Membuka Mata Terhadap Bahaya yang Sering Diabaikan
Dalam dunia transportasi rel, ancaman paling nyata namun sering diremehkan adalah derailment—tergelincirnya kereta dari jalurnya. Meski tergolong jarang, konsekuensi dari peristiwa ini bisa sangat besar: korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan gangguan layanan yang melumpuhkan aktivitas masyarakat.
Salah satu titik paling rawan dalam sistem perkeretaapian adalah turnout, yakni bagian rel tempat kereta berpindah jalur. Penelitian oleh Serdar Dindar dan timnya (2017), yang dipublikasikan dalam IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, menyoroti secara mendalam bagaimana kegagalan sistem turnout, khususnya akibat kondisi lingkungan ekstrem, dapat memicu derailment. Mereka menggunakan pendekatan Fault Tree Analysis (FTA) untuk memetakan penyebab hingga ke akar paling dalam.
Mengapa Turnout Menjadi Titik Lemah yang Fatal?
Dalam jaringan rel di Inggris, terdapat hampir 19.000 titik turnout dari total 21.000 mil jalur rel. Ini berarti ada satu titik persimpangan untuk setiap satu mil lebih sedikit. Data menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen kecelakaan kereta api yang berisiko tinggi dalam satu dekade terakhir terjadi di bagian ini.
Lebih mencengangkan lagi, laporan Uni Eropa menunjukkan bahwa sekitar 500 derailment terjadi setiap tahun, dan sekitar 7 persen dari kasus tersebut berdampak katastrofik—menyebabkan puluhan korban jiwa dan kerugian material yang mencapai puluhan juta pound per kejadian.
Mengupas Metodologi: Bagaimana Fault Tree Analysis Bekerja
FTA adalah teknik deduktif untuk menganalisis risiko. Pendekatan ini dimulai dari satu top event, yaitu peristiwa tidak diinginkan yang ingin dicegah—dalam hal ini, kereta yang keluar dari jalur di titik turnout. Dari situ, FTA menyusuri ke belakang dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab, yang bisa berupa kegagalan komponen, kesalahan manusia, maupun kondisi lingkungan.
Hubungan antar penyebab digambarkan dalam bentuk pohon logika yang menggunakan gerbang "AND" dan "OR" untuk memperlihatkan apakah suatu kejadian terjadi akibat satu faktor saja atau kombinasi beberapa faktor. Penulis memanfaatkan logika Boolean untuk menghitung probabilitas kegagalan berdasarkan semua cabang dari pohon tersebut.
Peran Lingkungan: Faktor Alami yang Tak Bisa Diabaikan
Salah satu poin paling menarik dalam penelitian ini adalah penekanan pada pengaruh kondisi lingkungan terhadap sistem turnout. Banyak kejadian derailment yang berakar pada cuaca ekstrem, namun jarang mendapat perhatian yang memadai dalam desain maupun perawatan infrastruktur rel.
Misalnya, suhu tinggi bisa menyebabkan rel melengkung atau buckling. Ketika suhu meningkat drastis, ekspansi logam tidak lagi terkontrol, dan tekanan pada struktur turnout meningkat. Sebaliknya, suhu sangat rendah menjadikan logam menjadi rapuh, meningkatkan risiko patahnya komponen vital. Bahkan, fluktuasi suhu yang menyebabkan siklus beku dan cair dapat mengakibatkan deformasi plastik pada lapisan bawah rel, yang pelan tapi pasti menghancurkan kestabilan jalur.
Curah hujan ekstrem juga merupakan biang keladi. Saat hujan deras mengguyur, air yang menggenang bisa menyebabkan washout—erosi tanah di bawah rel yang tiba-tiba. Banjir juga bisa menyebabkan kegagalan pada motor pengalih rel karena korsleting listrik. Sementara salju, meskipun terlihat sepele, bisa menyumbat celah antara switch blade dan rel, menyebabkan kereta tidak dapat berbelok dengan sempurna.
Angin kencang pun tidak kalah berbahaya. Dalam kasus ekstrem, kereta bisa terangkat dari rel saat berada di atas turnout karena gaya aerodinamis yang berlebihan.
FTA dalam Praktik: Membangun Logika Derailment
Penulis menyusun struktur FTA dengan memetakan berbagai jenis kerusakan dan hubungannya dengan kondisi lingkungan. Di bagian paling atas adalah "kejadian puncak" yaitu derailment. Di bawahnya, terdapat peristiwa-peristiwa seperti kegagalan geometri rel, kerusakan komponen, deformasi pada dasar rel, hingga gangguan kelistrikan.
