LAPORAN AHLI: VALORISASI AIR LIMBAH WHEY INDUSTRI TAHU MELALUI HONEYCOMB ANAEROBIC BIODIGESTER (HCB) SEBAGAI FONDASI INDUSTRI BERKELANJUTAN

Dipublikasikan oleh Hansel

10 Desember 2025, 19.24

unsplash.com

Executive Summary: Imperatif Strategis untuk Valorisasi Tofu Whey

Laporan ini menyajikan analisis mendalam mengenai potensi pengolahan air limbah industri tahu, atau whey, menggunakan teknologi Honeycomb Anaerobic Biodigester (HCB). Penelitian ini dipandang sebagai respons strategis terhadap tantangan pencemaran lingkungan yang serius di sektor pengolahan kedelai.

Air limbah whey dikategorikan sebagai polutan berisiko tinggi. Karakteristik air limbah mentah menunjukkan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) total yang sangat tinggi, mencapai $16.250 \text{ mg/L}$, jauh melampaui ambang batas maksimum yang diizinkan oleh regulasi nasional ($300 \text{ mg/L}$ berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014).1 Selain itu, tingkat keasaman (pH 4,08) menambah kesulitan dalam pengolahan biologis konvensional.1

Pengolahan air limbah whey menggunakan Honeycomb Anaerobik Biodigester (HCB) menunjukkan efektivitas luar biasa dalam mendegradasi beban organik, mengubahnya menjadi aset ekonomi bernilai jual. Hasil utama yang dicapai meliputi:

  1. Energi Terbarukan (Biogas): Biogas yang dihasilkan memiliki nyala api merah biru yang stabil, mengonfirmasi kandungan gas metana ($\text{CH}_4$) di atas $45\%$.1 Biogas ini dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar fosil, mengurangi biaya operasional industri.

  2. Pupuk Organik Cair dan Padat (Slurry): Analisis slurry pasca-pengolahan menunjukkan kandungan senyawa bernilai tinggi. Komponen organik tertinggi adalah Vitamin E ($34,41\%$ area) dan Thiophospatoethyl aminohexylurea ($17,63\%$ area), yang merupakan sumber penting unsur hara Nitrogen (N) dan Fosfor (P) bagi tanaman.1

Secara strategis, teknologi ini secara fundamental mendukung kerangka Triple Bottom Line (Profit, People, Planet), mengubah kewajiban lingkungan (limbah) menjadi peluang ekonomi, dan menyediakan solusi komprehensif untuk mencapai industri tahu yang berkelanjutan.1

 

Contextual Background: Tantangan Industri Tahu

Tinjauan Pertumbuhan dan Jejak Lingkungan Industri Tahu

Industri tahu di Indonesia memegang peranan penting dalam penyediaan pangan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, rata-rata konsumsi tahu per kapita mencapai $0,158 \text{ kg}$ setiap minggunya, menunjukkan kenaikan $3,27\%$ dari tahun sebelumnya.1 Tingginya minat masyarakat terhadap tahu, didorong oleh nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, dan manfaat kesehatan, telah mendorong pesatnya perkembangan industri ini.1

Meskipun memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan pangan nabati, aktivitas industri tahu menghasilkan limbah padat (ampas kedelai/okara), limbah gas (asap), dan limbah cair.1 Proses pembuatan tahu memerlukan volume air yang signifikan, dengan perbandingan kedelai dan air sekitar 1:10 (b/v).1 Air limbah terbesar dihasilkan selama proses pencucian, perendaman, dan penggumpalan. Ketika sari kedelai digumpalkan menggunakan asam cuka, hanya sekitar $25\%$ yang mengental menjadi tahu, sementara sisanya $75\%$ menjadi air limbah whey.1

Volume air limbah yang terbuang sangat masif. Produksi tahu skala kecil yang mengolah $100-300 \text{ kg}$ kedelai per hari dapat menghasilkan $800-2.400 \text{ liter}$ air limbah per hari.1 Sementara itu, pabrik yang memproses satu ton kedelai dapat menghasilkan kurang lebih $8.500 \text{ liter}$ limbah cair. Jika tidak dikelola dengan benar, volume limbah yang besar ini menimbulkan dampak negatif serius bagi lingkungan dan kehidupan sosial.1

