Ketidakjelasan Hukum dan Tantangan Pertukaran Data di DAS Tigris-Efrat dan Indus

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

17 Juni 2025, 10.37

pixabay.com

Pentingnya Data dan Informasi dalam Tata Kelola Sungai Lintas Batas

Di tengah krisis air global, pengelolaan sungai lintas negara menjadi isu strategis yang sangat kompleks, terutama di kawasan yang rawan konflik seperti DAS Tigris-Efrat dan Indus. Paper “When the law is unclear: challenges and opportunities for data and information exchange in the Tigris-Euphrates and Indus river basins” karya Qaraman M. Hasan dkk. (2023) membedah secara detail tantangan dan peluang pertukaran data di dua DAS paling dipolitisasi di dunia. Resensi ini mengulas temuan utama paper, studi kasus, angka-angka penting, serta kritik dan rekomendasi, dengan mengaitkan pada tren tata kelola air global dan perkembangan teknologi.

DAS Tigris-Efrat dan Indus—Dua Sungai, Banyak Negara, Banyak Kepentingan

DAS Tigris-Efrat

  • Membentang dari Turki (hulu), melintasi Suriah dan Irak, dengan sebagian kecil di Iran dan Arab Saudi.
  • Panjang Sungai Tigris: 1.800 km, luas DAS 221.000 km² (Iraq 56,1%, Turki 24,5%, Iran 19%, Suriah 0,4%).
  • Panjang Sungai Efrat: 2.786 km, luas DAS 440.000 km² (Iraq 47%, Turki 28%, Suriah 22%, sisanya Arab Saudi dan Yordania)1.
  • Sejak 1970-an, Turki membangun proyek ambisius GAP (22 bendungan besar, 19 PLTA), menurunkan aliran Tigris hingga 33% dan Efrat hingga 50% ke negara hilir1.

DAS Indus

  • Membentang dari Tibet (China), India, Pakistan, hingga Afghanistan.
  • Panjang: 2.900 km, luas DAS 1,1 juta km² (Pakistan 47%, India 39%, China 8%, Afghanistan 6%).
  • Indus Waters Treaty (IWT) 1960 antara India dan Pakistan adalah satu-satunya perjanjian formal, mengatur pembagian air dan pertukaran data bulanan12.
  • Namun, Afghanistan dan China tidak terlibat aktif dalam perjanjian maupun pertukaran data12.

Ketegangan dan Upaya Kerja Sama

Fragmentasi dan Ketidakpastian

  • Joint Technical Committee (JTC): Dibentuk 1980 (Turki-Irak), Suriah bergabung 1983. Selama 13 tahun, hanya 16 pertemuan, lalu terhenti karena gagal mencapai kesepakatan fundamental123.
  • MoU 2009, 2014, 2019: Ada beberapa nota kesepahaman, namun pertukaran data tetap minim dan Suriah sering dikecualikan124.
  • Dampak Proyek Hulu: Bendungan di Turki dan Iran menyebabkan penurunan debit air di Suriah dan Irak, menurunkan kualitas air, memicu krisis listrik di bendungan hilir seperti Tabaq (Suriah) dan Darbandikhan (Irak)12.

Indus: Kerja Sama Formal, Tapi Tidak Inklusif

  • Indus Waters Treaty (IWT) 1960: Mengatur pertukaran data harian debit sungai, penarikan air, dan proyek baru antara India dan Pakistan. Komisi Tetap (PIC) menjadi kanal komunikasi utama125.
  • Keterbatasan IWT: Tidak mengatur keterlibatan Afghanistan dan China, sehingga isu-isu DAS secara keseluruhan tidak terjangkau125.
  • Tekanan Lingkungan: Damming, ekstraksi berlebihan, dan perubahan iklim menyebabkan penurunan debit Indus di delta Pakistan dari 105.000 MCM (1932) menjadi hanya 12.000 MCM (1990-an), menyebabkan penyusutan mangrove, penurunan produksi ikan, dan intrusi air laut1.

