Pada acara ini dilakukan penandatanganan pakta integritas dan dibacakan deklarasi yang dipimpin oleh Budi Santoso, Ketua Senat UMN, kepada seluruh dosen dan pegawai UMN. Langkah ini digagas UMN sebagai bagian dari komitmennya terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Diharapkan mengundang Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual seluruh perguruan tinggi swasta di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III untuk bersama-sama menyuarakan pentingnya permasalahan ini.
Acara tersebut dihadiri oleh jajaran Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, rektorat UMN, dan perwakilan dari 148 institusi pendidikan di lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III.
Toni Toharudin, S.Si., M.Si., Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III, menekankan pentingnya percepatan pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di seluruh perguruan tinggi swasta. Hingga saat ini, baru sekitar 50% perguruan tinggi swasta yang mempunyai Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Ia juga menyampaikan bahwa Perguruan Tinggi telah menetapkan strategi untuk mendukung percepatan tersebut, antara lain dengan mengevaluasi Kartu Indonesia Pintar dan menunda kenaikan pangkat bagi dosen perguruan tinggi swasta yang belum membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Selaku tuan rumah, Rektor UMN Dr. Ninok Leksono, MA menegaskan, kasus kekerasan seksual merupakan hal yang harus ditanggapi dengan serius. Hal ini sejalan dengan UMN yang telah mengambil langkah tegas dengan membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
“Saya berharap melalui acara seperti ini bapak dan ibu dapat terinspirasi bagaimana menciptakan ruang aman namun juga memiliki pengetahuan tentang gugus tugas penanganan permasalahan yang ada,” kata Dr. Ninok.
Dr Chatarina Berikan Dukungannya kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Perguruan Tinggi (Dok. UMN)
Sumber: www.umn.ac.id
Hadir dalam acara ini, Dr Chatarina Muliana Girsang, Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), turut memberikan keterangannya. Ia menegaskan, mengatasi kasus kekerasan seksual bukanlah hal yang mudah. Dr. Chatarina menekankan bahwa akan ada banyak tantangan mulai dari perancangan peraturan hingga implementasinya karena komitmen ini memerlukan waktu dan upaya yang sangat baik.
“Kami sangat mengapresiasi peran institusi dalam upaya pencegahan kekerasan seksual ini karena pemerintah memiliki visi pendidikan nasional yang tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelektual tetapi juga kesehatan mental anak bangsa,” jelas Dr. Chatarina.
Ia menambahkan, pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual merupakan bagian dari program pemerintah untuk mencegah salah satu dosa besar pendidikan yaitu kekerasan seksual. Pemerintah terus mengembangkan dan menerapkan kebijakan untuk memfasilitasi langkah-langkah yang dilakukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjamin tersedianya ruang komunikasi bagi perguruan tinggi yang ingin berdiskusi,” kata Dr. Chatarina.
Pada sesi kedua, panitia menghadirkan Nathanael, EJ Sumampouw, M.Psi., Ph.D., seorang psikolog forensik yang menjelaskan teknik investigasi terhadap pelaku dan korban dari sudut pandang korban. Ia menegaskan, tidak menghakimi korban dalam proses wawancara adalah hal yang penting. Penanya sebaiknya mengutamakan mendengarkan cerita korban secara aktif dan memberikan ruang terbuka bagi mereka untuk berbicara.
“Dalam mengumpulkan informasi, kekuatan ingatan korban adalah kuncinya; Oleh karena itu, penting bagi korban untuk merasa nyaman dan tidak terbebani saat memberikan keterangannya,” jelas Natanael. Ia menambahkan, dalam memeriksa pelaku, penanya perlu memahami hubungan antara pelaku dan korban serta mengajukan pertanyaan secara terbuka dan tidak menyalahkan agar pelaku tidak merasa tertekan dan melakukan perlawanan.
Sumber: www.umn.ac.id
Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Intan Primadini, S.Sos., M.Si., menegaskan, UMN memandang penanganan kasus kekerasan seksual merupakan prioritas yang harus diperhatikan. Berbagai langkah telah dilakukan UMN dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di kampus.
UMN berupaya menciptakan ruang aman dan hubungan sehat bagi seluruh warga kampus melalui kegiatan pembekalan dan seminar. Inisiatif tersebut antara lain berupa pembekalan tentang kesetaraan gender, teknik investigasi, dan pelibatan pelajar dalam peran aktif sebagai anggota Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
“Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual secara rutin mengkampanyekan informasi edukasi dan melakukan pembinaan cara pelaporan kasus kekerasan seksual, sehingga meningkatkan kesadaran dan keterlibatan seluruh elemen kampus dalam pencegahan dan penanganan permasalahan tersebut,” kata Intan. .
Dalam acara pembekalan ini dilakukan sesi Focus Group Discussion (FGD) yang membahas tantangan dan solusi terkait pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Melalui FGD ini, perwakilan dari berbagai universitas saling berbagi pengalaman dan belajar. Hasil FGD ini kemudian dijadikan bahan diskusi bagi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam menyusun strategi penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Acara ini merupakan langkah konkrit upaya bersama penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Dengan adanya kerjasama antara Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, perguruan tinggi, dan kementerian, hasil seminar dan FGD ini diharapkan menjadi landasan bagi implementasi kebijakan yang lebih efektif dan komprehensif di masa depan.
Disadur dari: www.umn.ac.id