Karakteristik Fisik-Kimia Air Limbah Whey

Komposisi air limbah whey dipengaruhi oleh kapasitas bahan baku dan metode pengolahan yang digunakan.1 Air whey mengandung protein, gula sederhana, oligosakarida, mineral, dan isoflavone kedelai, yang keseluruhannya didominasi oleh bahan organik.1 Komposisi bahan organik yang terukur dalam air whey adalah: Protein $0,9482\%$, Karbohidrat $0,4473\%$, dan Lemak $0,2186\%$.1 Kandungan organik ini berfungsi sebagai substrat yang ideal bagi mikroorganisme (MO) dalam proses pengolahan biologis.1

Tingkat pencemaran air limbah ini dimonitor melalui indikator Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD), serta total padatan tersuspensi (TSS).1 Karakteristik air whey yang diuji dalam penelitian menunjukkan nilai-nilai pencemaran kritis:

Nilai COD total yang mencapai $16.250 \text{ mg/L}$ menunjukkan konsentrasi bahan organik yang sangat tinggi.1 Sementara itu, data literatur lain mengindikasikan bahwa limbah tahu memiliki nilai $\text{BOD}_5$ sekitar $5.000-10.000 \text{ mg/L}$ dan COD sekitar $7.000-12.000 \text{ mg/L}$, serta keasaman yang rendah (pH 4-5).1 Tingkat pencemaran yang ekstrem ini mendefinisikan air limbah industri tahu sebagai pencemar lingkungan dengan risiko tinggi.1

Analisis senyawa organik yang lebih rinci menggunakan Gas Chromatography–Mass Spectrometry (GC-MS) pada air whey mentah mengidentifikasi lima puncak senyawa organik.1 Senyawa dengan puncak tertinggi adalah Cyclotetrasiloxane, octamethyl- ($\text{C}_8\text{H}_{24}\text{O}_4\text{Si}_4$) dengan persentase area $41,24\%$.1 Senyawa siloxane ini, yang umumnya ditemukan dalam kosmetik, deterjen, dan tinta, mengindikasikan adanya kontaminan yang berpotensi refraktori dalam limbah.1

Perbandingan Kepatuhan Regulasi dan Status Polutan Berisiko Tinggi

Karakteristik air limbah whey yang dihasilkan industri tahu jauh melampaui batas yang diizinkan oleh regulasi lingkungan di Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014, standar baku mutu air limbah yang diperbolehkan bagi industri pengolah kedelai menjadi tahu adalah COD maksimum $300 \text{ mg/L}$, $\text{BOD}_5$ sebesar $150 \text{ mg/L}$, pH $6-9$, dan $\text{TSS}$ $200 \text{ mg/L}$.1

Perbandingan antara karakteristik air whey dengan baku mutu lingkungan menunjukkan status non-kepatuhan yang parah:

  1. COD: Nilai $16.250 \text{ mg/L}$ adalah $54$ kali lipat lebih tinggi dari batas maksimum $300 \text{ mg/L}$.

  2. pH: Tingkat keasaman $4,08$ berada jauh di luar rentang netral yang diizinkan ($6-9$).

Skala non-kepatuhan yang ditunjukkan oleh nilai COD dan volume limbah yang diproduksi (potensi $8.500 \text{ L}$ per ton kedelai) menciptakan beban pencemaran kumulatif yang masif. Kondisi ini memperjelas bahwa pengolahan limbah tidak hanya merupakan kewajiban regulasi, tetapi juga imperative strategis. Solusi pengolahan yang dipilih harus mampu mencapai tingkat degradasi maksimal sambil secara simultan memberikan nilai ekonomi (profit) untuk memastikan adopsi oleh pelaku industri tahu dapat berkelanjutan tanpa membebani biaya operasional secara berlebihan.1

 

Engineering Principles of Anaerobic Degradation and the Honeycomb Biodigester (HCB)

Rationale Pemilihan Proses Anaerob

Mengingat air limbah industri tahu memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi, proses pengolahan yang paling tepat untuk diterapkan adalah proses biologi anaerob (kedap udara).1 Kajian menunjukkan bahwa limbah dengan rentang COD antara $1.000$ hingga $30.000 \text{ mg/L}$ sangat ideal diolah melalui proses anaerob.1

Proses anaerob menawarkan beberapa keunggulan teknis dibandingkan pengolahan aerob:

  1. Degradasi Maksimal: Mampu mendegradasi senyawa organik berkonsentrasi tinggi secara maksimal.1

  2. Efisiensi Energi: Biaya pengoperasian rendah karena tidak memerlukan suplai oksigen eksternal (aerasi), yang merupakan komponen biaya utama dalam sistem aerob.1

