Kisah Dua Pembangun: Mengapa Industri Konstruksi dan Pendidikan Perlu Bicara dari Hati ke Hati

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic

17 Oktober 2025, 14.07

Kisah Dua Pembangun: Mengapa Industri Konstruksi dan Pendidikan Perlu Bicara dari Hati ke Hati

Kisah Dua Pembangun: Sebuah Analogi Pembuka

Beberapa waktu lalu, saya mencoba merakit sebuah lemari pakaian canggih dari Swedia. Anda tahu jenisnya: ratusan sekrup, puluhan panel, dan sebuah buku manual yang lebih tebal dari novel. Saya mengajak seorang teman untuk membantu. Kami membagi tugas: saya memegang buku manual, dia memegang perkakas.

Satu jam berlalu, dan kekacauan dimulai. Saya, dengan setia mengikuti manual halaman demi halaman, menyuruhnya memasang panel A ke slot B. Dia, yang lebih praktis, melihat bentuk fisik lemari dan merasa panel A seharusnya dipasang ke slot C agar strukturnya kokoh. Kami berdebat. Saya bersikeras pada teori di buku; dia bersikeras pada realitas di lapangan.

Hasilnya? Sebuah lemari yang berdiri miring, dengan beberapa laci yang tidak bisa ditutup dan sekrup-sekrup misterius yang tersisa di lantai. Kami berdua bekerja keras, kami berdua bermaksud baik, tapi kami bekerja dari dua cetak biru yang berbeda. Lemari itu adalah jembatan yang retak.

Analogi sederhana ini, bagi saya, adalah gambaran sempurna dari masalah besar yang dibedah dalam sebuah paper akademis oleh Elena Pesotskaya dan rekan-rekannya: hubungan yang retak antara sektor konstruksi dan sistem Pelatihan Profesional Berkelanjutan (atau Continuous Professional Training, CPT). Industri adalah teman saya yang melihat kebutuhan nyata di lapangan. Sistem pendidikan adalah saya yang terpaku pada manual yang mungkin sudah usang. Keduanya bekerja, tapi tidak saling bicara. Dan hasilnya adalah "lulusan" yang tidak sepenuhnya pas dengan "lowongan pekerjaan" yang ada.   

Gema di Ruang Hampa: Saat Industri Memanggil, Siapa yang Menjawab?

Paper dari Pesotskaya dkk. ini pada dasarnya menyoroti sebuah drama sunyi yang terjadi setiap hari. Di satu sisi, ada industri konstruksi yang terus berevolusi. Teknologi baru, material inovatif, dan metodologi manajemen proyek yang semakin kompleks menuntut para spesialis dengan kualifikasi yang terus ter-update. Industri ini, ibaratnya, berteriak ke pasar tenaga kerja, "Kami butuh orang yang bisa A, B, dan C!" Ini adalah apa yang disebut paper sebagai "tujuan eksternal"—kebutuhan nyata dari produksi.   

Di sisi lain, ada para individu—mahasiswa dan profesional—yang masuk ke dalam sistem pendidikan dan pelatihan. Mereka punya aspirasi, minat, dan keinginan untuk mengembangkan diri. Ini adalah "tujuan internal". Idealnya, keinginan individu untuk belajar (tujuan internal) bertemu dengan kebutuhan industri (tujuan eksternal) dalam sebuah tarian yang harmonis.   

Namun, yang terjadi sering kali bukan tarian, melainkan dua orang yang berbicara di ruangan kedap suara. Paper ini menunjukkan bahwa industri dan pendidikan, meskipun secara institusional terpisah, seharusnya terhubung oleh "ikatan ganda" (duality of ties). Kenyataannya, ikatan itu longgar. Umpan balik dari industri ke dunia pendidikan sering kali lambat, terdistorsi, atau bahkan tidak ada sama sekali. Akibatnya:   

  • Kurikulum Usang: Institusi pendidikan terus mengajarkan metode yang mungkin sudah tidak relevan, karena tidak ada mekanisme cepat untuk mengadopsi kebutuhan industri yang berubah.

  • Lulusan yang Salah Arah: Para profesional muda keluar dari sistem dengan keahlian yang tidak sepenuhnya cocok dengan apa yang dicari perusahaan. Mereka punya ijazah, tapi belum tentu punya kompetensi yang relevan.

