Kolaborasi Internasional dalam Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan: Peran 10YFP dalam Mengarahkan Transisi Global

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

17 Desember 2025, 18.56

1. Pendahuluan: Mengapa SCP Membutuhkan Kolaborasi Internasional

Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan merupakan agenda yang secara inheren bersifat lintas batas. Pola konsumsi di satu wilayah sering kali bergantung pada rantai pasok global yang membentang melintasi banyak negara, sementara dampak lingkungannya dirasakan secara kolektif. Dalam konteks ini, kebijakan nasional yang berdiri sendiri memiliki daya ungkit terbatas. Tanpa koordinasi internasional, upaya menuju SCP berisiko terfragmentasi dan tidak sebanding dengan skala tantangan global.

Masalahnya bukan semata kurangnya komitmen, melainkan ketidaksinkronan arah kebijakan. Negara maju dan berkembang menghadapi tekanan yang berbeda, memiliki kapasitas yang tidak setara, serta prioritas pembangunan yang beragam. Tanpa kerangka bersama, SCP mudah terjebak dalam standar ganda: ambisi tinggi di tingkat global, implementasi parsial di tingkat nasional.

Artikel ini membahas pembelajaran dari kerangka 10-Year Framework of Programmes on Sustainable Consumption and Production (10YFP), yang dirancang sebagai platform kolaborasi internasional untuk menyelaraskan aksi SCP lintas negara dan sektor. Pendekatan ini penting karena menempatkan SCP bukan hanya sebagai tujuan normatif, tetapi sebagai proses kolaboratif yang menggabungkan kebijakan, pendanaan, dan pertukaran pengetahuan.

Dengan membaca peran 10YFP secara kritis, artikel ini bertujuan mengkaji sejauh mana kerja sama internasional mampu mendorong perubahan sistemik pada pola konsumsi dan produksi global. Fokus pembahasan diarahkan pada tantangan koordinasi, kesenjangan kapasitas, serta implikasi bagi negara berkembang yang sering berada di posisi paling rentan dalam transisi SCP.

 

2. Kerangka Kolaborasi Global SCP dan Posisi 10YFP

Kerangka global SCP lahir dari pengakuan bahwa masalah konsumsi dan produksi tidak dapat diselesaikan melalui pendekatan sektoral atau nasional semata. Rantai nilai global menghubungkan produsen, konsumen, dan ekosistem lintas batas, sehingga intervensi di satu titik perlu diimbangi dengan aksi di titik lain. Dalam konteks ini, kolaborasi internasional berfungsi sebagai mekanisme penyelaras, bukan pengganti kebijakan nasional.

10YFP dirancang untuk memainkan peran tersebut dengan menyediakan platform koordinasi berbasis program tematik. Alih-alih menetapkan target tunggal yang seragam, kerangka ini mendorong negara dan pemangku kepentingan untuk berpartisipasi sesuai kapasitas dan prioritasnya. Pendekatan ini mencerminkan realitas politik global, tetapi sekaligus menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas dan konsistensi hasil.

Posisi 10YFP juga menarik karena menghubungkan aktor yang sebelumnya bekerja terpisah: pemerintah, sektor swasta, organisasi internasional, dan masyarakat sipil. Melalui mekanisme ini, SCP diperlakukan sebagai agenda bersama yang membutuhkan pembelajaran lintas negara dan lintas sektor. Namun, keterbukaan ini juga menghadirkan tantangan koordinasi dan risiko fragmentasi jika tidak diiringi arahan strategis yang jelas.

Dalam praktiknya, kerangka kolaborasi global seperti 10YFP berfungsi paling efektif sebagai pengungkit kapasitas, bukan sebagai alat penegakan. Ia membantu menyebarkan praktik baik, memperkuat kapasitas kebijakan, dan membuka akses pendanaan. Pertanyaan kuncinya kemudian bergeser: sejauh mana pengungkit ini mampu mendorong perubahan nyata di tingkat nasional, terutama di negara dengan keterbatasan sumber daya.