  3. Manajemen Slurry: Proses pengolahan lumpur (slurry) sisa membutuhkan biaya rendah, dan biomassa residu memiliki karakteristik yang baik untuk dimanfaatkan kembali.1

  4. Penciptaan Energi: Menghasilkan biogas, yaitu gas metana ($\text{CH}_4$), yang merupakan sumber energi terbarukan dan tidak berpotensi menjadi polusi udara jika dimanfaatkan.1

Desain Teknik Honeycomb Biodigester (HCB)

Untuk mengoptimalkan proses anaerob, penelitian ini menggunakan biodigester anaerob tipe sarang lebah (Honeycomb Biodigester) dengan kapasitas $120 \text{ liter}$.1 Desain HCB adalah reaktor biofilm yang dirancang untuk mengatasi beberapa tantangan kritis dalam pengolahan air limbah industri:

  1. Peningkatan Retensi Biomassa: HCB memanfaatkan filter berbahan karbon aktif yang dipasang menyerupai sarang lebah sebagai media lekat bagi mikroorganisme.1 Struktur sarang lebah ini memberikan Specific Surface Area (SSA) yang tinggi, memungkinkan pembentukan biofilm dan mempertahankan biomassa mikroorganisme (terutama metanogen) di dalam reaktor untuk waktu tinggal yang lebih lama (Sludge Retention Time - SRT).1 Retensi biomassa yang panjang ini sangat penting untuk memastikan MO metanogenesis tidak terlepas (washed out) dari sistem, yang merupakan masalah umum pada reaktor konvensional.1

  2. Pengendalian Polutan Kompleks: Karbon aktif sebagai bahan filter dalam desain HCB tidak hanya berfungsi untuk retensi biomassa, tetapi juga berpotensi memberikan fungsi adsorpsi. Kehadiran kontaminan refraktori seperti Cyclotetrasiloxane (yang ditemukan dominan pada air whey mentah) dapat diatasi dengan mekanisme adsorpsi ini, yang membantu mendegradasi atau menahan polutan kompleks sebelum MO memprosesnya, sehingga meningkatkan efisiensi penghilangan polutan secara keseluruhan.1

  3. Efisiensi Tata Ruang: Keunggulan lain dari HCB adalah kebutuhan lokasi yang tidak luas dan kemampuan zona biodigester dibagi sesuai dengan kebutuhan kondisi operasi mikroorganisme, menjadikannya pilihan yang ideal untuk Industri Kecil Menengah (IKM) tahu yang sering menghadapi kendala lahan.1

Strategi Operasi dan Stabilisasi pH

Salah satu tantangan terbesar dalam pengolahan air limbah tahu secara anaerob adalah tingkat keasaman awal yang rendah (pH 4,08).1 Kondisi asam menghambat pertumbuhan optimal mikroorganisme metanogen, yang sensitif dan memerlukan pH dalam rentang $6,8 - 7,5$.4

Untuk mengatasi kondisi ini dan memastikan pertumbuhan metanogen yang optimal, diterapkan strategi operasional bertahap:

  1. Pembuatan Starter: Tahap awal melibatkan pembuatan starter (inokulum) dari campuran kotoran sapi, air, dan air limbah whey dengan rasio $3:1:1$. Campuran ini difermentasi selama $21 \text{ hari}$.1 Kotoran sapi berfungsi sebagai sumber inokulum kaya mikroorganisme anaerob dan juga sebagai agen penyangga alkalinitas alami, membantu menaikkan pH dari kondisi asam awal.

  2. Pematangan dan Pengumpanan Bertahap: Setelah starter menunjukkan pertumbuhan MO berada pada fase log (pertumbuhan optimal), dilanjutkan dengan pengumpanan air limbah whey secara bertahap, yaitu satu liter setiap hari.1 Pengumpanan bertahap ini adalah teknik penting untuk mencegah acid overload—akumulasi Volatile Fatty Acids (VFA) yang dihasilkan pada tahapan awal asidogenesis—yang dapat menyebabkan kegagalan total proses metanogenesis dan menjaga stabilitas pH di dalam reaktor.4

 

Output Analysis I: Biogas sebagai Energi Terbarukan

Kinetika dan Kualitas Produksi Biogas

Air limbah whey, dengan kandungan bahan organik yang kaya (karbohidrat, lemak, dan protein) dan nilai COD $16.250 \text{ mg/L}$, berfungsi sebagai bahan baku yang sangat baik untuk produksi biogas.1 Biogas dihasilkan melalui proses degradasi bahan organik oleh MO di dalam HCB.1