  • Industri yang Frustrasi: Perusahaan terpaksa menghabiskan waktu dan biaya ekstra untuk melatih ulang karyawan baru, menambal lubang yang seharusnya diisi oleh pendidikan formal.

Masalah ini diperparah oleh apa yang saya sebut "krisis jeda waktu". Industri konstruksi bergerak cepat; teknologi berubah dalam hitungan tahun. Sementara itu, birokrasi pendidikan untuk mengubah kurikulum bisa memakan waktu bertahun-tahun. Saat sistem pendidikan akhirnya berhasil mengejar kebutuhan industri lima tahun lalu, industri sudah berada lima langkah di depan. Kita sedang sibuk membangun jembatan untuk sungai yang alirannya sudah pindah.   

Mengukur Kabut dengan Penggaris: Ilusi Data dalam Sistem Pelatihan Kita

Di sinilah letak kritik paling tajam dari paper Pesotskaya dkk.. Jika masalahnya adalah ketidakselarasan, mengapa kita tidak menyadarinya lebih awal? Jawabannya: karena cara kita mengukur keberhasilan sistem pendidikan itu salah kaprah. Paper ini secara gamblang menunjukkan bahwa sistem pemantauan CPT yang ada saat ini ibarat mencoba mengukur ketebalan kabut dengan penggaris—sebuah tindakan yang sia-sia dan memberikan ilusi presisi.   

Sistem pemantauan yang ada sangat baik dalam mengukur aktivitas, tapi buta total terhadap dampak. Coba kita lihat tabel indikator yang disajikan dalam paper tersebut. Saya telah mengadaptasinya untuk menunjukkan betapa besarnya kesenjangan antara apa yang kita ukur dan apa yang sebenarnya penting. 

Membangun dengan Peta, Bukan Perasaan: Visi Baru untuk Pendidikan Berkelanjutan

Setelah membongkar masalah hingga ke akarnya, paper ini tidak berhenti di situ. Ia menawarkan sebuah visi: sebuah sistem CPT yang berorientasi pemasaran (marketing-oriented). Tunggu dulu, jangan salah paham. Ini bukan berarti pendidikan harus "dijual" seperti sabun. Orientasi pemasaran di sini berarti memperlakukan industri dan peserta didik sebagai pemangku kepentingan utama yang kebutuhannya harus dipahami secara sistematis melalui riset.   

Ini adalah sebuah pergeseran paradigma:

  • Dari asumsi ke analisis permintaan.

  • Dari kurikulum statis ke kurikulum yang adaptif.

  • Dari monolog akademis ke dialog dengan industri.

Tujuannya adalah mencapai apa yang disebut paper sebagai "keseimbangan target" (target balance), di mana aspirasi individu untuk belajar selaras dengan kebutuhan industri akan talenta. Ketika ini terjadi, terciptalah "efek sinergis"—lulusan yang bahagia karena ilmunya terpakai, dan industri yang produktif karena mendapatkan talenta yang tepat.   

Namun, di sinilah saya ingin menyisipkan sedikit kritik halus. Visi yang ditawarkan paper ini brilian, tetapi mungkin terlalu meremehkan betapa sulitnya mengubah sebuah kapal tanker raksasa bernama "sistem pendidikan tradisional". Mengadopsi orientasi pasar menuntut institusi pendidikan untuk menjadi gesit, responsif, dan berpusat pada "pelanggan". Ini adalah sebuah revolusi budaya yang menantang identitas akademisi sebagai menara gading pengetahuan yang terpisah dari hiruk pikuk komersial.

Dan di sinilah sebuah dinamika menarik muncul. Ketika sistem yang ada terlalu lambat untuk berubah, pasar akan selalu menemukan jalannya sendiri. Kegagalan sistem CPT formal untuk beradaptasi justru menciptakan peluang emas bagi para pemain baru yang lebih lincah untuk masuk dan mengisi kekosongan tersebut. Paper ini, tanpa sengaja, telah menuliskan resep bisnis bagi para inovator pendidikan.

Dari Teori ke Trowel: Menemukan Jembatan di Dunia Nyata

Jika paper Pesotskaya dkk. adalah diagnosis penyakitnya, maka di dunia nyata kita sudah bisa melihat beberapa bentuk obatnya. Visi tentang pendidikan yang digerakkan oleh kebutuhan industri bukanlah lagi sekadar teori. Platform seperti Diklatkerja adalah contoh nyata dari jembatan yang sedang dibangun untuk menghubungkan kembali dua sisi yang terpisah.