 

3. Program Tematik 10YFP: Antara Fleksibilitas Global dan Tantangan Implementasi

Salah satu ciri utama 10YFP adalah pendekatan berbasis program tematik. Kerangka ini tidak memaksakan satu jalur tunggal bagi semua negara, melainkan menyediakan ruang bagi berbagai fokus, seperti sistem pangan berkelanjutan, bangunan dan konstruksi, pariwisata, pengadaan publik, serta gaya hidup berkelanjutan. Fleksibilitas ini dirancang untuk mengakomodasi perbedaan konteks dan kapasitas nasional.

Dari sisi kebijakan, fleksibilitas tersebut memiliki dua sisi. Di satu sisi, negara dapat memilih area intervensi yang paling relevan dengan tantangan domestik. Hal ini mengurangi resistensi politik dan meningkatkan peluang adopsi awal. Di sisi lain, pendekatan ini berisiko menghasilkan implementasi yang terfragmentasi, di mana keberhasilan di satu sektor tidak selalu terhubung dengan perubahan sistemik secara keseluruhan.

Program tematik 10YFP juga menekankan pentingnya pembelajaran lintas negara. Praktik baik dari satu konteks diharapkan dapat menginspirasi adaptasi di konteks lain. Namun transfer pembelajaran ini tidak selalu mulus. Perbedaan struktur ekonomi, kapasitas institusi, dan kondisi sosial membuat solusi yang berhasil di satu negara sulit direplikasi secara langsung di negara lain.

Dalam konteks ini, nilai utama program tematik bukan terletak pada replikasi, melainkan pada adaptasi kebijakan. Keberhasilan 10YFP lebih realistis diukur dari kemampuannya memperluas spektrum pilihan kebijakan yang tersedia bagi negara, bukan dari keseragaman hasil. Tantangannya adalah memastikan bahwa fleksibilitas tersebut tetap bergerak dalam arah strategis yang sama, yaitu transformasi pola konsumsi dan produksi secara sistemik.

 

4. Kesenjangan Kapasitas dan Kepemilikan Kebijakan Nasional

Kolaborasi internasional dalam SCP menghadapi tantangan klasik berupa kesenjangan kapasitas antar negara. Negara dengan kapasitas institusional dan sumber daya finansial yang kuat cenderung lebih aktif memanfaatkan platform seperti 10YFP. Sebaliknya, negara berkembang sering menghadapi keterbatasan dalam hal perencanaan, pendanaan, dan koordinasi lintas sektor.

Kesenjangan ini berdampak langsung pada tingkat kepemilikan kebijakan. Tanpa kapasitas yang memadai, partisipasi dalam kerangka global berisiko bersifat simbolik, terbatas pada pelaporan atau proyek percontohan berskala kecil. Dalam kondisi ini, SCP mudah dipersepsikan sebagai agenda eksternal, bukan sebagai bagian integral dari strategi pembangunan nasional.

Isu kepemilikan menjadi krusial karena transformasi konsumsi dan produksi menuntut perubahan kebijakan jangka panjang. Tanpa integrasi ke dalam perencanaan nasional, inisiatif yang lahir dari kolaborasi internasional sulit bertahan ketika dukungan eksternal berkurang. Di sinilah peran 10YFP diuji: apakah ia mampu memperkuat kapasitas domestik, bukan sekadar memfasilitasi proyek jangka pendek.

Penguatan kepemilikan kebijakan nasional juga menuntut keseimbangan antara panduan global dan otonomi lokal. Kerangka internasional perlu cukup jelas untuk memberikan arah, tetapi cukup lentur untuk memungkinkan penyesuaian konteks. Tanpa keseimbangan ini, kolaborasi global berisiko terjebak antara dua ekstrem: standar global yang terlalu abstrak atau implementasi lokal yang terputus dari visi bersama.