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa produksi biogas mengalami peningkatan signifikan dari hari pertama hingga hari ke-21.1 Kualitas biogas diuji melalui uji nyala api, yang menghasilkan nyala yang stabil dengan warna merah biru.1

Nyala api merah biru ini adalah indikasi kualitatif bahwa kandungan gas metana ($\text{CH}_4$) dalam biogas telah melampaui ambang batas aman untuk pembakaran, yaitu lebih dari $45\%$.1 Kandungan metana yang tinggi ini menegaskan keberhasilan proses metanogenesis di dalam reaktor HCB. Hasil ini didukung oleh kajian lain yang menggunakan reaktor anaerob fed batch pada limbah tahu, yang menghasilkan kandungan gas metana hingga $74,05\%$.1 Pemanfaatan biogas ini sebagai energi terbarukan sangat mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca, yang merupakan dampak lingkungan global yang signifikan.5

Stoikiometri Biokonversi Substrat Organik

Proses pembentukan biogas melibatkan serangkaian reaksi biokimia kompleks, yang secara kolektif dikenal sebagai digesti anaerobik. Perlu dicatat bahwa degradasi protein, sebagaimana diwakili dalam persamaan reaksi di atas, menghasilkan produk sampingan berupa amonia ($\text{NH}_3$) dan hidrogen sulfida ($\text{H}_2\text{S}$).1 Keberadaan $\text{H}_2\text{S}$ (Hidrogen Sulfida) dalam biogas memiliki implikasi teknis yang signifikan, meskipun kualitas metana tinggi. $\text{H}_2\text{S}$ bersifat toksik dan sangat korosif terhadap komponen logam peralatan pembangkit energi seperti pipa, boiler, dan generator.7 Oleh karena itu, untuk memastikan keamanan operasional jangka panjang dan memelihara infrastruktur industri, unit upgrading atau desulfurisasi pasca-biodigester harus dipertimbangkan untuk menghilangkan $\text{H}_2\text{S}$ sebelum biogas digunakan secara masif sebagai bahan bakar industri.7

 

Output Analysis II: Valorisasi Slurry menjadi Pupuk Organik

Karakterisasi Senyawa Slurry Hasil HCB via GC-MS

Proses pengolahan anaerob menghasilkan lumpur (slurry) sebagai residu, yang merupakan produk sampingan bernilai ekonomi tinggi.1 Slurry ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair dan padat.1

Analisis komposisi slurry yang dihasilkan oleh HCB menggunakan spektrofotometer GC-MS mengidentifikasi kandungan senyawa yang kaya nutrisi dan bernilai tambah. Terdapat lima puncak senyawa organik yang teridentifikasi, dengan dua komponen yang sangat menonjol:

Komponen bahan organik tertinggi adalah Vitamin E ($34,41\%$ area) dan senyawa Thiophospatoethyl aminohexylurea ($17,63\%$ area).1 Selain itu, secara umum slurry Honeycomb Biodigester juga mengandung senyawa urea, yang merupakan kandungan penting dalam pupuk.1

Potensi Agrikultural Senyawa Bernilai Tinggi

Kandungan kimiawi dalam slurry menjadikannya sumber daya yang ideal untuk aplikasi pertanian:

  1. Sumber Hara Makro (N dan P): Senyawa Thiophospatoethyl aminohexylurea, dengan rumus kimia $\text{C}_{16}\text{H}_{28}\text{N}_3\text{O}_4\text{PS}$, merupakan prekursor yang menyediakan unsur Nitrogen (N) dan Fosfor (P).1 Kedua unsur ini sangat diharapkan dalam pupuk organik dan vital untuk pertumbuhan tanaman.

  2. Valorization Biokompound (Vitamin E): Konsentrasi Vitamin E yang tinggi ($34,41\%$) memberikan nilai tambah yang signifikan. Vitamin E (Tokoferol) dikenal sebagai antioksidan kuat. Dalam konteks agrikultural, Tokoferol dapat bertindak sebagai biostimulan alami, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres lingkungan dan berpotensi meningkatkan kualitas serta hasil panen.1

  3. Potensi Nutraceutical: Penemuan Vitamin E dalam konsentrasi yang sangat tinggi mengubah residu slurry dari sekadar produk pupuk biasa menjadi potensi sumber bahan baku nutraceutical atau kosmetik. Jika Vitamin E ini dapat diekstraksi secara efisien melalui proses hilir, nilai ekonomi slurry dapat meningkat secara dramatis, membuka margin keuntungan yang jauh lebih tinggi bagi industri tahu.1