Misi Diklatkerja lahir dari "permasalahan yang dihadapi mahasiswa dan profesional... untuk dapat mengikuti perubahan tuntutan dunia kerja dan dunia industri yang sangat cepat". Kalimat ini terdengar seperti gema langsung dari inti masalah yang diidentifikasi dalam paper. Mereka tidak menunggu sistem formal berubah; mereka menciptakan sistem baru.   

Bagaimana cara mereka melakukannya?

  1. Kurikulum oleh Praktisi: Model "penyampaian oleh praktisi industri" (industry practitioner delivery) mereka  adalah solusi paling elegan untuk masalah relevansi. Siapa yang lebih tahu kebutuhan industri selain orang-orang yang setiap hari bekerja di dalamnya? Ini memotong jalur birokrasi dan langsung menyajikan pengetahuan dari sumbernya.   

  2. Pembelajaran Tepat Guna: Alih-alih paket pendidikan empat tahun yang kaku, mereka menawarkan kursus-kursus spesifik seperti Manajemen Risiko Proyek Konstruksi atau Manajemen Logistik Konstruksi. Ini adalah "pembongkaran" (unbundling) pendidikan, di mana para profesional bisa mengambil modul yang mereka butuhkan, tepat saat mereka membutuhkannya.   

  3. Validasi dari Pengguna: Testimoni seorang peserta yang mengatakan, "Saya mendapatkan banyak wawasan yang tidak saya dapatkan selama kuliah" , adalah bukti anekdotal yang paling kuat dari kesenjangan yang ada—dan bagaimana platform seperti ini berhasil menjembataninya.   

Bagi para profesional di sektor konstruksi yang merasakan adanya diskoneksi ini, solusinya bukan menunggu sistem untuk mereformasi dirinya sendiri. Solusinya adalah mengambil langkah proaktif. Sebuah kursus seperti Overview of Construction Management di Diklatkerja, misalnya, bukan sekadar kursus; ini adalah suntikan langsung pengetahuan yang relevan dengan industri, yang dirancang untuk mengisi celah yang sering diabaikan oleh dunia akademis.   

Panggilan untuk Para Arsitek Masa Depan (Karier Anda dan Industri)

Jembatan yang retak antara pendidikan dan industri bukanlah takdir; itu adalah hasil dari desain yang salah. Dan setiap desain yang salah bisa diperbaiki. Paper oleh Pesotskaya dkk. telah memberi kita cetak biru untuk diagnosisnya. Sekarang, tugas kita adalah menjadi arsitek perbaikannya.

  • Untuk Anda, Para Profesional dan Mahasiswa: Jadilah arsitek bagi karier Anda sendiri. Jangan lagi menjadi konsumen pasif dari kurikulum yang disodorkan. Cari tahu apa yang industri butuhkan, dan kejar pengetahuan itu secara aktif. Adopsi pola pikir "pembelajar seumur hidup" (lifelong learner) , karena di dunia yang terus berubah, satu-satunya keahlian yang tak lekang oleh waktu adalah kemampuan untuk terus belajar.   

  • Untuk Anda, Para Pemimpin Industri: Jadilah arsitek bagi jalur talenta Anda. Berhenti hanya mengeluh tentang kesenjangan keterampilan. Bermitralah secara aktif dengan penyedia pendidikan—baik yang tradisional maupun yang baru—untuk bersama-sama merancang kurikulum, mengirim praktisi Anda untuk mengajar, dan memberikan umpan balik yang nyata dan cepat.

  • Untuk Anda, Para Akademisi dan Pembuat Kebijakan: Jadilah arsitek bagi sistem yang lebih tangguh. Riset seperti yang dilakukan Pesotskaya dkk. sangatlah berharga. Ia memberikan data dan kerangka kerja untuk perubahan. Tugas Anda adalah menerjemahkan wawasan ini menjadi kebijakan dan reformasi yang nyata.

Pada akhirnya, membangun jembatan yang kokoh membutuhkan kerja sama dari kedua sisi. Ini adalah pekerjaan yang sulit, tetapi sangat penting untuk masa depan industri konstruksi dan para profesional di dalamnya.

Untuk pembedahan akademis yang komprehensif mengenai tantangan sistemik ini, saya sangat menganjurkan Anda untuk membaca paper aslinya.

Baca paper lengkapnya di sini: https://doi.org/10.1051/e3sconf/202128108001