Pendahuluan: Mengapa Value Management Jadi Sorotan?
Di tengah meningkatnya tuntutan efisiensi anggaran dan percepatan pembangunan infrastruktur, pendekatan design and build (D-B) menjadi primadona baru dalam sistem pengadaan konstruksi. Namun efisiensi metode ini tidak akan maksimal tanpa penerapan value management (VM) — sebuah pendekatan terstruktur yang dirancang untuk mencapai best value for money melalui optimalisasi fungsi, biaya, dan kualitas proyek.
Artikel ini mengisi celah penting dalam literatur: bagaimana mengidentifikasi critical success factors (CSFs) dari VM secara spesifik dalam proyek infrastruktur berbasis sistem D-B di Indonesia — sebuah wilayah yang masih jarang dieksplorasi secara akademik.
Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan Utama
-
Mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan (critical success factors) pada setiap tahap pelaksanaan VM dalam proyek D-B.
-
Menyusun kerangka kerja (framework) yang dapat digunakan dalam proyek infrastruktur di Indonesia.
Metodologi Singkat
-
28 faktor dievaluasi melalui survei berbasis kuesioner kepada kontraktor proyek infrastruktur (swasta dan BUMN).
-
Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan Relative Importance Index (RII) menggunakan skala Likert 1–5.
-
Validitas dan reliabilitas diuji menggunakan Cronbach’s Alpha (rentang 0.722–0.890).
Tiga Pilar Utama Value Management dalam Proyek Design and Build
Tahap 1: VM Pre-Study
VM dimulai sebelum konstruksi — saat informasi proyek dikumpulkan dan strategi dirumuskan. Tiga faktor paling krusial:
-
Kelengkapan informasi proyek (RII = 0.962)
-
Gambar teknis, data biaya, kondisi eksisting, dan spesifikasi harus diperbarui.
-
-
Kejelasan tujuan VM (RII = 0.914)
-
Tanpa tujuan yang eksplisit, proses VM akan kehilangan arah.
-
-
Pengalaman tim VM (RII = 0.886)
-
Tim berpengalaman lebih mampu menjalankan analisis fungsional secara kreatif dan produktif.
-
“Kurangnya persiapan dapat menyebabkan gagalnya identifikasi ide inovatif pada tahap kreatif VM.” — Othman et al. (2021)
Tahap 2: VM Study
Ini merupakan inti dari proses VM, terdiri dari 6 fase: Information, Function Analysis, Creative, Evaluation, Development, Presentation. Tiga faktor teratas:
-
Perbandingan desain awal dan alternatif dari sudut biaya (RII = 0.924)
-
Menentukan apakah desain alternatif benar-benar hemat biaya.
-
-
Kreativitas dalam menghasilkan ide inovatif (RII = 0.908)
-
Mendorong sinergi tim lintas disiplin untuk solusi baru.
-
-
Pemilihan alternatif yang feasible secara implementasi (RII = 0.903)
-
Alternatif yang paling bisa diterapkan dan memberikan efisiensi nyata menjadi fokus.
-
“VM menjadi alat paling efektif jika seluruh pihak terlibat sejak tahap awal perencanaan.” — Shen & Liu (2003)
Tahap 3: VM Post-Study
Fokus utamanya adalah rencana implementasi. Satu faktor menonjol:
-
Pengembangan rencana pelaksanaan hasil VM (RII = 0.854)
-
Termasuk diplomasi lintas instansi, penjadwalan eksekusi, dan integrasi ke dokumen proyek utama.
-
Faktor Pendukung Kritis (Supporting Factor)
VM tidak akan berhasil tanpa:
-
Kerja sama seluruh stakeholder (RII = 0.876)
-
Kolaborasi reguler melalui rapat implementasi dan pengawasan pasca-workshop adalah kunci.
-
-
Tanpa ini, bahkan dalam sistem D-B yang bersifat terintegrasi, implementasi VM bisa terhambat oleh perbedaan kepentingan internal tim proyek.
Studi Kasus & Relevansi Lokal: Konteks Indonesia
-
D-B semakin populer dalam proyek infrastruktur nasional, didorong oleh regulasi Kementerian PUPR No. 25/2020.
-
Namun, seperti dicatat oleh KPPIP (2017), proyek infrastruktur besar sering menghadapi tantangan berupa persiapan lemah dan pembengkakan biaya.
-
VM terbukti menjadi solusi hemat: studi di Malaysia menunjukkan efisiensi biaya sebesar 23,53% pada proyek di atas 12 juta USD (Jaapar et al., 2012).
-
Di Indonesia, VM mulai diterapkan pada proyek jembatan dan terowongan sejak 2014 (Berawi et al., 2014).
Analisis Tambahan: Dibandingkan dengan Metode Lain
Kritik dan Saran
Kekuatan Paper:
-
Framework VM berbasis data empiris lokal (Indonesia).
-
Validasi metode statistik kuat (RII, Cronbach's Alpha).
-
Relevansi tinggi dengan konteks kebijakan nasional.
Ruang Perbaikan:
-
Minim pembahasan tentang digitalisasi (misal: integrasi BIM–VM).
-
Tidak membahas biaya implementasi VM secara langsung.
-
Perlu studi lanjutan untuk sektor non-infrastruktur (bangunan, energi, dll.)
Implikasi Praktis untuk Dunia Konstruksi
Bagi Pemerintah:
-
Perlu menetapkan kebijakan VM sebagai kewajiban, setara seperti di AS dan Australia.
-
Harus mengembangkan standar nasional untuk VM workshop dan pelaporan.
Bagi Kontraktor:
-
Harus menyusun tim VM sejak awal perencanaan proyek D-B.
-
Gunakan hasil VM sebagai basis revisi desain dan dokumen tender.
Bagi Akademisi:
-
Penelitian ini bisa jadi model awal untuk studi lanjut pada proyek EPC, PPP, dan modular construction.
-
Framework dapat diadaptasi untuk membentuk tools evaluasi performa VM dalam fase eksekusi.
Kesimpulan: VM adalah Kunci Strategis Efisiensi Proyek Design and Build
Melalui studi empiris yang solid, artikel ini menunjukkan bahwa keberhasilan value management dalam proyek design and build sangat bergantung pada:
-
Persiapan informasi dan tim sejak awal proyek,
-
Proses analitis dan kreatif dalam pengembangan alternatif desain,
-
Perencanaan implementasi yang konkret dan kolaboratif.
Framework yang dihasilkan menjadi panduan praktis bagi pemilik proyek, kontraktor, dan regulator dalam merancang strategi penghematan anggaran tanpa mengorbankan kualitas.
Sumber
Rostiyanti, S. F., Nindartin, A., & Kim, J.-H. (2023). Critical Success Factors Framework of Value Management for Design and Build Infrastructure Projects. Journal of Design and Built Environment, 23(1), 19–34.
DOI: 10.22452/jdbe.vol23no1.2