Pemanfaatan slurry ini sebagai pupuk organik membantu mengurangi ketergantungan petani pada pupuk NPK kimia, memberikan alternatif yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.8

 

Strategic Assessment: Menyelaraskan Pengolahan Limbah dengan Tujuan Industri Berkelanjutan (Triple Bottom Line)

Pengolahan air limbah whey dengan Honeycomb Biodigester merupakan strategi implementasi konsep keberlanjutan atau "Triple Bottom Line" (3P: Profit, People, Planet), yang menekankan keuntungan ekonomi, dampak sosial, dan tanggung jawab lingkungan.1

Keuntungan Ekonomi (Profit)

Pengolahan limbah mengubah air whey dari biaya operasional dan risiko lingkungan menjadi aset ekonomi melalui penciptaan aliran pendapatan ganda:

  • Pengurangan Biaya Operasional dan Pendapatan Energi: Produksi biogas dengan kandungan metana yang tinggi ($\text{CH}_4 > 45\%$) memungkinkan industri tahu menggunakan energi terbarukan ini untuk kebutuhan internal, seperti pembuatan steam, sehingga mengurangi pembelian bahan bakar konvensional.1 Surplus biogas bahkan dapat dijual, menghasilkan pendapatan baru.

  • Pendapatan dari Produk Sampingan: Penjualan slurry yang diperkaya N, P, dan Vitamin E sebagai pupuk organik, atau potensi ekstraksi Vitamin E untuk pasar bernilai lebih tinggi, menciptakan sumber pendapatan sekunder yang stabil.1

  • Mitigasi Risiko Finansial Jangka Panjang: Dengan mencapai baku mutu air limbah yang diizinkan, industri tahu melindungi dirinya dari denda, sanksi regulasi, dan tuntutan hukum terkait pencemaran, yang merupakan faktor risiko finansial yang signifikan.1

Tanggung Jawab Lingkungan (Planet)

Potensi pengolahan air whey secara langsung memberikan solusi terhadap isu pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh industri tahu:

  • Penyelesaian Masalah Pencemaran Air: Pengolahan anaerob mendegradasi beban organik yang sangat tinggi (COD $16.250 \text{ mg/L}$), membawa kualitas efluen lebih dekat pada standar baku mutu lingkungan, sehingga melindungi perairan dari pencemaran berisiko tinggi.1

  • Pengurangan Jejak Karbon: Biogas yang dihasilkan mengandung metana ($\text{CH}_4$), yang merupakan gas rumah kaca dengan potensi pemanasan global jauh lebih tinggi daripada karbon dioksida dalam jangka pendek. Memanfaatkan metana sebagai bahan bakar daripada melepaskannya ke atmosfer secara efektif mengurangi emisi gas rumah kaca dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.1

  • Mendorong Ekonomi Sirkular: Proses ini merupakan contoh sempurna dari sirkularitas ekonomi, di mana polutan (air whey) diubah menjadi sumber daya baru (energi dan nutrisi), menutup siklus material dan mengurangi jumlah limbah yang dibuang ke TPA atau perairan.1

Dampak Sosial (People)

Dampak sosial dari pengolahan limbah yang berhasil mencakup beberapa aspek kesejahteraan masyarakat:

  • Ketersediaan Pangan yang Berkelanjutan: Dengan memastikan kepatuhan lingkungan dan kelayakan ekonomi operasional, teknologi HCB mendukung keberlanjutan industri tahu sebagai sumber pangan pokok protein nabati yang terjangkau bagi masyarakat.1

  • Peningkatan Kesehatan Lingkungan Lokal: Pengolahan limbah mengurangi atau menghilangkan pencemaran perairan dan udara (mengurangi bau tidak sedap), yang seringkali sangat merugikan bagi komunitas yang tinggal di sekitar lokasi industri tahu, sehingga meningkatkan kualitas hidup dan estetika lingkungan lokal.1

  • Dukungan Sektor Pertanian: Penyediaan pupuk organik cair dan padat berkualitas tinggi, yang mengandung unsur N dan P serta diperkaya Vitamin E, mendukung komunitas petani lokal dengan sumber nutrisi tanaman yang lebih murah dan ramah lingkungan.8

