia menekankan pentingnya pemantauan air tanah dan diversifikasi sumber air untuk meningkatkan ketahanan1.
2. India: Perencanaan Air Berbasis Komunitas
Di India, WaterAid mengembangkan “water security plans” berbasis komunitas di wilayah Bundelkhand yang rawan kekeringan. Pendekatan ini melibatkan pemetaan sumber air, penetapan prioritas penggunaan (misal, air minum vs irigasi), serta pengembangan sistem peringatan dini kekeringan. Hasilnya, masyarakat lebih siap menghadapi musim kering dan mampu mengelola konflik antar pengguna air1.
3. Burkina Faso: Monitoring Partisipatif Air Tanah
Di Burkina Faso, WaterAid memperkenalkan alat sederhana untuk memantau level air sumur secara partisipatif. Dengan alat ini, masyarakat dapat mendeteksi penurunan air tanah lebih awal dan mengambil langkah adaptasi, seperti membatasi penggunaan atau mencari sumber alternatif1.
4. Nepal: Masterplan Pengguna Air
Di Nepal, pengembangan “water user master plans” melibatkan seluruh pemangku kepentingan desa untuk menyepakati alokasi air, terutama di musim kering. Proses ini mendorong transparansi dan keadilan dalam distribusi air, serta memperkuat hubungan antara komunitas dan pemerintah lokal1.
5. Madagascar: Pengelolaan Sumber Air Berbasis Sub-Catchment
WaterAid di Madagaskar menerapkan pendekatan pengelolaan sub-catchment, yaitu satuan wilayah kecil yang lebih mudah dikendalikan daripada skala DAS besar. Melalui pendekatan ini, masyarakat dapat mengidentifikasi ancaman lokal, seperti polusi atau over-abstraksi, dan merancang solusi bersama1.
Angka-Angka Penting dari Paper
- 768 juta orang masih kekurangan akses air bersih.
- 2.000 anak meninggal setiap hari akibat diare yang berhubungan dengan air kotor.
- Populasi Afrika diproyeksikan naik dua kali lipat pada 2050.
- 1,3 miliar orang di dunia menggunakan air tanah dari sumur bor.
- 85% populasi Afrika tinggal di wilayah di mana air tanah berada kurang dari 50 meter dari permukaan, memperbesar potensi pengembangan sumur bor dangkal1.
Framework ABCDE: Strategi Praktis Meningkatkan Ketahanan Air
WaterAid memperkenalkan pendekatan ABCDE untuk pengelolaan air berbasis komunitas:
- Assessment (Penilaian): Memetakan kebutuhan, ketersediaan, dan risiko air secara partisipatif.
- Bargaining (Perundingan): Negosiasi alokasi air antar pengguna untuk mencegah konflik dan memastikan keadilan.
- Codification (Kodifikasi): Membuat aturan tertulis atau kesepakatan bersama terkait penggunaan dan perlindungan sumber air.
- Delegation (Delegasi): Menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas implementasi dan pemantauan aturan.
- Engineering (Rekayasa): Meningkatkan infrastruktur, seperti penambahan sumur, penampungan air hujan, atau perbaikan sistem distribusi1.
Komitmen Minimum WaterAid: Standar Emas untuk Intervensi Air
WaterAid menetapkan serangkaian komitmen minimum dalam setiap program, antara lain:
- Penilaian kebutuhan air seluruh komunitas sebelum proyek dimulai.
- Pengujian kualitas air pada semua sumber baru atau yang diperbaiki.
- Larangan pembangunan sumber air di dekat potensi kontaminasi.
- Desain inklusif agar semua kelompok (termasuk penyandang disabilitas) dapat mengakses air.
- Monitoring berkelanjutan terhadap level air tanah dan kualitas air.
- Penguatan kapasitas pemerintah lokal untuk membantu komunitas saat terjadi ancaman terhadap ketahanan air1.
Koneksi dengan Tren Global dan Industri
Agenda SDGs dan Keadilan Sosial
Framework WaterAid sangat relevan dengan SDG 6 (Clean Water and Sanitation), SDG 13 (Climate Action), dan SDG 1 (No Poverty). Pendekatan berbasis komunitas dan inklusi sosial menjadi kunci untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam akses air bersih1.
Industri dan Bisnis
Perusahaan multinasional kini semakin memperhatikan risiko air dalam rantai pasok mereka, terutama di sektor agribisnis dan manufaktur. Investasi pada infrastruktur air dan sanitasi bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga strategi bisnis untuk mengurangi risiko operasional dan reputasi1.
Adaptasi Iklim dan Inovasi Teknologi
Teknologi sederhana seperti alat pemantau air tanah, sumur bor dangkal, dan penampungan air hujan terbukti efektif dan mudah diadopsi di komunitas miskin. Namun, inovasi harus disesuaikan dengan konteks lokal dan melibatkan partisipasi masyarakat agar berkelanjutan1.
Opini dan Perbandingan dengan Studi Lain
Framework WaterAid menawarkan pendekatan praktis yang menyeimbangkan aspek teknis, sosial, dan kelembagaan. Dibandingkan dengan laporan World Bank atau UNDP yang cenderung makro dan top-down, WaterAid menekankan pentingnya pemberdayaan komunitas dan penguatan kapasitas lokal. Namun, tantangan implementasi tetap besar: korupsi, minimnya investasi, dan perubahan perilaku masyarakat masih menjadi hambatan utama. Kolaborasi lintas sektor dan advokasi kebijakan tetap dibutuhkan untuk mempercepat pencapaian ketahanan air secara luas1.
Rekomendasi dan Langkah ke Depan
- Peningkatan Investasi Lokal: Pemerintah dan donor harus memperbesar alokasi dana untuk infrastruktur air berbasis komunitas.
- Penguatan Tata Kelola: Reformasi kelembagaan dan transparansi sangat penting untuk mengurangi kebocoran dana dan meningkatkan efektivitas program.
- Inovasi Teknologi Tepat Guna: Fokus pada teknologi murah, mudah dirawat, dan sesuai kebutuhan lokal.
- Pemberdayaan Komunitas: Libatkan perempuan, kelompok rentan, dan pemuda dalam perencanaan dan pengelolaan air.
- Integrasi dengan Sektor Lain: Hubungkan program air dengan kesehatan, pendidikan, dan pengurangan risiko bencana untuk dampak yang lebih luas.
Air, Investasi Masa Depan yang Tak Ternilai
“Water Security Framework” dari WaterAid membuktikan bahwa ketahanan air adalah fondasi utama pembangunan berkelanjutan. Dengan mengedepankan pendekatan berbasis komunitas, inklusi sosial, dan adaptasi teknologi, framework ini layak dijadikan rujukan bagi pemerintah, donor, dan pelaku industri yang ingin membangun masa depan yang lebih adil, sehat, dan resilien. Investasi pada air bukan sekadar memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan ketahanan menghadapi perubahan iklim.
Sumber Asli Artikel
WaterAid (2012) Water security framework. WaterAid, London.