 

5. Efektivitas Kolaborasi Internasional: Batas dan Peluang Kerangka 10YFP

Menilai efektivitas kolaborasi internasional dalam SCP memerlukan sikap realistis. Kerangka seperti 10YFP tidak dirancang sebagai instrumen penegakan, melainkan sebagai platform fasilitasi. Kekuatan utamanya terletak pada kemampuan menyatukan aktor, menyebarkan pengetahuan, dan membuka akses pendanaan serta kemitraan lintas negara. Namun keterbatasan ini sekaligus menjadi batas dampaknya.

Batas pertama adalah ketiadaan mekanisme pemaksaan. Tanpa kewajiban yang mengikat, partisipasi dan implementasi sangat bergantung pada kemauan politik nasional. Dalam kondisi tekanan domestik yang tinggi—misalnya kebutuhan pertumbuhan ekonomi jangka pendek—agenda SCP mudah tersisih. Kerangka global hanya efektif sejauh ia mampu selaras dengan prioritas nasional.

Batas kedua berkaitan dengan fragmentasi aksi. Banyak inisiatif berjalan sebagai proyek tematik yang berdiri sendiri. Tanpa integrasi lintas sektor di tingkat nasional, proyek-proyek tersebut sulit menghasilkan perubahan sistemik. Risiko yang muncul adalah “islands of success” yang tidak terhubung satu sama lain dan tidak mengubah pola konsumsi dan produksi secara luas.

Meski demikian, peluang tetap terbuka. 10YFP dapat berfungsi sebagai akselerator kebijakan ketika dikaitkan dengan reformasi domestik yang sedang berlangsung. Dalam konteks ini, kerangka global mempercepat pembelajaran, mengurangi biaya eksperimen kebijakan, dan memperkuat legitimasi reformasi di tingkat nasional. Efektivitasnya meningkat ketika negara menggunakan platform ini sebagai alat untuk memperdalam, bukan menggantikan, strategi nasional.

 

6. Kesimpulan Analitis: Dari Koordinasi Global Menuju Transformasi Nasional

Pembahasan ini menegaskan bahwa kolaborasi internasional merupakan prasyarat penting bagi agenda Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan, tetapi bukan tujuan akhir. Kerangka seperti 10YFP menyediakan ruang koordinasi, pembelajaran, dan dukungan, namun transformasi nyata tetap terjadi di tingkat nasional dan lokal. Di sinilah arah kebijakan, kapasitas institusi, dan kepemilikan domestik menjadi penentu.

Peran utama kolaborasi global adalah menyelaraskan arah dan menurunkan hambatan awal transisi. Ia membantu negara memahami pilihan kebijakan, mengakses praktik baik, dan membangun jejaring pendukung. Namun tanpa integrasi ke dalam perencanaan pembangunan nasional, manfaat tersebut akan bersifat sementara dan terfragmentasi.

Artikel ini juga menekankan pentingnya keseimbangan antara fleksibilitas dan arah strategis. SCP membutuhkan kerangka global yang cukup lentur untuk mengakomodasi perbedaan konteks, tetapi cukup tegas untuk menjaga konsistensi tujuan. Tanpa keseimbangan ini, kolaborasi internasional berisiko menjadi forum diskusi yang produktif secara normatif, namun terbatas dampaknya secara struktural.

Pada akhirnya, 10YFP dan kerangka serupa harus dibaca sebagai instrumen pengungkit, bukan solusi mandiri. Keberhasilannya diukur dari sejauh mana ia mampu mendorong perubahan kebijakan nasional yang berkelanjutan, inklusif, dan terintegrasi. Transformasi konsumsi dan produksi global hanya akan terjadi ketika koordinasi internasional bertemu dengan kepemimpinan kebijakan yang kuat di tingkat nasional.

 

Daftar Pustaka

United Nations Environment Programme. (2012). The 10-Year Framework of Programmes on Sustainable Consumption and Production Patterns. UNEP.

United Nations Environment Programme. (2015). Global Outlook on Sustainable Consumption and Production Policies. UNEP.

United Nations. (2015). Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development. United Nations.