Semua peristiwa ini dipecah lagi ke penyebab lebih mendalam, seperti adanya suhu ekstrem, hujan deras, pembentukan es, kesalahan perawatan, hingga desain sistem drainase yang buruk. Setiap jalur dalam pohon logika ini bisa dihitung probabilitasnya secara matematis, menghasilkan estimasi kemungkinan suatu derailment akan terjadi di kondisi tertentu.
Contoh Nyata: Belajar dari Kasus Dunia Nyata
Di Inggris bagian selatan, beberapa tahun lalu, terjadi serangkaian kejadian buckling yang disebabkan oleh gelombang panas ekstrem. Suhu permukaan rel tercatat mencapai lebih dari 60 derajat Celsius. Banyak dari kasus tersebut terjadi di area turnout, di mana desain tidak sepenuhnya memperhitungkan ekspansi termal ekstrem. Ini menjadi pelajaran penting bahwa pemanasan global tidak hanya berdampak pada laut dan udara, tetapi juga pada jalur kereta api.
Proyek kereta cepat Singapura–Malaysia juga disebut dalam studi pendukung lain. Sistem rel di wilayah tropis seperti Asia Tenggara harus menghadapi kombinasi risiko: panas ekstrem, petir, banjir mendadak, serta kelembapan tinggi yang mempercepat korosi. Tanpa analisis risiko yang berbasis FTA, sistem seperti ini berisiko tinggi menghadapi kegagalan fatal.
Kekuatan dan Kelemahan Studi Ini
Salah satu keunggulan utama dari penelitian ini adalah pendekatannya yang kuantitatif namun fleksibel. Dengan menggunakan FTA yang digabungkan dengan data aktual dari laporan kecelakaan dan pengamatan cuaca, peneliti berhasil membangun model risiko yang bisa diterapkan di berbagai konteks.
Namun, asumsi bahwa semua faktor dalam model bersifat independen patut dipertanyakan. Dalam praktiknya, curah hujan tinggi sering kali beriringan dengan gangguan listrik dan penurunan kestabilan tanah. Artinya, beberapa basic event mungkin saling bergantung, dan model bisa diperbaiki dengan mempertimbangkan interaksi antar variabel.
Hal lain yang masih bisa dikembangkan adalah integrasi dengan data real-time dari sensor lapangan. Bayangkan jika model FTA ini digabungkan dengan jaringan IoT yang memantau suhu, kelembapan, dan tekanan tanah secara langsung—risiko derailment bisa diprediksi bahkan sebelum terjadi.
Implikasi Nyata untuk Industri Perkeretaapian
Penelitian ini bukan sekadar bahan bacaan akademis. Ia menyodorkan peta jalan untuk manajemen risiko infrastruktur perkeretaapian masa depan. Di tengah tantangan perubahan iklim dan urbanisasi, sistem seperti FTA bisa digunakan oleh:
- Operator rel untuk menyusun jadwal perawatan berbasis cuaca dan musim.
- Insinyur sipil untuk merancang turnout yang lebih tahan terhadap suhu ekstrem.
- Pembuat kebijakan untuk menetapkan standar minimum mitigasi risiko lingkungan.
Kesimpulan: FTA sebagai Alat Prediksi dan Pencegahan yang Kuat
Dengan menyandingkan pendekatan deduktif Fault Tree Analysis dan analisis lingkungan, studi ini mengangkat pentingnya pendekatan preventif dalam keselamatan kereta api. Turnout yang selama ini dianggap bagian teknis biasa, ternyata merupakan titik rawan yang perlu perhatian khusus—terutama di era iklim yang semakin tak terduga.
Dalam dunia di mana satu kesalahan kecil bisa berakibat fatal, pendekatan seperti ini layak dijadikan standar industri. Kita mungkin tidak bisa menghentikan hujan, angin, atau gelombang panas. Tapi kita bisa bersiap, dan itulah kekuatan dari riset semacam ini.
Sumber
Dindar, S., Kaewunruen, S., An, M., & Gigante-Barrera, Á. (2017). Derailment-based Fault Tree Analysis on Risk Management of Railway Turnout Systems. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 245(4), 042020. https://doi.org/10.1088/1757-899X/245/4/042020