Aspek krusial dalam mempertimbangkan adopsi skala penuh adalah perbedaan antara hasil skala laboratorium dan industri. Keberhasilan yang diamati dalam studi skala laboratorium ($120 \text{ L}$ dengan batch feeding $1 \text{ L/hari}$) menunjukkan potensi yang besar. Namun, transisi ke skala industri yang sesungguhnya—yang akan beroperasi secara kontinu dengan Organic Loading Rate (OLR) dan fluktuasi feedstock yang jauh lebih tinggi—memerlukan validasi kinerja HCB. Stabilitas pH dan efisiensi konversi metana harus diuji untuk memastikan bahwa mikroorganisme metanogen, yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, tetap berfungsi secara optimal dalam kondisi operasional yang lebih intensif.4

 

Kesimpulan dan Rekomendasi Strategis Lanjutan

Kesimpulan Teknis dan Ekonomi Utama

Pengolahan air limbah whey menggunakan Honeycomb Anaerobic Biodigester (HCB) terbukti secara teknis layak dan secara strategis penting dalam mendukung industri tahu berkelanjutan. Teknologi ini berhasil mengatasi beban organik yang ekstrem (COD $16.250 \text{ mg/L}$) dan keasaman tinggi (pH 4,08). Produk akhirnya meliputi energi terbarukan (biogas dengan $\text{CH}_4 > 45\%$) dan produk pupuk organik multifungsi yang mengandung unsur hara kunci (N dan P) serta biokompound bernilai tinggi seperti Vitamin E ($34,41\%$ area).1 Integrasi solusi ini memastikan industri tahu dapat mematuhi regulasi lingkungan sambil memperoleh manfaat ekonomi ganda.

Rekomendasi untuk Adopsi dan Penelitian Lanjutan

Berdasarkan temuan yang kuat pada skala laboratorium, langkah-langkah selanjutnya harus difokuskan pada validasi skala dan pengembangan rantai nilai produk sampingan:

  1. Validasi Skala Pilot Plant: Disarankan untuk segera melakukan studi validasi HCB pada skala pilot plant dengan mode operasi kontinu. Penelitian ini harus bertujuan untuk mengoptimalkan Organic Loading Rate (OLR) dan memverifikasi kinerja jangka panjang HCB dalam mempertahankan stabilitas pH dan efisiensi konversi metana, mengingat sifat sensitif MO metanogen pada sistem kontinu.10

  2. Analisis dan Formulasi Pupuk Organik Komprehensif: Meskipun unsur N dan P telah teridentifikasi, perlu dilakukan analisis nutrisi lengkap (termasuk K dan mikroelemen) pada slurry akhir. Selanjutnya, harus dikembangkan formulasi komersial pupuk organik cair dan padat yang terstandarisasi untuk memfasilitasi penjualan ke sektor agrikultural.8

  3. Pengembangan Hilir Biokompound: Mengingat tingginya kandungan Vitamin E, studi kelayakan harus dilakukan untuk menentukan metode ekstraksi yang efisien untuk memanen Vitamin E. Keberhasilan ekstraksi ini dapat mengubah valuasi slurry dari komoditas pupuk menjadi bahan baku nutraceutical/kosmetik, meningkatkan margin keuntungan secara substansial.

  4. Integrasi Teknologi Pemurnian Biogas: Untuk aplikasi energi skala industri penuh, dianjurkan untuk menyertakan studi dan implementasi teknologi pasca-pengolahan biogas, seperti unit desulfurisasi, untuk menghilangkan hidrogen sulfida ($\text{H}_2\text{S}$). Ini akan mencegah korosi peralatan dan memastikan umur teknis yang panjang dari infrastruktur pemanfaatan biogas.7

  5. Analisis Kelayakan Ekonomi Penuh (NPV/IRR): Melakukan studi kelayakan ekonomi terperinci yang mencakup Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR) untuk model bisnis HCB yang terintegrasi, yang akan menjadi dasar yang kuat untuk menarik investasi dan mendorong adopsi teknologi ini oleh Industri Kecil Menengah (IKM) tahu.2

 

Sumber Artikel:

pemanfaatan limbah tahu skala rumah tangga menjadi biogas sebagai upaya teknologi bersih di laboratorium pusat teknologi lingkungan – bppt - ResearchGate, https://www.researchgate.net/publication/335390513_PEMANFAATAN_LIMBAH_TAHU_SKALA_RUMAH_TANGGA_MENJADI_BIOGAS_SEBAGAI_UPAYA_TEKNOLOGI_BERSIH_DI_LABORATORIUM_PUSAT_TEKNOLOGI_LINGKUNGAN_-_BPPT