Tantangan Utama: Hukum, Politik, dan Teknologi

1. Ketidakjelasan Hukum Internasional

  • Konvensi PBB 1997: Mengatur pertukaran data dan informasi, namun Turki dan China menolak mengikatkan diri pada hukum kebiasaan internasional ini, dengan alasan kedaulatan teritorial atas air di wilayahnya12.
  • Prinsip Persistent Objector: Turki secara eksplisit menyatakan tidak terikat hukum kebiasaan internasional, sementara China memilih pendekatan bilateral1.
  • Ketiadaan Institusi Bersama: Tidak ada lembaga independen lintas negara yang efektif untuk mengelola data dan informasi secara menyeluruh di kedua DAS13.

2. Tantangan Politik dan Sosial

  • Geopolitik dan Nasionalisme: Turki dan Iran menolak berbagi data secara transparan, memprioritaskan proyek nasional dan menyingkirkan komunitas lokal seperti Kurdi dari pengambilan keputusan13.
  • Konflik India-Pakistan: Meski IWT bertahan di tengah perang dan konflik, isu Kashmir dan ketegangan politik menghambat perluasan kerja sama dan pertukaran data lintas negara lain seperti Afghanistan15.
  • Kurangnya Keterlibatan Lokal: Data yang dipertukarkan antarnegara tidak dibuka ke publik atau komunitas lokal, menciptakan defisit transparansi dan kepercayaan12.

3. Tantangan Teknis

  • Keterbatasan Data Tradisional: Data hidrologi, kualitas air, dan dampak proyek seringkali hanya tersedia di institusi nasional dan tidak dibagikan secara lintas batas13.
  • Teknologi Modern: Platform global seperti NASA Reverb, USGS EarthExplorer, Sentinel EO Browser menyediakan data spasial resolusi tinggi (hingga milimeter), namun data kualitas air dan dampak proyek tetap sulit diakses tanpa kerja sama resmi12.
  • Kasus Proyek Tropis Iran: Proyek transfer air di perbatasan Iran-Irak tidak terdeteksi oleh satelit kecuali melalui dampak penurunan debit sungai, menunjukkan keterbatasan remote sensing tanpa data lapangan1.

Dampak Lingkungan dan Sosial: Studi Angka dan Fakta

  • Penurunan Debit Tigris-Efrat: Proyek bendungan di hulu menurunkan debit Tigris hingga 33% dan Efrat hingga 50%, memperparah kekeringan dan krisis air di Irak dan Suriah1.
  • Kerusakan Delta Indus: Debit Indus di delta Pakistan turun drastis, menyebabkan hilangnya 4.856 km² lahan pertanian, penyusutan mangrove, dan intrusi air laut1.
  • Dampak Sosial: GAP di Turki telah menggusur lebih dari 350.000 orang hingga 2004, tanpa konsultasi dengan komunitas lokal seperti Kurdi1.
  • Risiko Bencana: Bendungan di zona seismik (misal Ataturk Dam) meningkatkan risiko gempa dan banjir besar jika terjadi kegagalan struktur1.

Peluang dan Solusi: Teknologi, Reformasi Hukum, dan Inklusi Sosial

1. Reformasi Hukum dan Kelembagaan

  • Reformasi Perjanjian: Pembaruan atau perluasan perjanjian seperti IWT agar melibatkan Afghanistan dan China sangat penting untuk mencakup seluruh DAS Indus15.
  • Revitalisasi JTC: Menghidupkan kembali atau memperluas Joint Technical Committee di Tigris-Efrat dengan melibatkan Iran dan membentuk institusi independen lintas negara16.
  • Contoh Mekong: Vietnam sebagai negara hilir aktif berbagi data dan mendorong kerja sama di Mekong bisa dijadikan model1.

