Manajemen Air Gagal Jika Manusia Diabaikan: Studi Sosio-Hidrologi Dam Gavshan di Iran

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

29 Juli 2025, 13.44

pixabay.com

Krisis Air Bukan Sekadar Masalah Alam

Kekeringan dan perubahan iklim bukan satu-satunya biang kerok kelangkaan air. Studi terbaru membuktikan bahwa perilaku manusia dan sistem sosial memegang peran kunci dalam menciptakan atau menyelesaikan krisis air.

Penelitian di wilayah Gavshan, Iran Barat, menjadi bukti konkret. Meski memiliki bendungan dan infrastruktur irigasi modern, wilayah ini tetap mengalami ketimpangan serius antara ketersediaan dan konsumsi air.

Apa Itu Sosio-Hidrologi dan Mengapa Penting?

Pendekatan sosio-hidrologi memandang air bukan hanya dari sisi teknis atau fisik, tapi juga sebagai bagian dari dinamika masyarakat. Di sini, manusia tak sekadar pengguna air, tapi juga pengubah dan pembentuk siklus air.

Pendekatan ini melibatkan:

  • Perilaku masyarakat terhadap air
  • Sensitivitas terhadap krisis
  • Dinamika ekonomi dan sosial lokal
  • Kebijakan serta tata kelola

Studi Kasus: Dam Gavshan dan Ketimpangan Air

Dam Gavshan, dibangun tahun 2002, bertujuan untuk:

  • Mengairi 30.650 ha lahan pertanian
  • Memenuhi kebutuhan air minum Kermanshah
  • Menghasilkan 9,2 MW listrik

Namun, kenyataan di lapangan jauh dari harapan. Bendungan ini hanya mengairi 9.000 ha dan mengalami penurunan volume air signifikan akibat:

  • Kekeringan tahunan (penurunan curah hujan dari 405 mm ke 280 mm/tahun)
  • Over-eksploitasi air tanah
  • Distribusi air yang tidak adil
  • Pengelolaan yang tidak efektif

Metodologi: Root Cause Analysis (RCA)

Peneliti mewawancarai 87 petani dan ahli dari 41 desa dengan teknik snowball untuk menggali akar masalah. Proses dilanjutkan dengan:

  • Fishbone analysis untuk pemetaan masalah
  • GUT Matrix untuk menilai tingkat urgensi
  • Pareto Chart untuk menentukan prioritas penanganan

Temuan Kunci: Bukan Air yang Kurang, tapi Manajemen yang Lemah

1. Struktur Administrasi Lemah (48,49%)

Faktor terbesar dari ketidakefisienan adalah lemahnya sistem pengelolaan:

  • Pengambilan air ilegal
  • Kurangnya pemeliharaan infrastruktur
  • Penunjukan pengelola dari perusahaan kapital yang tidak produktif
  • Ketiadaan kerja sama antar lembaga

2. Perilaku Sosial Tidak Mendukung (21,41%)

Masyarakat kerap:

  • Mengambil air melebihi jatah
  • Tidak peduli terhadap krisis air
  • Tidak bekerja sama dalam distribusi
  • Menggunakan sistem irigasi tradisional yang boros

3. Penurunan Jasa Ekosistem (11,01%)

Kondisi ini menyebabkan:

  • Salinitas tanah meningkat
  • Pengeringan lahan basah Hashilan
  • Penurunan keanekaragaman hayati
  • Kerusakan kanal akibat retakan tanah

Lima Akar Masalah Utama (60% dari total masalah):

  1. Manajemen irigasi dan pola tanam yang buruk
  2. Tidak adanya rotasi tanaman
  3. Tidak adanya manajemen di tingkat DAS
  4. Gangguan aliran air akibat pemadaman listrik
  5. Penurunan harga hasil pertanian

Faktor Sosial dan Ekonomi yang Memperburuk Keadaan

  • Petani hanya menanam gandum dan canola tanpa mempertimbangkan rotasi lahan.
  • Tidak ada insentif untuk konservasi air karena air tampak "melimpah".
  • 90% penggunaan air di Gavshan untuk pertanian.
  • Banyak petani tidak punya modal untuk beralih ke irigasi modern.

Sensitivitas Masyarakat Masih Minim

Masyarakat tidak melihat penurunan air atau kerusakan ekosistem sebagai masalah bersama. Contohnya:

“Saya tidak tahu kalau rawa Hashilan pernah mengering,” ujar salah satu petani.

Hal ini menunjukkan minimnya literasi lingkungan dan kesadaran kolektif. Padahal, tanggapan masyarakat terhadap perubahan air sangat menentukan keberhasilan kebijakan konservasi.

Analisis Perbandingan: Studi Global Serupa

Penelitian serupa dilakukan di:

  • Australia (Campaspe dan Murrumbidgee Basin)
  • Spanyol (Tagus River)
  • Peru (agrikultur berbasis lokal di dataran tinggi)

Semua studi menekankan: Tanpa integrasi sosial, kebijakan air akan gagal.

Solusi Praktis untuk Gavshan dan Wilayah Lainnya

1. Perbaikan Pola Tanam dan Irigasi

  • Terapkan rotasi tanaman untuk menjaga kesuburan
  • Perluas adopsi sistem irigasi hemat air
  • Bangun kapasitas petani melalui pelatihan lokal

2. Reformasi Tata Kelola

  • Bentuk lembaga pengelola lintas sektor dan partisipatif
  • Terapkan kebijakan alokasi air yang adil dan transparan

3. Penguatan Edukasi dan Partisipasi

  • Edukasi tentang fungsi ekosistem dan jasa lingkungannya
  • Libatkan petani dan perempuan dalam proses pengambilan keputusan

Kesimpulan: Tanpa Masyarakat, Manajemen Air Akan Gagal

Sosio-hidrologi memberikan kerangka kerja baru untuk memahami krisis air: bukan hanya soal sumber daya, tapi soal bagaimana manusia dan air saling memengaruhi.

Kebijakan tanpa pemahaman sosial hanya akan memperparah masalah. Maka, pendekatan ini perlu diterapkan lebih luas—bukan hanya di Iran, tapi juga di negara-negara berkembang lain yang menghadapi tantangan serupa.

📚 Sumber Asli:

Javanbakht Sheikhahmad, F., Rostami, F., Azadi, H., Veisi, H., Amiri, F., & Witlox, F. Socio-hydrological analysis: a new approach in water resources management in western Iran. Environmental Management, 2025.