Pengantar
Transformasi digital kota melalui pengembangan Smart City bukan sekadar tren teknologi, melainkan strategi negara. Dalam disertasi doktoral Yirang Lim berjudul Impacts of Smart City Development: Experience of South Korea dari Erasmus University Rotterdam, diuraikan secara empiris dampak pengembangan kota cerdas di Korea Selatan terhadap keberlanjutan perkotaan, transisi energi, dan perubahan tata kelola. Melalui empat studi utama, Lim menyusun indeks, membandingkan kota cerdas dan non-cerdas, serta mengevaluasi transisi energi dan dinamika tata kelola berdasarkan data nasional dan kota seperti Seoul, Sejong, dan Songdo.
Smart City dan Dimensi Dampaknya
Kota cerdas bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan keberlanjutan melalui pemanfaatan ICT, IoT, dan data real-time. Lim memetakan dampak pengembangan kota cerdas dalam lima dimensi utama:
- Ekonomi: peningkatan efisiensi layanan publik dan pertumbuhan ekonomi lokal.
- Lingkungan: transisi energi, pengurangan emisi CO2, dan efisiensi energi.
- Sosial: partisipasi warga dan kesetaraan sosial.
- Tata Kelola: transparansi, keterlibatan warga, dan reformasi kebijakan.
- Teknologi: penggunaan infrastruktur digital untuk pelayanan pintar.
Studi Literatur dan 16 Dampak Utama
Lim mengidentifikasi 12 dampak positif dan 4 negatif dari 55 publikasi akademik.
Dampak positif: peningkatan efisiensi, keterlibatan warga, kualitas hidup, pelindungan lingkungan, inovasi, dan pembangunan berkelanjutan.
Dampak negatif: polarisasi sosial, pelanggaran privasi, dan hilangnya kebebasan sipil.
Menariknya, sebagian besar dampak negatif ditemukan di negara menengah, sedangkan negara maju lebih menekankan sisi positif.
Smart City Impact Index dan Temuan Empiris
Lim menyusun Smart City Impact Index (SCII) untuk membandingkan 42 kota di Korea antara tahun 2008 dan 2018. Hasilnya:
- Kota cerdas generasi kedua (post-2014) menunjukkan skor tertinggi dalam indeks dampak.
- Kota non-cerdas konsisten mencetak skor terendah.
- Terjadi kesenjangan signifikan antar kota, terutama dalam aspek sosial dan tata kelola.
- Pengaruh positif ditemukan pada peningkatan partisipasi warga dan kepuasan pendapatan.
- Namun, juga ditemukan penurunan pada persepsi transparansi dan privasi, terutama di kota berteknologi tinggi namun kurang partisipatif.
Transisi Energi dan Peran Kota Cerdas
Melalui Smart Energy Transition Index (SETI), Lim menunjukkan kontribusi kota cerdas pada transisi energi di Korea Selatan.
- Kota cerdas generasi kedua menempati posisi teratas dalam kinerja transisi energi.
- Faktor penting: populasi, kemandirian finansial, dan area urbanisasi.
- Penggunaan energi terbarukan, pengelolaan energi digital, dan kebijakan lokal menjadi penggerak utama.
- Sebaliknya, kota dengan infrastruktur pintar tapi tanpa perencanaan matang tetap mencetak skor rendah.
Tata Kelola Kolaboratif dan Perubahan Peran Pemerintah
Bab terakhir fokus pada transformasi model tata kelola:
- Fase awal (2008–2013): model pasar dengan dominasi pemerintah.
- Fase menengah (2014–2018): adopsi model multilevel dan kemitraan.
- Fase lanjut (2019–2023): menuju tata kelola kolaboratif dengan pelibatan akademisi, sektor swasta, dan masyarakat.
Kota seperti Seoul, Songdo, dan Sejong menunjukkan pola transisi dari top-down ke partisipatif. Namun, peran pemerintah tetap dominan, yang disebut Lim sebagai “kolaborasi yang diarahkan negara” (state-guided collaboration).
Studi Kasus dan Angka Kunci
- 42 kota administratif terlibat dalam proyek smart city Korea.
- Kota generasi dua memberikan layanan pintar di sektor kesehatan, pariwisata, dan administrasi publik.
- Terdapat penurunan partisipasi warga berpendidikan rendah dalam smart city tertentu.
- Transisi energi lebih efektif di kota yang menginovasikan kebijakan dan melibatkan warga.
Kritik dan Rekomendasi
Lim menyoroti perlunya:
- Evaluasi lintas sektor agar pengembangan kota cerdas tidak hanya fokus pada teknologi, tapi juga pemberdayaan sosial.
- Kebijakan nasional dan internasional yang mengatur standar kolaborasi dan partisipasi warga.
- Model tata kelola dinamis, di mana kota bisa memilih pendekatan berdasarkan fase perkembangan.
- Penguatan aspek privasi data dan perlindungan sipil.
Kesimpulan
Pengembangan kota cerdas di Korea Selatan bukan hanya perihal infrastruktur dan teknologi, melainkan soal transformasi sosial, tata kelola, dan lingkungan. Dengan menyusun dua indeks dan mengevaluasi lintas sektor, Lim menunjukkan bahwa keberhasilan kota cerdas terletak pada kombinasi antara inovasi teknologi dan inklusivitas kebijakan. Untuk negara berkembang, model Korea bisa menjadi acuan namun perlu disesuaikan dengan budaya lokal dan kapasitas institusional.
Sumber:
Lim, Yirang. Impacts of Smart City Development: Experience of South Korea. Erasmus University Rotterdam, 2021.