2. Optimalisasi Teknologi

  • Data Spasial dan Real-Time: Penggunaan data satelit, DEM, LiDAR, dan sensor real-time dapat meningkatkan akurasi pemantauan debit, kualitas air, dan dampak lingkungan12.
  • Platform Kolaboratif: ICIMOD’s Upper Indus Basin Network (UIBN) dan Indus Basin Knowledge Forum menyediakan platform berbagi data digital, namun efektivitasnya tergantung pada komitmen negara peserta1.
  • Keterbukaan Data: Data yang dikumpulkan harus dibuka tidak hanya antarnegara, tetapi juga bagi publik dan komunitas lokal untuk membangun kepercayaan dan transparansi12.

3. Inklusi Sosial dan Keterlibatan Lokal

  • Transparansi Data: Keterlibatan masyarakat lokal dalam akses data dan pengambilan keputusan sangat penting untuk membangun legitimasi dan mencegah konflik12.
  • Pendidikan dan Kesadaran: Edukasi masyarakat tentang risiko dan perubahan lingkungan dapat meningkatkan partisipasi dan mitigasi dampak sosial-ekologis1.

Analisis Kritis dan Perbandingan

Paper ini menegaskan bahwa tantangan utama bukan hanya pada aspek teknis, tetapi terutama pada kemauan politik dan kerangka hukum yang jelas. Meski teknologi telah memungkinkan pemantauan lintas batas secara independen, tanpa kerja sama formal dan transparansi, data tersebut sulit diterjemahkan menjadi kebijakan yang adil dan berkelanjutan. Studi lain juga menyoroti pentingnya memperbarui perjanjian lama agar responsif terhadap perubahan iklim dan dinamika geopolitik baru5.

Relevansi dengan Tren Global dan Industri

Isu pertukaran data sungai lintas batas kini menjadi perhatian utama dalam tata kelola air global, sejalan dengan SDG 6.5 tentang kerja sama air lintas negara. Industri energi, pertanian, dan pangan di kawasan ini sangat bergantung pada stabilitas pasokan air, sehingga keterbukaan data menjadi kunci mitigasi risiko bisnis dan lingkungan. Digitalisasi data, sensor real-time, dan platform kolaboratif lintas negara kini menjadi tren utama dalam pengelolaan DAS global.

Rekomendasi Strategis

  1. Perluasan dan Reformasi Perjanjian: Melibatkan seluruh negara riparian dalam perjanjian baru yang responsif terhadap tantangan iklim dan teknologi.
  2. Optimalisasi Teknologi dan Keterbukaan Data: Mengintegrasikan data satelit, sensor real-time, dan platform digital dalam sistem pemantauan bersama yang terbuka.
  3. Peningkatan Kapasitas dan Inklusi Sosial: Melatih dan melibatkan masyarakat lokal dalam pemantauan dan pengambilan keputusan.
  4. Penguatan Lembaga Bersama: Membentuk institusi lintas negara yang independen untuk mengelola data, memediasi konflik, dan merumuskan kebijakan bersama.

Menuju Tata Kelola Sungai Lintas Batas yang Inklusif dan Adaptif

Ketidakjelasan hukum, fragmentasi politik, dan minimnya pertukaran data menjadi akar masalah di DAS Tigris-Efrat dan Indus. Namun, kemajuan teknologi membuka peluang baru untuk membangun kerja sama yang lebih transparan, adil, dan berkelanjutan. Reformasi kelembagaan, optimalisasi teknologi, dan keterlibatan masyarakat lokal menjadi kunci menuju tata kelola sungai lintas batas yang adaptif terhadap tantangan masa depan. Paper ini menjadi referensi penting bagi pembuat kebijakan, peneliti, dan praktisi yang ingin membangun masa depan air yang damai dan berkeadilan di kawasan paling rawan konflik di dunia.

Sumber artikel :
Qaraman M. Hasan, Sarkawt Ghazi Salar, Durgeshree Raman, Sam Campbell, Ibrahim Qasim Palani. "When the law is unclear: challenges and opportunities for data and information exchange in the Tigris-Euphrates and Indus river basins." Water Policy Vol 25 No 8, 2023, pp. 780–796.