Pendahuluan
Korupsi dalam industri konstruksi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi ancaman sistemik terhadap pembangunan berkelanjutan. Di Malaysia, sektor konstruksi menyumbang lebih dari 4% PDB nasional dan menjadi penggerak bagi lebih dari 120 sektor lain. Namun, dengan nilai proyek bernilai miliaran ringgit, sektor ini menjadi ladang subur praktik koruptif, terutama dalam proyek-proyek publik.
Penelitian oleh Rumaizah Mohd Nordin et al. (2023) berjudul Examining Corruption Issues in Malaysia Construction Industry: Partaker Perspectives mengeksplorasi tingkat persepsi berbagai pemangku kepentingan (instansi pemerintah, kontraktor, dan konsultan) terhadap korupsi dalam proyek konstruksi. Studi ini juga mengidentifikasi area rawan, penyebab, dampak, serta strategi pencegahan korupsi berdasarkan pendekatan statistik MANOVA.
Latar Belakang: Mengapa Sektor Konstruksi Rentan?
- Melibatkan banyak pihak dengan kewenangan berbeda
- Proses panjang: mulai dari perencanaan, lelang, hingga pemeliharaan
- Kompleksitas proyek memungkinkan peluang penyalahgunaan kekuasaan
- Keterlibatan publik dan swasta dalam satu ekosistem
Menurut data Transparency International Malaysia, negara ini kehilangan hingga RM30 miliar per tahun akibat korupsi. Bahkan, sektor konstruksi disebut sebagai yang paling korup di dunia, terutama dalam proyek pekerjaan umum (TI-BPI 2008).
Metodologi Penelitian
- Jumlah responden: 71 dari 189 kuisioner (respon rate 37,6%)
- Kelompok responden:
- Pemerintah: 25 orang
- Kontraktor: 25 orang
- Konsultan: 21 orang
- Instrumen: Kuesioner skala Likert 10 poin
- Metode analisis: Multivariate Analysis of Variance (MANOVA)
Mayoritas responden (59,2%) memiliki pengalaman kerja lebih dari 10 tahun, sehingga validitas data cukup tinggi. Studi ini membandingkan 5 variabel utama di antara tiga kelompok tersebut:
- Tingkat korupsi (extent)
- Area rawan korupsi
- Sumber korupsi
- Dampak korupsi
- Strategi anti-korupsi
Temuan Penting: Persepsi Berbeda, Masalah Sama
Perbedaan Persepsi Area Rawan Korupsi
- Nilai Wilks’ Lambda = 0.750, sig. = 0.041, menandakan ada perbedaan signifikan antar kelompok
- Faktor area rawan korupsi menunjukkan perbedaan paling tajam (p = 0.001)
- Konsultan dan kontraktor punya pandangan serupa soal area rawan korupsi
- Pemerintah memiliki persepsi berbeda, cenderung mengecilkan area-area yang rawan
Rata-rata skor persepsi area rawan:
- Konsultan: 26,76
- Kontraktor: 25,08
- Pemerintah: 19,64
Hal ini mendukung asumsi bahwa pejabat publik cenderung menutup-nutupi atau tidak menyadari area risiko karena keterbatasan akses langsung atau adanya konflik kepentingan.
Area Rawan dan Sumber Korupsi di Setiap Fase Proyek
Penelitian mengklasifikasikan peluang korupsi ke dalam 4 fase utama proyek konstruksi:
- Perumusan Strategi
- Manipulasi kebutuhan proyek
- Tekanan politik dalam penunjukan kontraktor
- Pengadaan (Procurement)
- Fase paling rawan: pemalsuan dokumen, pengaturan tender, suap
- Banyak ditemukan pada proyek publik skala besar
- Konstruksi
- Penggunaan material substandar
- Pengurangan volume pekerjaan
- Kolusi antara pelaksana dan pengawas
- Penyelesaian
- Sertifikasi selesai tanpa inspeksi memadai
- Pembayaran terakhir sebagai “tutup mulut”
Sumber korupsi:
- Teknis: regulasi lemah, sistem pengawasan longgar
- Perilaku: budaya “balas budi”, normalisasi penyimpangan, tekanan sosial
Dampak Korupsi pada Proyek Konstruksi
- Kenaikan biaya hingga 10% (Manaf, 2013)
- Penurunan kualitas bangunan, memicu risiko keselamatan
- Keterlambatan waktu pelaksanaan akibat manipulasi tender
- Menurunnya investasi domestik dan asing karena ketidakpastian hukum
- Pelanggaran HAM melalui manipulasi upah dan eksploitasi tenaga kerja
Kenyataan bahwa korupsi mengurangi nilai ekonomi proyek bahkan setelah pembangunan selesai membuat isu ini sangat mendesak, tidak hanya secara etis tapi juga finansial.
Strategi Pencegahan Korupsi
Penelitian mengelompokkan strategi menjadi 4 pilar:
1. Norma Etika
- Kode etik kontraktor
- Perlindungan pelapor pelanggaran
- Sistem whistleblowing terbuka
2. Perbaikan Proses
- Digitalisasi sistem lelang
- Keterbukaan informasi publik proyek
- Laporan kinerja independen
3. Komitmen Pimpinan
- Pemimpin proyek sebagai agen perubahan integritas
- Sanksi tegas dan publikasi pelanggaran
4. Penegakan Hukum
- Dukungan terhadap MACC dan penegakan Akta 694
- Audit internal dan eksternal berkala
- Evaluasi pasca-proyek (post-construction audit)
Diskusi: Tantangan Menerapkan Strategi Anti-Korupsi
Meskipun strategi telah dirancang, implementasi sering terganjal:
- Rendahnya political will dari aktor pemerintah
- Kurangnya sumber daya manusia berintegritas di level operasional
- Pengabaian data persepsi dalam perumusan kebijakan
- Minimnya kolaborasi antar lembaga pengawas dan pelaksana
Contoh: meskipun CIDB telah mengeluarkan Kode Etik Kontraktor sejak 2010, pengawasannya lemah dan tidak diikuti oleh sistem reward-punishment yang tegas.
Kesimpulan
Penelitian ini menyoroti satu fakta penting: korupsi dalam konstruksi bersifat sistemik dan lintas pemangku kepentingan. Perbedaan persepsi antara pemerintah, konsultan, dan kontraktor justru mencerminkan betapa rapuhnya fondasi integritas dalam sektor ini.
Solusi tidak bisa hanya top-down, tetapi harus dibarengi dengan perubahan budaya, pembenahan regulasi, dan pemberdayaan masyarakat sipil. Industri konstruksi yang bebas korupsi adalah prasyarat bagi pembangunan berkelanjutan, keamanan publik, dan kepercayaan investor. Maka dari itu, sudah waktunya seluruh pemangku kepentingan memperkuat barisan dan komitmen terhadap integritas.
Sumber : Nordin, R. M., Ahnuar, E. M., Masrom, M. A. N., & Ameer Ali, N. (2023). Examining Corruption Issues in Malaysia Construction Industry: Partaker Perspectives. Planning Malaysia: Journal of the Malaysian Institute of Planners, 21(2), 52–68.